Guru Besar Unpad Sebut Ferdy Sambo Punya 'Bekingan' Kakak Asuh

Guru Besar Unpad Sebut Ferdy Sambo Punya 'Bekingan' Kakak Asuh

Tim detikNews - detikBali
Selasa, 20 Sep 2022 15:10 WIB
Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo (tengah) berjalan keluar ruangan usai mengikuti sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Divisi Propam Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/8/2022) dini hari. Pimpinan sidang KKEP yakni Kepala Badan Intelijen Keamanan (Kabaintelkam) Polri Komjen Pol Ahmad Dofiri memutuskan bahwa Ferdy Sambo disanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai anggota Polri selain itu juga dijatuhkan sanksi etik dengan dinyatakan sebagai perbuatan tercela dan sanksi administratif berupa penempatan khusus selama 40 hari atas kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo (tengah) berjalan keluar ruangan usai mengikuti sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Foto: ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT
Denpasar -

Guru besar politik dan keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi membeberkan adanya 'bekingan' Ferdy Sambo dari kakak asuh dan adik asuh dalam kasus pembunuhan Brigadir Yoshua alias Brigadir J. Muradi menilai bekingan tersebut membuat proses hukum Ferdy Sambo di kasus pembunuhan Brigadir J tidak menimbulkan perlawanan.

"Kenapa saya warning itu, supaya tidak ada perlawanan. FS mengubah BAP tidak menembak itu bentuk perlawanan," jelas Muradi, Selasa (20/9/2022) seperti dikutip dari detikNews.

Menurutnya, adanya kekuatan bekingan dari kakak asuh dan adik asuh itu, membuat Ferdy Sambo masih memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi dalam perkara pembunuhan Brigadir Yosua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kartun rekonstruksi itu kan Bareskrim menyatakan ada FS menembak dua kali. Tapi kan begitu rekonstruksi ditolak bahwa dia tidak menembak dan dia tidak mengatakan ada upaya kemudian meminta Brigadir E untuk melakukan penembakan, bahasanya kan bukan menembak, hajar, hajar kan gitu," kata Muradi.

"Saya kira kemudian muncul ada upaya dari FS ini untuk memperingan hukuman seolah-olah dia tidak mengarahkan upaya pembunuhan atau penembakan tadi. Di situ saja saya merasa, dia masih merasa confidence ada dukungan dari kakak asuh maupun adik asuh," lanjutnya.

Muradi tidak menyebut siapa sosok kakak asuh dan adik asuh yang dimaksud. Namun dia menyampaikan kakak asuh tersebut berperan penting dalam karier Ferdy Sambo sampai melejit menjadi bintang dua.

"Dari mulai naik bintang satu, bintang dua, itu kan kakak asuhnya yang melakukan itu. Lumayan banyak (kakak asuh dan adik asuh), ada bintang dua, bintang satu yang aktif. Ada yang sudah pensiun ada, tapi kan nggak terlalu berpengaruh juga (terhadap perkara)," ujarnya.

Muradi mengatakan Polri harus mengambil langkah sistematis terhadap orang-orang yang disebut sebagai kakak asuh dan adik asuh Ferdy Sambo. Muradi menyarankan agar kakak asuh dan adik asuh yang masih menduduki posisi strategis untuk dimutasi selama proses hukum Ferdy Sambo berjalan.

"Paling tidak langkahnya harus sistematis, sehingga beberapa orang yang dianggap kakak asuh-adik asuh itu kemudian bisa kembali fokus pada organisasi, bukan orang per orang. Bahasanya kan bisa dimutasi dulu supaya tidak melakukan manuver untuk memperkuat perlawanan dari FS. Ya dimutasi atau di-grounded dululah 3 bulan (atau) 6 bulan. Kalau prosesnya berjalan dan terbukti tidak punya keterlibatan aktif, dikembalikan lagi ke posisi," ucapnya.

Lebih lanjut Muradi menyebut perkara Ferdy Sambo merupakan persoalan pribadi, sehingga jangan sampai merusak organisasi internal Polri.

"Kalau saya sih berharap FS legowo, sudah, jalani saja. Karena, kalau nggak, ini yang rusak organisasi. Semua dirusak, semua orang terbelah. Kalau masalah FS masalah organisasi, saya kira maklum apa yang dilakukan FS meminta bantuan banyak orang. Ini kan perlakuan yang dilakukan pribadi. Ini yang harus difokuskan Polri bahwa ini udah selesai, Polri harus fokus penguatan lembaga lagi," imbuhnya.




(nor/nor)

Hide Ads