Jumlah dokar di Jembrana kini hanya tersisa sebanyak 5 unit. Padahal dulu jumlahnya mencapai 200 unit dokar yang beroperasi seputaran Kota Negara. Hal ini juga diperparah dengan pandemi COVID-19 sehingga jumlah dokar berkurang drastis.
Berkurangnya jumlah dokar ini, karena sudah tergantikan dengan kendaraan bermotor. Sehingga banyak pemilik dokar menjual kuda dan dokarnya, beralih ke profesi lain.
Selain itu, generasi saat ini sudah tidak ada yang meneruskan tranportasi dokar. "Sudah ada motor dan regenerasinya tidak ada," kata I Komang Wiradnaya (50), kusir dokar yang menjadi kusir dokar sejak tahun 1990-an, saat ditemui detikBali di tempat mangkal dokar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wiradnaya menjelaskan dokar merupakan salah satu alat transportasi darat yang pada masanya menjadi transportasi utama. Seiring berjalannya waktu, dokar mulai ditinggalkan. Dokar yang dulu jumlahnya ratusan, saat ini bisa dihitung dengan jari.
Karena dulu jumlahnya banyak, ada paguyuban dan koperasi khusus kusir dokar. Bahkan terdapat patung dokar di Jalan Ngurah Rai, Lingkungan Ketugtug, Kelurahan Loloan Timur, Kecamatan Negara. Tepat di patung dokar yang ada di antara pertokoan itu, menjadi tempat mangkal para kusir dokar.
Dengan sisa dokar yang ada. Pelanggan setianya, biasanya pedagang atau warga yang ke Pasar Umum Negara. Sehingga, saat ini para kusir dokar lebih sering mangkal di sekitar Pasar Umum Negara. "Tapi sekarang jarang. Banyakan anak-anak yang mau naik dokar. Diantar bapaknya, ibunya. Itu lebih sering," ungkapnya.
Karena hanya pedagang dan warga yang ke pasar dengan arahnya tidak terlalu jauh, sehingga pendapatan juga berkurang. Saat ini hanya Rp 50 ribu sehari pendapatannya.
Sebagai alat transportasi tradisional, para kusir dokar berharap dokar masih tetap eksis tertahan. Salah satunya menjadi bagian akomodasi pariwisata di Jembrana. "Tidak berharap banyak. Sepanjang masih diizinkan dijalani," tukasnya.
(kws/kws)