Para alumni SMA Bali Mandara tampak menyuarakan aspirasi mereka terkait perubahan pola layanan SMA Bali Mandara yang akan beralih status menjadi sekolah reguler. Hal tersebut mereka sampaikan dalam acara Forum Komunikasi Peduli Pendidikan (FKPP) Bali bertempat di Rumah Kebangsaan dan Kebhinekaan Pasraman Satyam Eva Jayate, Minggu (29/5/2022).
Salah satu alumni SMA Bali Mandara yang ditemui detikBali di lokasi, yakni I Made Gede Eris Dwi Wahyudi. Ia merupakan alumni SMA Bali Mandara angkatan 2011.
Menurutnya, sejak munculnya isu perubahan pola layanan SMA Bali Mandara tersebut, pihaknya bersama alumni lainnya ingin berdialog secara langsung dengan para pengambil kebijakan baik dengan Gubernur Bali, DPRD atau pun dari Dinas Pendidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, pada bulan Maret 2022 pihaknya pun telah bersurat pada DPRD Bali terkait keinginan pihaknya dalam berdialog. Hanya saja hingga saat ini surat tersebut belum mendapatkan respons.
"Pemangku kebijakan sangat tergesa-gesa untuk mengambil kebijakan dan sangat disayangkan sekali alasan atau latarbelakang dibalik diambilnya kebijakan tersebut. Ini sangat-sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan datanya, pengambilan kesimpulan dan ini sangat mengecewakan sekali," ujar pria asal Karangasem ini.
Dirinya menilai dengan adanya kebijakan perubahan pola layanan SMA Bali Mandara tersebut, akan berdampak pada infrastruktur sekolah yang sebelumnya telah dibangun dan ditujukan untuk asrama jadi tidak akan terpakai dan sangat sia-sia sekali. "Lalu program sekolah yang sudah diujicobakan selama dasawarsa ini, yang saya rasa di titik ini sudah sangat matang untuk mendidik siswa itu kemungkinan tidak akan dijalankan kembali," kata alumni ITS Surabaya jurusan teknik kimia ini.
Menurutnya, pemangku kebijakan juga dianggap kurang turun ke lapangan untuk melihat dan merasakan langsung impact positif dari SMA Bali Mandara ini.
"Banyak impact yang saya terima karena dulu harapan saya untuk bersekolah sangat kecil karena mengingat kondisi dari orangtua dan keluarga yang tidak memungkinkan untuk saya bisa mengenyam pendidikan SMA ataupun yang sederajat," sebutnya pada Minggu (29/5/2022).
Kemudian selama menempuh pendidikan di SMA Bali Mandara, ia mendapatkan banyak pelajaran berharga, salah satunya memiliki rasa give back society yang dimana ia terapkan hingga kini. I Made Gede Eris Dwi Wahyudi sendiri telah aktif bergerak di gerakan sosial untuk membantu anak-anak di pelosok agar bisa mendapatkan pendidikan.
"Saya berharap banget dengan perbanyak diskusi-diskusi seperti ini kemudian bisa membuat pemerintah Bali terketuk hatinya untuk membuka kesempatan kembali dalam mengkaji keputusan ini lebih dalam," tambahnya.
Sama halnya dengan I Made Gede Eris Dwi Wahyudi, alumni lainnya, yakni I Gede Bagus Gigih Ferdian Baskara pun mengharapkan hal yang sama agar kebijakan perubahan pola layanan SMA Bali Mandara tidak jadi diberlakukan. Menurutnya, selama bersekolah di SMA Bali Mandara, dirinya telah meraih banyak hal yang berharga.
"Kami mendapatkan banyak saudara disana karena berjuang di start yang sama, di lingkungan yang sama untuk mimpi yang sama juga. Yaitu membebaskan diri kami dari kemiskinan dan dengan harapan kami juga bisa membebaskan orang lain dari kemiskinan," ucap pria peraih medali perak dalam lomba Asia Pasifik conference of science tahun 2014 di Taiwan dan Juara 1 Statistika di Universitas Udayana Tahun 2015 ini.
Ia juga mengaku, setelah menjadi alumni, Ia merasakan banyak lompatan-lompatan yang sangat pesat baik dari segi ekonomi, pembentukan mental dan lainnya.
Kepada detikBali, Ia menuturkan, hal pertama yang ia dan alumni lainnya lakukan ketika mendengar isu dirubahnya pola layanan SMA Bali Mandara adalah mencoba mencari tahu rasionalisasi di balik kebijakan tersebut.
"Karena itu juga kami datang ke acara FKPP ini, kami ingin mengobrol dengan pemerintah. Kalau untuk sekarang kami belum puas atas dasar kebijakan yang dibuat. Pun nantinya kami salah dan ternyata kebijakan dari Pemprov adalah keputusan yang bijak dan rasional ya kami akan terima selama itu masih berpihak pada masyarakat miskin," tambahnya.
Disinggung mengenai absennya Gubernur Bali I Wayan Koster sebagai pembicara kunci dalam acara tersebut, I Gede Bagus Gigih Ferdian Baskara pun mengaku kecewa. Pasalnya, banyak hal yang ingin dirinya maupun alumni lainnya sampaikan kepada pimpinan tertinggi Pulau Dewata Bali tersebut.
FKPP Bali pada Minggu (29/5/2022) tersebut mengusung tema 'Mau Dibawa Kemana Pendidikan Bali?'. Dialog Publik tersebut mengundang beberapa narasumber, diantaranya Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Bali Dr. KN. Boy Jayawibawa, Rektor Universitas Hindu Indonesia Prof. Dr. I Mader Damriyasa, Ketua Komisi IV DPRD Bali Ir. I Gusti Putu Budiarta.
Kemudian Anggota DPD RI Periode 2014-2019 Gede Pasek Suardika, SH., MH, Hakim MK RI 2015-2020 Dr. I Dewa Gede Palguna, SH., M.Hum, dan Wakil Ketua Umum Persadha Nusantara Dr. Gede Suardana. Dialog Publik ini pun dipandu langsung oleh Koordinator FKPP Bali, I Ketut Sae Tanju.
Menurut I Ketut Sae Tanju, kegiatan ini dapat menjadi tempat yang tepat untuk menguji seberapa baiknya kebijakan pemerintah provinsi Bali yang mengalihkan status SMA Bali Mandara menjadi sekolah regular. "Tentu kami sangat menyayangkan ketidakhadiran Gubernur Bali akan semakin menimbulkan pertanyaan di benak masyarakat Bali terkait kebijakan tersebut," sebutnya.
Ia menjelaskan, adapun hasil dari Dialog Publik hari ini akan dirangkum menjadi sebuah rekomendasi di bidang pendidikan kepada pemerintah agar dapat menjadi pertimbangan dalam mengambil kebijakan oleh pemerintah di masa mendatang. "Semoga saja rekomendasi kami dibaca dan dijadikan pertimbangan dalam mengambil kebijakan strategis khususnya di bidang pendidikan," tambahnya.
(kws/kws)