Kepakan tangan dan senyum dari penyandang disabilitas menyambut detikBali saat tiba di Yayasan Cahaya Mutiara Ubud, Gianyar, Bali, pada Selasa (10/12/2024). Mereka ceria saat menyambut tamu yayasan yang menaungi difabel tersebut.
detikBali pun berkeliling bangunan Yayasan Cahaya Mutiara Ubud. Para penghuni yayasan tersebut, penyandang disabilitas, tengah membaca buku, mengobrol, hingga merajut.
Suasana ramai terlihat saat memasuki detikBali memasuki dapur. Sejumlah difabel tengah berkumpul menyiapkan makan malam. Di atas kursi roda, dua pria dan satu perempuan saling membantu menyiapkan bahan makanan. Ada yang memotong bawang, memotong urutan (sosis khas Bali), dan menggoreng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dapur Yayasan Cahaya Mutiara Ubud sudah dimodifikasi sesuai kebutuhan. Misalkan, meja dapur yang dibuat lebih tinggi atau lebih pendek agar para penyandang disabilitas leluasa beraktivitas di sana.
Baca juga: Ojol Difabel di Pulau Dewata |
Ni Nengah Nuriati merupakan salah satu penghuni Yayasan Cahaya Mutiara Ubud. Perempuan berusia 49 tahun itu sudah empat tahun tinggal di sana.
Sambil menganyam rajutan gantungan kunci di atas kursi roda, Nuriati senang berada di asrama karena bisa mengisi kekosongan harinya dengan kegiatan yang menghasilkan. "Buat rajutan ini bisa dapat 20 buah dalam 1 hari lumayan" ujar perempuan yang lumpuh karena terserang polio tersebut.
Satu rajutan gantungan kunci karya Nuriati dihargai Rp 7 ribu. Rata-rata penghasilan perempuan asal Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, itu Rp 140 ribu per hari.
Saat ini Nuriati tidak bekerja di luar. Kesehariannya dihabiskan di asrama membuat kerajinan tangan di atas kursi roda. Selain merajut, Nuriati juga memiliki beberapa skill lainnya seperti, fire dance, berkebun, dan menganyam keranjang telur.
![]() |
Kisah penyandang disabilitas menjadi sorotan sejak pria tunadaksa berinisial IWAS ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswi di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kasus itu mencuat tak lama setelah peringatan Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap 3 Desember.
Kementerian Sosial (Kemensos) mengampanyekan #SetaraBerkarya untuk memperingati Hari Disabilitas Internasional 2024. Kampanye tersebut menekankan pentingnya kesetaraan dan pemberdayaan bagi kaum difabel.
Baca juga: Inklusi Penyandang Tuli di Inklusiv Warung |
Yayasan Cahaya Mutiara Ubud merupakan 'daycare' untuk para penyandang disabilitas. Yayasan yang dikelola oleh delapan orang itu memiliki berbagai program seperti, pendidikan, kesenian, dan olahraga.
Sebanyak 40 penyandang disabilitas dari berbagai daerah di Bali bergabung di Yayasan Cahaya Mutiara Ubud. Dari jumlah itu, 20 orang di antaranya tinggal di asrama. Sebagian besar anggota adalah tuna daksa dan beberapa penyandang disabilitas lain.
Beragam kegiatan di asrama Yayasan Cahaya Mutiara Ubud, seperti bersih-bersih dan memasak, dilakukan secara mandiri oleh para difabel. Mereka dilatih agar bisa bertahan hidup.
"Di asrama, mereka diajarkan untuk mandiri, karena di rumah sering dimanjakan oleh orang tua atau mendapatkan pola didik yang kurang tepat, yang menganggap mereka tidak mampu. Di sini, mereka belajar untuk mandiri," ujar Sekretaris Yayasan Cahaya Mutiara Ubud, I Wayan Sukarmen, saat ditemui detikBali di Yayasan Cahaya Mutiara Ubud, Selasa (10/12/2024).
Sukarmen menuturkan yayasan yang didirikan pada Agustus 2014 ini diinisiasi oleh 20 penyandang disabilitas. Para pendiri mendirikan yayasan tersebut karena memiliki pengalaman yang buruk saat mengikuti organisasi yang bergerak di bidang serupa, yakni kurangnya transparansi pengelolaan anggaran dan buruknya manajemen.
Selain itu, Sukarmen melanjutkan, Yayasan Cahaya Mutiara Ubud juga didirikan untuk membantu difabel. "Kami ingin menunjukkan bahwa disabilitas juga bisa berorganisasi sendiri, karena 90 persen di sini pengurusnya disabilitas. Jadi dari disabilitas untuk disabilitas," ungkap pria berkaki kecil dan berkursi roda tersebut.
![]() |
Yayasan Cahaya Mutiara Ubud memiliki delapan ruangan untuk kamar tidur. Empat kamar putri dan empat kamar putra. Satu kamar biasanya diisi oleh 2-4 orang.
Yayasan tersebut juga mempunyai ruang galeri sendiri untuk menyimpan karya sekaligus tempat pameran. Beragam karya para penghuni seperti patung, lukisan, rajutan, hingga gelang manik-manik disimpan di sana.
Para pengunjung Yayasan Cahaya Mutiara Ubud bisa membeli hasil karya penyandang disabilitas tersebut. Yayasan akan memotong 15 persen dari kerajinan yang terjual untuk operasional yayasan. Sejumlah karya penyandang disabilitas itu juga disalurkan ke beberapa toko di Pulau Dewata.
Baca juga: Cerita Difabel Bersahaja di Piduh |
Yayasan Cahaya Mutiara Ubud juga memilki program kesenian untuk penyandang disabilitas. Mereka diajarkan fire dance, tari modern, tari Bali, menyanyi, dan teater. Mereka juga sempat tampil di Bali dan Makassar.
Selain itu, Sukarmen berujar, Yayasan Cahaya Mutiara Ubud juga mengajarkan penghuninya berolahraga seperti memanah dan angkat beban. "Kami juga ikut marathon. Tahun ini kami dapat juara 1 untuk kategori putri," tutur pria berusia 26 tahun tersebut.
Yayasan Cahaya Mutiara Ubud juga menyekolahkan para disabilitas melalui program kejar paket A dan C. Yayasan juga mencarikan beasiswa bagi mereka yang ingin bersekolah.
Sukarmen menerangkan Yayasan Cahaya Mutiara Ubud tidak memiliki donatur. Biaya operasional sebesar Rp 20 juta hingga Rp 25 juta ditutupi dari potongan penjualan karya seni dan penampilan penyandang disabilitas saat diundang menghadiri acara tertentu.
"Yayasan ini pendanaan benar-benar mandiri, jadi kami harus sering mengadakan charity dan dari orang yang berkunjung," imbuh pria asal Desa Kedisan, Bangli, itu.
Para penyandang disabilitas yang ingin tinggal di Yayasan Cahaya Mutiara Ubud tidak dipungut biaya sepeser pun alias gratis. Namun, calon penghuni asrama harus lolos seleksi masa orientasi selama 3 bulan.
Artikel ini ditulis oleh Ni Komang Nartini peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(nor/gsp)