Hakim tunggal Pengadilan Negeri Bengkulu menolak praperadilan PR, tersangka korupsi dana replanting sawit yang baru saja dilantik jadi kepala desa di Bengkulu Utara. PR dan tiga rekannya sebelumnya ditetapkan tersangka oleh Kejati Bengkulu dana replanting kelapa sawit tahun anggaran 2019-2020 senilai Rp 21 miliar.
Dalam sidang praperadilan Hakim tunggal Dwi Purwanti menilai berdasarkan dua alat bukti, yakni berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti keempat tersangka sudah benar ditetapkan sebagai tersangka.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan alat bukti permohonan pra peradilan ditolak," kata Dwi Purwanti saat dalam persidangan, Senin (8/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai saat ini, PR masih mendekam di sel Mapolda Sumut sejak ditetapkan sebagai tersangka. Pekan lalu, dia baru saja dilantik menjadi Kepala Desa Tanjung Muara. Dia menjalani prosesi pelantikan dari balik jeruji besi.
Kuasa hukum para tersangka, Made Sukiade mengaku kecewa dengan keputusan hakim. Menurut dia, hakim salah mengambil keputusan.
"Kenapa hakim menilai menggunakan kasus pidana umum, ini kan kasus korupsi yang tidak bisa dinilai hanya menggunakan dua alat bukti, para tersangka tidak bersalah karena tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan," jelas Made, Senin (8/8/2022).
Made mengungkapkan, seseorang dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi bila sudah ada unsur kerugian negara di dalamnya. Dari keempat tersangka ini belum ditemukan adanya kerugian tersebut.
"Kenapa kita mengajukan pra peradilan karena ada kejanggalan pada kasus ini, pihak kejaksaan sudah terlalu dini menetapkan tersangka, karena hingga saat ini belum ada hitungan berapa kerugian negaranya," papar Made.
Selain itu kata Made, baik tersangka dari kelompok tani ataupun PR sebagai Kepala desa tidak memiliki wewenang dalam pencairan uang, karena program replanting ini dilakukan pihak ketiga atau kontraktor.
"Mekanisme pencairannya dana replanting ini, pihak kelompok tani mengusulkan penerima bantuan dan meminta pihak ketiga mengerjakan replanting yang masing-masing per hektar dibiayai senilai Rp 30 juta perhektar dan setiap satu kepala keluarga hanya boleh mengajukan sebanyak 4 hektar, " tegas Made.
Sistem pencairannya pun lanjut Made, diajukan ke pihak ketiga kemudian ke Badan Pengelolah Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk dilakukan verifikasi dan kemudian diajukan ke pihak bank penerima anggaran dan kemudian di cairkan oleh pihak ketiga sebagai kontraktor pengerjaan replanting.
"Jadi para tersangka ini tidak mengelolah keuangannya, memang dana tersebut masuk ke rekening kelompok tani, tapi tidak bisa dicairkan langsung oleh kelompok tani karena harus berdasarkan rekomendasi pihak terkait," sebut Made.
Diketahui Kelompok Tani Rindang Jaya menerima program replanting atau peremajaan sawit sebanyak 708 hektar dengan senilai dana Rp 21 miliar. Namun dalam pengerjaannya, jaksa mendapati sejumlah kejanggalan.
Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Heri Jerman mengatakan, telah memiliki 2 alat bukti kuat perihal penetapan empat tersangka dugaan korupsi replanting sawit bengkulu utara 2019 - 2020 lalu.
Dari hasil penyidikan, modus yang dilakukan para tersangka yakni dengan sengaja memalsukan sejumlah dokumen penerima bantuan program replanting sawit, antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP) penerima bantuan bukan pemilik asli kebun sawit dan ada juga penerima bantuan yang ternyata sudah dinyatakan meninggal dunia.
"Bahkan penggunaan dana bukan untuk kebun sawit tetapi realisasinya untuk replanting tanaman karet, tanaman jeruk hingga membeli tanah milik Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan," tegas Heri.
Dia menjelaskan, para tersangka diduga memanipulasi identitas warga setempat untuk mendapatkan bantuan dana replanting sawit. Banyak dokumen warga yang dipalsukan mereka.
Akibatnya, sebagian besar penerima dana replanting di sana diduga palsu. Bahkan ada yang digunakan bukan untuk peremajaan kebun sawit.
(dpw/dpw)