Unud Beri Pembelaan atas Kasus Dugaan Pemalsuan Akta Tanah di Jimbaran

Unud Beri Pembelaan atas Kasus Dugaan Pemalsuan Akta Tanah di Jimbaran

Poetri - detikBali
Selasa, 12 Apr 2022 17:54 WIB
Universitas Udayana Bali
Rektorat Universitas Udayana (Foto: Aditya Mardiastuti/detikcom)
Badung - Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan Rektor Unud periode 2005-2013, Prof Dr dr I Made Bakta Sp.PD (KHOM) sebagai tersangka atas dugaan pemalsuan akta autentik kasus tanah milik warga di Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.

Tanah ini memiliki luas kurang lebih 2,7 Ha, yang mana belum berisikan bangunan dan dikelilingi pagar.

Terkait hal tersebut, tim kuasa hukum Unud akan mengambil langkah umum.

Adapun upaya hukum yang diambil, yakni meminta perlindungan hukum kepada Presiden Jokowi dan meminta perlindungan hukum dari Kemenko Polhukam RI yang berkoordinasi dengan KPK.

Meskipun telah berstatus sebagai mantan Rektor, kata salah satu Tim Penasehat Hukum Unud, I Nyoman Sukandia, SH., pihaknya akan terus mendampingi pemeriksaaan. Mengingat kasus yang menimpa Prof Dr dr I Made Bakta Sp.PD (KHOM) berkaitan dengan posisi yang waktu itu tengah menjabat sebagai Rektor pada tahun 2011 lalu.

"Kami akan dampingi setiap pemeriksaan dan memang kami sendiri sudah mendampingi beliau," kata I Nyoman Sukandia, SH., di ruang Bangsa Rektorat, Universitas Udayana Jimbaran, Badung pada Selasa, 12 April 2022.

Dirinya menjelaskan bahwa kasus tersebut berawal dari memberikan surat kuasa sebagai Rektor pada masa kepemimpinan Prof Dr dr I Made Bakta Sp.PD (KHOM) yang kini berujung sebagai tersangka.

"Kami akan lihat bukti-bukti yang ada karena kasus ini sudah cukup lama, yakni tahun 1982," jelasnya.

Menurutnya, prosedur pembebasan lahan tersebut dibuat oleh Pemerintah Provinsi Bali kala itu dan saat itu tidak menggunakan dana APBN.

I Nyoman Sukandia, SH., mengatakan bahwa saat ini panitia dalam pembebasan lahan tersebut telah meninggal.

"Namun salah satu dari mereka, yakni Lurah pada waktu itu menceritakan bagaimana proses yang dilakukan di kantor kelurahan. Dimana waktu itu bukan satu orang saja yang dibebaskan lahannya. Tapi puluhan orang," jelasnya.

Kini tim kuasa hukum kembali membuka file-file yang berkaitan dengan kasus tersebut seperti berkas sidik jari dan ganti rugi yang dilakukan di hadapan panitia pada tahun 1983 silam.

Prof Dr dr I Made Bakta Sp.PD (KHOM) menuturkan bahwa bundel file tersebut masih lengkap hingga kini dan itulah yang disita oleh Bareskrim Polri.

Menurutnya, jika dilihat dari data maka yang berhak menerima ganti rugi adalah I Pulir yang diajukan oleh aparat desa sebagai penerima ganti rugi.

"Hingga pada tahun 2011 kasus ini bergulir, Prof Dr dr I Made Bakta Sp.PD (KHOM) tidak pernah mencap jempol karena beliau tahun 2005 baru menjadi Rektor. Jadi, I Pulir sendiri mencap jempol data itu sendiri," tuturnya.

Dijelaskan bahwa dari tahun 1983 hingga 2002 setelah meninggal, I Pulir tidak pernah melaporkan kejadian pemalsuan sidik jarinya.

Kemudian setelah I Pulir meninggal pada tahun 2011 barulah terjadi gugatan.(*)


(kws/kws)

Hide Ads