Cerita Meriam Puntung, Saksi Ditolaknya Cinta Raja Aceh Oleh Putri Hijau

Sumut Legend

Cerita Meriam Puntung, Saksi Ditolaknya Cinta Raja Aceh Oleh Putri Hijau

Finta Rahyuni - detikSumut
Sabtu, 04 Nov 2023 11:24 WIB
Pemandu wisata Istana Maimun Syarifah menjelaskan tentang Meriam Puntung. (Finta Rahyuni/detikSumut)
Foto: Meram puntung yang terletak di Istana Maimun Medan. (Finta Rahyuni/detikSumut)
Medan -

"Mambang Khayali menyatulah sukma atau kekuatannya ke meriam ini. Lalu ditembakkan ke arah pasukan Aceh yang ingin menyerang. Terus menerus ditembakkan, akhirnya meriamnya panas, patah dan puntung," begitulah kata Syarifah, seorang pemandu saat memberikan penjelasan kepada pengunjung terkait asal muasal meriam puntung yang berada di Istana Maimun.

Meriam puntung ini berada di dalam sebuah rumah kecil tepat di sisi kanan halaman Istana Maimun. Rumah itu berbentuk rumah tradisional Karo dengan nuansa warna hijau kuning khas Melayu.

Di dalam rumah itu, meriam ini diletakkan seperti di atas sebuah singgasana berbentuk rumah, tetapi dengan ukuran yang lebih kecil. Dinamakan puntung karena memang meriam ini bentuknya buntung atau tidak sempurna.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di atasnya diletakkan taburan bunga sebagai hiasan. Ada juga sebuah mangkuk berisi air yang diletakkan di dekat bagian meriam yang pecah. Konon, air itu diletakkan untuk memberikan hawa dingin ke meriam.

Syarifah bercerita peperangan antara Kerajaan Haru dan Kerajaan Aceh itu terjadi pada tahun 1612. Dulunya Kerajaan Haru itu terletak di Deli Tua. Ada tiga orang anak raja saat itu, yakni Mambang Yazid, Puteri Hijau dan Mambang Khayali atau mambang Sakti.

ADVERTISEMENT

Peperangan itu terjadi karena pinangan Raja Aceh Sultan Iskandar Muda ditolak oleh Puteri Hijau. Sultan Aceh pun mengirimkan pasukan untuk menggempur Kerajaan Haru.

Untuk melindungi kakaknya, Mambang Khayali menjelma menjadi meriam dan menyerang pasukan Aceh. Namun, karena terus menerus mengeluarkan tembakan, meriam menjadi panas hingga terbelah dua. Konon katanya pecahan meriam itu terbang jauh ke Desa Suka Nalu, Kabupaten Karo.

"Jadi, larasnya terpentalnya ke Suka Nalu, dataran tinggi di Karo. Posisinya udah patah, terbelah dua," kata Syarifah saat diwawancarai beberapa waktu lalu.

Dalam peperangan itu, lanjut Syarifah bercerita, Kerajaan Haru mengalami kekalahan. Jumlah prajurit Aceh yang cukup banyak, membuat kerajaan itu tidak sanggup menandinginya.

Pemandu wisata Istana Maimun Syarifah menjelaskan tentang Meriam Puntung. (Finta Rahyuni/detikSumut)Pemandu wisata Istana Maimun Syarifah menjelaskan tentang Meriam Puntung. (Finta Rahyuni/detikSumut) Foto: Pemandu wisata Istana Maimun Syarifah menjelaskan tentang Meriam Puntung. (Finta Rahyuni/detikSumut)

Akibat kekalahan itu, Puteri Hijau dibawa oleh Sultan Aceh. Namun, sebelum dibawa, Puteri Hijau meminta Sultan Aceh untuk menyiapkan keranda kaca, bertih dan telur. Permintaan itu pun dituruti Sultan Aceh.

Sultan Aceh pun membawa Puteri Hijau. Konon katanya, rombongan Sultan Aceh itu berlayar melalui aliran sungai Deli. Sepanjang perjalanan, Puteri Hijau berada di dalam keranda kaca itu.

Setibanya di pinggiran pantai sekitaran Aceh Utara, Puteri Hijau mengajukan permohonan keduanya. Puteri meminta Sultan Aceh memerintahkan rakyat Aceh untuk melemparkan sebutir telur dan segenggam bertih ke laut.

Permintaan itu pun lagi-lagi dituruti oleh sultan. Dia lalu memerintahkan menterinya untuk menyampaikan itu kepada rakyat.

Tak lama, hujan disertai angin kencang turun. Ombak pun membesar. Lalu, dari dalam laut muncullah seekor naga raksasa yang disebut merupakan jelmaan Mambang Yazid, abang Puteri Hijau. Kemunculan naga itu membuat kapal-kapal rombongan Sultan Aceh terombang-ambing hingga berpatahan.

"Di situlah diambilnya si Puteri tadi, dibenamkannya ke dasar lautan bersama dirinya. Jadi Putri hilangnya atau raibnya di lautan sana," jelas Syarifah.

Usai Kerajaan Haru takluk, kerjaan itu lalu diambil alih Panglima Gocah Pahlawan. Gocah merupakan salah satu panglima perang dari pusat pemerintahan Kerajaan Aceh yang dikirim oleh Sultan Iskandar Muda untuk menjadi wakil Aceh di wilayah Kerajaan Haru yang telah ditaklukkan.

Lalu, Kerajaan Haru berubah menjadi Kesultanan Deli. Namun, selang beberapa waktu, kerajaan itu berpisah dari Kerajaan Aceh.

Baca selengkapnya tentang Misteri Suara Meriam Puntung di halaman berikutnya...

Misteri Suara dari Meriam Puntung

Di bagian ujung meriam puntung itu terdapat sebuah lubang. Konon, ada suara-suara aneh yang terdengar dari ke lubang itu. Beberapa pengunjung mengaku pernah mendengar suara air terjun dan suara kuda.

detikSumut mencoba untuk mendekatkan telinga ke lubang meriam itu. Saat didekatkan, memang ada suara yang terdengar. Suara itu seperti suara sedang berada di dalam gua.

Seorang pengunjung bernama Arif mengaku juga mendengar suara-suara dari dalam meriam itu. Arif menjelaskan suara itu seperti suara air mengalir.

Namun, dia mengaku ada atau tidaknya hal mistis terkait itu tergantung kepercayaan setiap orang saja.

"Emang ada suara, suara air mengalir gitu sama suara angin. (Yakin atau tidak) tergantung kepercayaan saja, tapi memang tadi suaranya terdengar ada," jelasnya.

Penjelasan Sejarawan

Sejarawan Muda Kota Medan M Aziz Rizky Lubis mengatakan hal itu hanyalah cerita rakyat yang belakangan diyakini oleh masyarakat sebagai suatu kisah nyata. Menurutnya, ada hal-hal yang mustahil terjadi dalam cerita itu, seperti pecahan meriam yang terbang hingga ke Kabupaten Karo. Sebab, jarak dari Deli Tua ke Karo itu sangatlah jauh.

"Itu kan cerita yang kemudian bagian dari mitos lalu kita anggap sebagai suatu kebenaran. Memang, kalau kita pikir-pikir dan kita logikakan jarak antara pertempuran di wilayah Deli Tua kemudian ke Karo itu kan jaraknya berapa kilo (km), jauh. Jadi, kalau misalnya, dia berubah jadi meriam, karena menembakkan bola meriam itu, panas dan pecah. Memang kalau logikanya terus-terusan ditembak pasti begitu (panas), cuman tidaklah lah sampai ke Karo," kata Aziz.

"Kemudian satu saudara (Putri Hijau) berubah jadi naga. Ini adalah cerita rakyat yang kemudian menghiasi sejarah dari Kerajaan Haru dan Deli sendiri," sambungnya.

Aziz mengaku pada abad ke-15 hingga abad ke-19 memang banyak cerita-cerita rakyat yang dihiasi dengan hal-hal mistis. Aziz mencontohkan soal kisah-kisah wali songo dan Raja Sisingamangaraja.

"Memang di tahun-tahun segitu, abad 15 abad ke-19 ceritanya akan hal-hal seperti itu, tidak hanya di Deli, tapi di tempat lain juga begitu. Misalnya cerita wali songo dengan kewaliannya dia bisa begini begitu. Kemudiaan juga di wilayah Toba ada Sisingamangaraja yang muncul air terjun ketika dia mengetokkan tongkatnya," ujarnya.

Dosen Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara (USU) itu mengaku keyakinan masyarakat akan cerita-cerita seperti itu juga tidak bisa disalahkan. Menurutnya, yakin atau tidaknya terhadap sebuah cerita itu tergantung kepada masing-masing orang.

"Kita tidak bisa menyalahkan, sah-sah saja karena di Indonesia sendiri kalau tidak ada cerita-cerita rakyat yang seperti itu tentu tempat tersebut tidak menarik, terkesan monoton. Cuma ya kembali lagi, orang percaya akan hal itu silakan, bagi yang tidak percaya dan menganggap itu sebagai satu hiburan, silakan, tidak dipaksa juga kita untuk meyakini percaya itu," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Heboh Kondisi Kandang Medan Zoo Viral Tak Terawat"
[Gambas:Video 20detik]
(nkm/nkm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads