Suku Melayu kaya akan adat istiadat dan kuliner khasnya, tak terkecuali Melayu Deli. Salah satu yang menjadi makanan khas Melayu Deli adalah kue rasidah.
Tahukah detikers? Kue ini dulunya hanya disediakan untuk keluarga kerajaan pada acara-acara tertentu. Namun seiring berjalannya waktu, kue rasidah mulai jarang dijumpai dan diperjualbelikan.
Saat ini kue rasidah bahkan hanya bisa melihat dan menikmatinya di acara-acara besar Melayu. Lantas benarkah kue ini sudah sangat langka? Apa yang membuat kue ini begitu unik dan harus dilestarikan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kali ini detikSumut telah merangkum secara lengkap mengenai kue rasidah khas Melayu. Yuk, simak ulasannya di bawah ini.
Sekilas Tentang Kue Rasidah
Dilansir dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), kue rasidah adalah kue khas masyarakat Melayu baik itu di Tamiang, Deli, Kepulauan Riau, dan Malaysia. Di setiap daerah penyebutannya berbeda-beda, ada yang menyebutnya kue rasidah, lasidah, ataupun asidah.
Dikutip dari Jurnal Pendidikan Tambusai yang berjudul "Makna Simbolik Tradisi Makan Hadap-Hadapan Pada Suku Melayu di Kota Binjai" karya Tarigan, kue rasidah adalah kue yang dibuat dari larutan tepung terigu dan gula pasir.
Kue rasidah biasanya dibuat dalam bentuk yang bermacam-macam, seperti bunga, ikan mas, bahkan guci. Kue ini merupakan makanan khas yang biasa dihidangkan saat tradisi makan nasi hadap-hadapan, yaitu salah satu prosesi pernikahan adat Melayu.
Hal yang menarik dari kue ini terdapat pada cita rasanya. Kue rasidah pada dasarnya adalah kue manis yang ditaburi bawang goreng di atasnya. Ini memberikan rasa manis dan gurih yang jarang kita jumpai pada makanan-makanan khas lainnya.
Meskipun sudah jarang ditemui, masih ada beberapa usaha di Kota Medan yang memproduksi kue rasidah. Kue tradisional ini masih banyak dibutuhkan, contohnya pada acara besar adat melayu, untuk hantaran pernikahan, hingga dijadikan buah tangan bagi para wisatawan yang berkunjung.
Bagi detikers yang tertarik ingin mencoba kue rasidah, maka bisa memesan langsung ke salah satu outlet yang menjual kue khas Medan, yaitu Mumu Butikue yang terletak di Jalan Jemadi No.237c, Pulo Brayan Darat II, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan. Toko ini menetapkan harga sebesar Rp 40 ribu untuk satu kotak yang berisi 10 buah kue rasidah.
Keunikan dan Nilai Filosofis Kue Rasidah
Kue unik satu ini sudah resmi dijadikan warisan budaya tak benda oleh Kemendikbud pada tahun 2010. Selain cita rasanya yang unik dan khas, ternyata kue rasidah juga memiliki makna filosofis tersendiri.
Siska Hasibuan selaku pemilik usaha kuliner khas Mumu Butikue yang sekaligus dosen menjelaskan bahwa kue rasidah memiliki makna perdamaian.
"Kan ada istilahnya gitu ya, tidak akan pernah bersatu minyak dengan air. Tapi kue rasidah ini hanya akan enak jika ada minyak dan air yang menyatu di dalamnya gitu. Kue ini akan sempurna jika ada komponen itu di dalamnya, Jadi buat kami ini adalah kue perdamaian," ujar Siska.
Selain menilik dari segi cita rasa dan nilai filosofisnya, bahan pembuatan kue rasidah juga dinilai unik. Berdasarkan keterangan Siska, orang Melayu Deli menggunakan minyak lembu dalam proses pembuatannya.
"Orang dulu tidak menggunakan minyak sawit tapi minyak lembu. Konon katanya minyak lembu itu susu yang dilarutkan lama sampai menjadi minyak, itulah yang digunakan untuk membuat kue rasidah," terangnya.
Proses pembuatan kue rasidah cukup sederhana, bahan-bahan yang digunakan pun tidak sulit untuk dicari. Bahan dasarnya yaitu terigu, minyak, gula, dan air. Bahan-bahan ini kemudian dicampur dan diaduk sampai kalis, kemudian dibentuk sesuai keinginan. Meskipun begitu, terdapat teknik tersendiri dalam mengaduk bahan-bahan tersebut.
Kue rasidah adalah kue tradisional yang harus dijaga kelestariannya. Melihat keberadaannya yang sekarang begitu langka, ada baiknya kita tetap menjaga warisan budaya ini agar tidak hilang.
"Daerah ini tuh, nggak sadar aja kalau kita itu butuh kue rasidah ini. Kebayang nggak sih, kalau suatu saat orang Melayu memestakan anaknya, makanan yang diangkat adalah pizza dari Italia atau makanan Korea? Mereka Jogja aja masih bisa mempertahankan gudegnya, Apa kabar Medan? Apa kabar Sumatera Utara," tutur Siska ketika ditanya terkait alasan perlunya kue rasidah dilestarikan.
Untuk itu, kita sebagai masyarakat lokal perlu menyadari betapa pentingnya peran kuliner khas ya, detikers. Semoga artikel ini bermanfaat untuk kamu.
Artikel ini ditulis Salamah Harahap, mahasiswi magang merdeka di detikcom.
(astj/astj)