PT Dewata Energi Bersih atau PT DEB menanggapi usulan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali terkait pembangunan terminal gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG). Dewan meminta terminal LNG dibangun di lepas pantai sehingga tidak merusak hutan mangrove.
Humas PT DEB, Ida Bagus Ketut Purbanegara menyiratkan penolakan atas usulan DPRD Bali tersebut. Ia menyebut, pihaknya sudah pernah mengkaji usulan tersebut. Namun, hal teknis yang diusulkan Dewan Bali itu menurutnya tidak memungkinkan untuk dilaksanakan.
"Semua memang sudah kita pertimbangkan sebelum kita memutuskan menggunakan teknologi teknis yang kita putuskan sekarang. Saya mengapresiasi beliau yang ingin mencari jalan tengah, tetapi memang ada pertimbangan teknis. Bukan mengabaikan yang akhirnya tidak bisa kita lakukan," kata Purbanegara kepada detikBali Selasa (28/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Purbanegara menambahkan, terminal LNG tidak dibangun di lepas pantai karena faktor gelombang yang tidak tenang. Selain itu, kata dia, biaya yang dibutuhkan juga akan lebih besar.
Ia kemudian menjelaskan alasan terminal LNG dibangun di kawasan hutan mangrove dan bukan di tempat lain. Purbanegara menyebut garis pantai di Bali lurus dan sedikit memiliki teluk. Kalaupun ada seperti di Pelabuhan Amuk (Karangasem), menurutnya tidak memungkinkan karena sudah digunakan oleh Pertamina.
"Garis pantai lurus agak susah buat sandar. Jadi, harus (dibangun di) teluk, (ombak) harus tenang dia. Ini yang kita butuhkan," sambungnya.
Jika saja pembangunan LNG bisa dilakukan di lepas pantai sebagaimana diusulkan DPRD Bali, Purbanegara menyebut PT DEB tentu akan melaksanakannya. Hanya saja, kajian yang telah dilakukan oleh PT DEB tidak memungkinkan untuk mengakomodir usulan itu.
Baca juga: Terminal Gas di Hutan Mangrove Bali |
"Pertanyaannya, mengapa tidak di Barat (dari lokasi yang sekarang)? Karena PLN sendiri tidak memiliki kemampuan investasi untuk memasang pipa sepanjang itu. Itu masalahnya," tandasnya.
Seperti diketahui, terminal LNG rencananya akan dibangun di pesisir Desa Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Proyek ini bakal dibangun di kawasan mangrove oleh PT PLN Gas & Geothermal (PLNGG) dan PT Dewata Energy Bersih (DEB). Hal itu menuai kecaman dari aktivis lingkungan hidup di Bali dan masyarakat Desa Adat Intaran. Mereka khawatir, pembangunan LNG di kawasan mangrove hanya akan merusak ekosistem dan mengganggu titik-titik suci yang diyakini oleh masyarakat adat setempat.
Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah (Pansus Ranperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2022-2042, Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana mengusulkan alternatif agar pembangunan LNG tidak menggangu kawasan mangrove. Ketua Komisi III DPRD Bali itu mengatakan, fasilitas storage dan regasi unit terminal LNG bisa dibangun di lepas pantai. Kemudian pipa gas bisa dipasang di bawah akar mangrove.
(iws/iws)