Empat orang sindikat penjualan bayi di Kulon Progo, Yogyakarta ditangkap polisi. Para pelaku menjual bayi dengan modus pura-pura mengadopsi bayi dari hasil hubungan gelap.
"Jadi modus mengadopsi. Jadi para tersangka yang kita amankan modusnya dia mencari sasaran orang ibu muda yang hamil, yang tidak menginginkan dari hasil hubungan gelap," kata Kapolres Kulon Progo AKBP Wilson Bugner F Pasaribu dilansir detikJogja, Selasa (26/11/2024).
Pelaku berpura-pura menjadi sepasang suami istri dan seorang lagi berpura-pura menjadi mertua lalu mengadopsi bayi dari warga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ia (tersangka) berpura-pura menjadi sepasang suami istri dan satu tersangka menjadi mertua, yang menginginkan seorang bayi," imbuhnya.
Para tersangka tersebut berbagi peran, ada yang menjadi baby sitter, mencari pembeli bayi dan ada juga yang berperan sebagai sopir. Pelaku utama sindikat penjualan bayi tersebut, yakni MM.
"Otak pelaku yakni MM yang kita tangkap di Solo, baby sitter itu N, kemudian A sebagai pencari orang yang hendak membeli bayi tersebut, dan kemudian satu orang sebagai driver untuk mengantar bayi tersebut ke tujuan bersama baby sitter tersebut," ujarnya.
Para pelaku telah beraksi sejak setahun belakangan. Belasan bayi sudah dijual komplotan tersebut.
"Ini masih dilakukan pengembangan. Saat ini kita ungkap satu tetapi berdasarkan hasil penyelidikan dan pengembangan kita ini sudah belasan kali, dan kami akan ikuti selalu updatenya untuk kegiatan siapa yang menampung dan siapa menjual," ujar Wilson.
Mereka menjual bayi-bayi tersebut berkisar Rp 20 juta hingga Rp 40 juta untuk bayi laki-laki. Bayi perempuan dijual lebih mahal. Korban dijual ke berbagai daerah.
"Bermacam-macam. Ada yang di Jogja, ada yang di Manado, ada yang di Jawa Timur, ada yang di Jakarta, Jawa Tengah gitu. Bermacam-macam," ujarnya.
Para pelaku kini ditahan dan dijerat Pasal 83 juncto 76F undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang RI Nomor 23 yaitu tentang perlindungan anak yang telah diubah pada undang-undang RI nomor 17 tahun 2016. "Ancaman minimal tiga tahun, maksimal 15 tahun," katanya.
(nkm/nkm)