SMA/SMK Bali Mandara kini tengah menjadi sorotan.
Pasalnya, sekolah negeri favorit milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali tersebut bakal diubah pola layanannya, agar sama seperti SMAN/SMKN Umum lainnya (Reguler), yaitu tidak khusus mengelola siswa miskin dari berbagai wilayah Kota/Kabupaten di Bali dan tidak berasrama.
Salah satu tokoh Bali, Gede Pasek Suardika pun mengaku kecewa dengan keputusan Pemprov Bali tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Pasek, diambilnya keputusan tersebut karena adanya urusan politik, dan bukanlah karena anggaran.
Ia juga menuturkan, terkait anggaran, dirinya yakin masih banyak ruang untuk melakukan penghematan.
"Anggaran Rp 1,6 Triliun hanya untuk mengurusi SMA/SMK sangat-sangatlah cukup. Bahkan yang saya pikirkan ini sebenarnya bisa menambah sistem boarding school (berasrama red). Misalnya ditambah di Bali Timur, Bali Barat, Bali Selatan, sangat bisa ditambah dengan anggaran yang ada. Tapi, itu kalau urusannya bukan politik, karena kalau sudah urusan politik 1 rupiah pun tidak akan mungkin netes," jelasnya ketika ditemui dalam acara diskusi Forum Komunikasi Peduli Pendidikan (FKPP) Bali, Minggu (29/5/2022).
Dirinya juga mengkritisi dengan adanya keputusan dari Pemprov Bali tersebut akan menimbulkan rasa demotivasi, atau kehilangan motivasi, bagi siswa kelas dua dan tiga di SMA tersebut.
"Ini kan sangat tidak dihitung secara psikologis. Jadi, karena ini hanya kepentingan politik biasanya memang semua dikalahkan. Bebal, tutup mata, tutup telinga dan tidak peduli apapun, yang penting target politiknya tercapai," sebutnya.
Lanjut Anggota DPD RI Periode 2014-2019 tersebut, yang menjadi korban dari adanya keputusan tersebut, yakni masyarakat miskin.
"Mereka mempunyai banyak harapan dan hanya pendidikan yang bisa mengubah nasib mereka. Tadi alumni SMA Bali Mandara cerita ada yang sekarang jadi dosen, dokter, dan engineering. Jadi, saya kira masih ada banyak waktu bagi kita untuk berjuang terhadap SMA ini," paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, dirinya pun menyampaikan saran kepada Pemprov Bali.
"Satu tahun anggaran ini kita lanjutkan dulu. Mari kita duduk dan kaji bersama-sama dengan semua stakeholder. Jangan diputuskan sendiri saja dan jangan baru punya otoritas malah memutuskan sendiri. Ayo kita diskusi dulu dengan semua komponen. Kita gali bersama secara objektif," kata Gede Pasek Suardika.
Sementara terkait permasalahan nama, kata Gede Pasek Suardika, lebih baik diganti saja.
"Nama yang paling netral itu adalah SMA Negeri Bali Dwipa Jaya dan ini sesuai dengan logo Pemprov Bali sehingga bisa mewakili semuanya. Tapi, kalau pakai SMA Nangun Sat Kerthi nanti Gubernur berikutnya mengganti dan lain sebagainya," ungkapnya.
Menurutnya, terkait persoalan nama sekolah, masyarakat sangatlah tidak memusingkan hal tersebut.
"Yang penting bukan namanya tapi yang penting adalah program tersebut bisa berjalan. Anak-anak miskin ini tidak peduli soal nama. Yang mereka pedulikan adalah mereka bisa sekolah," jelasnya.
Dirinya mengaku, menjadi salah seorang tokoh yang vokal mengkritisi kasus SMA Bali Mandara ini, membuatnya sering mendapatkan kritikan dan akun Facebook-nya pun sering kali diserang. Namun, kata Gede Pasek Suardika, hal tersebut tak membuatnya goyah untuk terus mencari jalan keluar dari kasus tersebut.
Dalam Forum Komunikasi Peduli Pendidikan (FKPP) Bali dengan tema 'Mau Dibawa Kemana Pendidikan Bali?' yang bertempat di Rumah Kebangsaan dan Kebhinekaan Pasraman Satyam Eva Jayate, dirinya pun berpesan kepada para alumni SMA Bali Mandara untuk dapat terus berjuang agar dapat menemukan titik terang dari kasus tersebut.
Alasan Pemerataan
Saat ini, Pemerintah Provinsi Bali mengelola sebanyak 153 SMA/SMK/SLB Negeri beserta para guru dan siswanya, serta sebanyak 196 SMA/SMK Swasta. Jumlah siswa (peserta didik) SMA/SMK/SLB se-Bali pada Tahun Pelajaran 2021/2022 sebanyak 184.839 orang. Sedangkan jumlah siswa miskin diperkirakan paling banyak 10% dari jumlah tersebut, yaitu sekitar 18.000 orang.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali, Ketut Ngurah Boy Jayawibawa, dalam siaran pers yang diterima detikBali pada Kamis (26/5) menyampaikan, dalam konteks pengelolaan pendidikan menengah di Bali, SMAN/SMKN Bali Mandara tetap dipertahankan. Namun pola layanannya diubah, agar sama seperti SMAN/SMKN Umum lainnya (Reguler), yaitu tidak khusus mengelola siswa miskin dari berbagai wilayah Kota/Kabupaten di Bali dan tidak berasrama.
Ia menegaskan Gubernur Bali tidak membubarkan SMAN/SMKN Bali Mandara, juga tidak menghentikan kebijakan untuk siswa miskin, justru sebaliknya memperluas kebijakan untuk semua siswa miskin secara merata dan adil.
Selanjutnya disampaikan Boy Jayawibawa, dalam rangka pemerataan dan perluasan akses pendidikan, Pemerintah Provinsi Bali telah dan sedang membangun sebanyak 14 SMAN/SMKN baru: Denpasar (3 SMAN, 1 SMKN), Badung (3 SMAN, 2 SMKN), Karangasem (1 SMAN, 1 SMKN), Gianyar (2 SMAN), dan Jembrana (1 SMAN) serta membangun Ruang Kelas Baru (RKB) untuk meningkatkan kapasitas layanan pendidikan, sejalan dengan meningkatnya siswa baru.
Pembangunan dilaksanakan dalam waktu cepat 4 tahun sejak Tahun 2019 sampai Tahun 2022, untuk menampung meningkatnya jumlah lulusan SMP, mengingat sebelumnya sudah sangat lama tidak pernah dibangun SMAN/SMKN baru, sehingga selalu mengalami kesulitan dalam penerimaan siswa baru," terangnya.
Terkait dengan pemerataan dan perluasan akses pendidikan, kata Boy, Pemerintah Provinsi Bali harus mengelola secara adil sebanyak 18.000 siswa miskin, tidak hanya sebanyak 873 siswa miskin di SMAN/SMKN Bali Mandara, sehingga semua siswa miskin mendapat akses layanan pendidikan di semua SMAN/SMKN se-Bali, serta harus memberi perhatian kepada siswa miskin di SMA/SMK Swasta se-Bali.
"Kebijakan baru ini akan mulai diterapkan pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMA dan SMK Tahun Pelajaran 2022/2023," ujar Boy.
Selanjutnya, dengan perubahan kebijakan ini, khusus untuk SMAN/SMKN Bali Mandara tetap berjalan, namun pengelolaannya sama seperti SMAN/SMKN umum lainnya (Reguler, red). Bagi siswa kelas XI dan XII masih tetap berasrama, tetapi memakai pakaian seragam sama dengan siswa SMAN/SMKN umum lainnya
Mengenai biaya pakaian seragam baru bersumber dari APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2022. "Sehingga gratis bagi siswa," pungkas Boy.
(kws/kws)