PT Universal Pharmaceutical Industies sebagai produsen Unibebi membantah ada penetapan tersangka terkait dugaan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirup mereka. Sebab, para pejabat Unibebi masih diperiksa di Balai Besar Pemasaran Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.
Kuasa Hukum Unibebi Hermansyah menjelaskan sampai saat ini tiga pejabat Unibebi masih diperiksa sebagai saksi. Di antaranya ada Direktur Boedjono Muliadi, Manajer Pabrik Suherman, dan Bendahara Sugini.
"Kita perlu luruskan soal ada yang sudah ditetapkan jadi tersangka itu. Faktanya hari ini kita pemeriksaan sebagai saksi," kata Herman saat diwawancarai, Senin (31/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga menegaskan agar pemerintah dapat segera menentukan apa yang menjadi penyebab gagal ginjal akut. Sebab, menurutnya ada beberapa kasus gagal ginjal akut bukan karena konsumsi obat sirup.
"Di daerah lain kita temukan gagal ginjal tapi tidak mengkonsumsi obat sirup. Kita juga temukan ada anak 8 bulan gagal ginjal. Sementara Unibebi ini hanya untuk anak sampai 2 tahun," jelasnya.
Herman turut menuturkan jangan sampai Indonesia menyandang status Kejadian Luar Biasa (KLB) dari WHO. Karena akan membuat Indonesia harus lock down serupa saat menghadapi pandemi COVID-19.
Dipastikannya, Unibebi bersama BPOM secepatnya mengambil sikap dengan menarik semua produk dan sudah dilaporkan ke pihak bersangkutan. Dia berjanji kliennya akan patuh atas hukum.
Herman kemudian menjelaskan perusahaan kliennya adalah industri farmasi yang sudah dibangun sejak 1975. Tenaga kerja yang ada telah mencapai 200 orang. Selain itu juga sudah membangun bangsa di bidang kesehatan anak-anak.
"Tidak mungkin dia dengan sengaja merusak. Kalau dituduhkan unsur pidana, kami berharap pemerintah bisa membuktikannya kepada kami sebagai pengusaha yang harus dilindungi harkat dan martabatnya," tambahnya.
Menurutnya, terkait unsur kesengajaan tidak seharusnya dikenakan kepada perusahaan farmasi. Akan tetapi, kepada penyedia bahan bakunya. Karena di kotak yang diberikan penyedia bahan baku tertulis obat.
"Jadi niatnya menyembuhkan bukan mencelakai. Kalau soal kelalaian kan harus dianggap sebagai tindakan yang berkelanjutan. Artinya harus diuji juga sengaja atau tidak sengaja," ungkapnya.
(afb/afb)