Cerita Makam Keramat Datuk Kota Bangun

Sumut Legenda

Cerita Makam Keramat Datuk Kota Bangun

Goklas Wisely - detikSumut
Sabtu, 11 Nov 2023 19:30 WIB
Makam Datuk Kota Bangun di Gang Keluarga II, Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan. (Goklas Wisely/detikSumut).
Makam Datuk Kota Bangun di Gang Keluarga II, Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan. (Goklas Wisely/detikSumut).
Medan -

Makam Datuk Kota Bangun adalah salah satu tempat keramat yang berada di Gang Keluarga II, Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan. Makam ini disebut sebagai tempat peristirahatan seorang penyebar agama Islam di Kota Medan, yakni Syeikh Syaid Muhammad Ibnu Attahir Al-Jufri.

Beberapa waktu lalu detikSumut mendatangi tempat ini. Di lokasi ada penanda yang memuat informasi bahwa makam Datuk Kota Bangun ini adlaah situs bersejarah.

Makam ini merupakan objek cagar budaya dan tertera nama Kepala Dinas Kebudayaan Kota Medan, di masa itu, Drs OK Zulfi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Makam ini memiliki nuansa paduan warna hijau dan kuning. Makam yang berbentuk persegi panjang itu pun terlihat dipenuhi bebatuan.

Tepat di sebelah makam itu, ada rumah seorang warga yang di depannya terdapat warung. Asiah (52) adalah ibu rumah tangga yang tinggal di rumah tersebut.

ADVERTISEMENT

Saat ditemui, ia sedang berbincang-bincang dengan para ibu lainnya yang merupakan warga sekitar. Asiah mengaku sebagai orang yang sejak lahir telah tinggal di daerah makam tersebut.

Oleh karena itu, sedikit banyaknya, ia mendapati cerita rakyat secara lisan soal makam hingga kisah Datuk Kota Bangun.

Masih diingatnya sewaktu kecil, makam itu dikenal sangat keramat. Setiap orang yang ingin melewati makam itu pasti mengucapkan sesuatu agar terhindar dari hal buruk yang kemungkinan terjadi ke depan.

"Kata-katanya begini, 'Dabi datuk, dabi keramat, kumpalah anak cucu-cucu kami yang lewat di sini.' Nah, setelah itu diucapkan nanti ada sambutan dengan suara bunyi di atas genteng, kretek kerek begitu lah. Baru lah kami berani lewat sini," ungkapnya.

Selain itu, ia menjelaskan ada pengalaman magis yang sebetulnya pernah didapati keluarganya saat perdana bertempat tinggal di dekat makam tersebut. Rumah ibunya kala itu baru selesai dibangun. Kakaknya pun mulai memindahkan beberapa barang ke rumah yang akan ditempati.

"Jadi sempat lah kakakku meletakkan barang di makam itu. Singkat cerita, saat itu dia mengandung dan saat anaknya lahir ada benjolan besar di kepala. Sempat mau dioperasi. Tapi mama datang ke makam dan meminta pengampunan. Terakhir, kepala anak kakakku itu sembuh dengan sendirinya," sebutnya.

Di samping itu, ia membenarkan bahwa batu yang ada di atas makam lambat laun semakin membesar. Menurutnya, dahulu batu di makam itu jenis koral tetapi kini telah berubah menjadi batu apung. Selain itu, kadang kala bebatuan itu tiba-tiba meninggi.

"Terkadang batu itu juga tiba-tiba tinggi dan tiba-tiba rendah. Masyarakat di sini menyakini, saat batu itu tinggi, maka kami bersyukur berarti rejeki kami baik," ucapnya.

Sosok Datuk Kota Bangun di Mata Warga Sekitar

Prasasti Makam Datuk Kota Bangun di Gang Keluarga II, Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan. (Goklas Wisely/detikSumut).Prasasti Makam Datuk Kota Bangun di Gang Keluarga II, Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan. (Goklas Wisely/detikSumut).

Asiah menuturkan warga setempat menyakini bahwa orang yang dikuburkan di makam itu sebagai pendiri kampung. Ada pun dari cerita rakyat, dahulu kala ada seorang musafir dari Tanah Karo yang ke lokasi karena kehabisan bekal.

Para musafir ini pun meminta air kelapa kepada Datuk Kota Bangun. Saat itu, Datuk ingin memberikan satu buah kelapa tetapi para musafir meminta satu janjang. Datuk ini mengabulkan permintaannya dengan catatan kalau tidak habis maka kelapa itu harus diletakkan ke tempat semula.

"Musafir karo ini mengiyakan. Karena mereka sudah haus juga. Ketika diminum satu air kelapa itu, ternyata airnya tidak habis-habis. Kemudian para musafir itu takhluk dan berjanji untuk pindah keyakinan serta minta pulang ke kampung halaman untuk meminta izin kepada keluargannya," sebutnya.

Seiring berjalannya waktu, para musafir tidak menepati janji hingga salah satu dari mereka jatuh sakit. Lalu, dibawa lah seorang musafir itu ke orang pintar seperti tabib atau pun ustaz di daerah Karo. Dari situ, si musafir mendapati apa yang didapatinya bukan penyakit tetapi dampak dari pengingkaran janji.

Alhasil, teringat lah mereka pada janji kepada Datuk Kota Bangun. Sehabis itu, bergegas lah para musafir ini untuk kembali ke Tanah Deli untuk menepati janji. Tiba di lokasi, para musafir mendapati Datuk Kota Bangun telah meninggal dunia.

"Di situ lah, musafir ini memanggil, 'Datuk kami datang, bangun lah tok, kami datang untuk menepati janji.' Para musafir ini marga Bangun. Makanya terakhir daerah ini dinamakan Kota Bangun," ungkapnya.

Sosok Datuk Kota Bangun di Mata Sejarawan

Sejarawan Kota Medan Ichwan Azhari mengatakan Datuk Kota Bangun adalah salah satu tokoh penting di Kota Medan. Datuk Kota Bangun lah yang mengalahkan bahkan mensyahadatkan Guru Patimpus.

"Saat Datuk Kota Bangun ada, Kota Medan sudah sangat kosmopolitian. Banyak tokoh-tokoh, banyak peniaga meramaikan jalur sepanjang Sungai Deli untuk berdagang," kata Ichwan kepada detikSumut.

Akademisi dari Universitas Negeri Medan (Unimed) ini menyampaikan suatu waktu ketenaran nama Datuk Kota Bangun kedengaran oleh Guru Patimpus yang saat itu berada di daerah pegunungan Karo.

Datuk Kota Bangun disebut-sebut sebagai orang sakti. Berangkat dari Informasi itu, Guru Patimpus dengan rombongannya, para pengawalnya, berkeinginan untuk menantang.

Kala itu, Guru Patimpus mengatakan, seandainya Datuk Kota Bangun kalah maka harus masuk ke dalam kepercayaan tradisionalnya.

Namun jika Datuk Kota Bangun menang dalam pertarungan, maka Guru Patimpus lah yang akan masuk Islam. Ujungnya, Guru Patimpus pun mendapati kekalahan.

"Ini semua dikisahkan di dalam Riwayat Hamparan Perak yang merupakan satu satunya sumber untuk menjelaskan keberadaan Guru Patimpus oleh Panita Penyusun Hari Jadi Kota Medan di awal tahun 1970-an," sebutnya.

Meski kalah, Guru Patimpus pun diberikan areal di Sei Kambing untuk tempat menetap oleh Datuk Kota Bangun. Seiring berjalannya waktu, menurut Ichwan, ketenaran Datuk Kota Bangun meredup sedangkan nama Guru Patimpus semakin dikenal masyarakat luas.

"Demikian, kita tidak boleh lupa dengan sejarah. Bahwa ada Datuk Kota Bangun yang tidak hanya legendaris tapi merupakan tokoh spiritual. Sampai saat ini, makamnya dimuliakan tapi namanya seakan akan hilang dalam sejarah kota Medan," tutupnya.




(astj/astj)


Hide Ads