Ketua kelompok ahli (Pokli) pembangunan Bali Prof. Damriyasa disebut keliru melakukan kajian soal SMAN Bali Mandara, sehingga kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster mengubah sistem pendidikan di SMAN Bali Mandara menuai kritik dari publik.
"Saudara Prof Damriyasa keliru mengambil sampel, akibatnya salah melakukan analisis. Analisis yang salah akibatnya kesimpulannya menjadi salah. Kesimpulan yang salah sehingga rekomendasinya menjadi salah. Akibatnya, Gubernur mengambil kebijakan yang salah untuk SMAN Bali Mandara," kata Dr. Gede Suardana, Waketum DPP Persadha Nusantara saat diskusi publik "Mau Dibawa Kemana Pendidikan Bali?," Minggu (29/5/2022) di Denpasar.
Suardana mengatakan Prof Damriysa salah mengambil sampel dan varian data yang digunakan untuk menganalisis kualitas SMAN Bali Mandara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia disebut mengambil data pada rentang waktu 2018-2021 untuk menyimpulkan kualitas sekolah yang sudah satu dasawarsa berdiri sejak 2011-2022, dan telah melahirkan ratusan siswa berprestasi. Data itu kemudian Damriyasa komparasikan dengan SMA reguler di Bali.
"Kalau fair gunakan data primer SMAN Bali Mandara sejak awal berdiri. Kemudian sandingkan dengan data siswa miskin di SMA reguler. Menggunakan data yang tidak akurat menyebabkan analisisnya menjadi salah sehingga kesimpulan menjadi salah," kata Suardana yang mantan Ketua KPU Buleleng ini.
Suardana kemudian menyodorkan data prestasi siswa SMAN Bali Mandara yang sukses berprestasi di tingkat nasional dan internasional. Ia menambahkan bahwa input siswa SMAN Bali Mandara berbeda dengan input sekolah reguler.
Siswa sekolah ini, inputnya adalah 97 persen siswa sangat miskin, dengan 90 persen intelektual di bawah rata-rata atau bodoh. Namun sistem pendidikan SMAN Bali Mandara berhasil menjadikannya siswa berprestasi dimana 96,7 persen lulusannya diterima di perguruan tinggi negeri dan ikatan dinas. Misalnya, tahun 2011 sebanyak 100 persen di terima di PTN, 2012 sebanyak 100%, 2013 (100%), 2014 (100%), 2015 (98,25%), hingga 2019 (87,18%).
"Pada angkatan 2011-2012, sebanyak 25 orang lulusannya diterima di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ini kualitas output dari sekolah yang mau diamputasi oleh Gubernur," ujar Suardana.
Berbeda inputnya dengan sekolah reguler yang siswanya dari keluarga mampu dan intelektualnya sudah bagus atau pintar. Tentu juga output-nya bagus.
"Jelas data yang digunakan tidak apple to apple. Kekeliruan mengambil sampel untuk melakukan analisis menyebabkan kebijakan Gubernur menjadi keliru," ujar Suardana.
Dalam kesempatan itu, Prof Damriyasa yang diundang panitia acara tidak menghadiri diskusi publik yang digelar oleh beberapa organisasi mahasiswa yang tergabung Forum Komunikasi Peduli Pendidikan (FKPP) Bali. Gubernur Bali Wayan Koster dan Kepala Dinas Pendidikan Bali Ketut Ngurah Boy Jayawibawa juga tidak hadir.
(kws/kws)