Berdasarkan hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa eceng gondok (eichhornia crassipes) dapat diolah menjadi bioethanol melalui proses fermentasi. Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan berpotensi menjadi energi terbarukan.
Hal ini sejalan dengan upaya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengatasi permasalahan lingkungan.
Selama ini eceng gondok yang tumbuh dengan cepat di perairan tawar, seperti danau dan sungai, sering kali dianggap mengganggu ekosistem dan kegiatan masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari halaman resmi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Timur Menggunakan eceng gondok sebagai bahan kerajinan memang sudah umum. Namun, siapa sangka bahwa eceng gondok juga bisa dijadikan bahan baku untuk menghasilkan energi.
Baca juga: Mengenal Jenis Mobil Berdasarkan Fungsinya |
Nah detikers mau lebih tau lagi selanjutnya tentang eceng gondok, yuk simak di bawah ini!
Β· Proses
Dimulai dengan mengikat potongan eceng gondok dan mengemasnya dengan rapi. Pertama, eceng gondok dikeringkan di bawah sinar matahari, kemudian direbus dan ditiriskan. Selanjutnya, eceng gondok tersebut dicampur dengan jamur ketapang.
Β· Pengolahan
Untuk mengolah eceng gondok menjadi briket biomassa, terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan:
1. Eceng gondok dipotong kecil-kecil seukuran ruas jari, kemudian dijemur selama tiga hari hingga kering. Jika cuaca mendung, penjemuran bisa memakan waktu hingga lima hari.
2. Selanjutnya, cacahan eceng gondok dicampur dengan larutan kanji sebagai perekat, dengan perbandingan 80:20. Kanji berfungsi untuk menyatukan partikel-partikel dan memadatkan sebelum dibentuk menjadi briket.
3. Proses pencampuran dilakukan ketika kanji masih berbentuk tepung agar tidak menggumpal. Kanji ditaburkan di atas cacahan eceng gondok, kemudian ditambahkan air secukupnya.
4. Campuran ini dibentuk bulat seukuran bola bakso, dengan cara diremas menggunakan tangan atau alat pres briket. Setelah terbentuk, briket dikeringkan lagi dengan dijemur selama tiga hari.
5. Tahap berikutnya adalah karbonisasi. Proses ini penting untuk menghasilkan struktur rantai karbon yang lebih panjang pada briket eceng gondok. Semakin panjang rantai karbon, semakin baik kualitas pembakaran briket tersebut, yang menjadi lebih bersih dan menghasilkan panas yang optimal. Selama proses ini, kaleng harus hampir tertutup rapat, tetapi pada bagian atas diberi lubang berdiameter sekitar 4 cm, agar oksigen bisa masuk dan mendukung terjadinya pembakaran.
6. Dengan kondisi kaleng yang hampir tertutup, asap pembakaran akan terakumulasi, yang dapat meningkatkan kadar karbon pada briket. Setelah melalui proses karbonisasi, briket eceng gondok siap digunakan.
Namun, tantangan masih ada. Salah satunya adalah optimalisasi proses konversi eceng gondok menjadi bioetanol agar lebih efisien dan ekonomis untuk produksi massal.
Meski demikian, para ahli optimis bahwa dengan dukungan dari pemerintah dan peningkatan teknologi, eceng gondok dapat menjadi salah satu solusi bahan bakar alternatif yang berkelanjutan.
Pemanfaatan eceng gondok sebagai bioetanol ini memberikan manfaat ganda: selain mengurangi dampak negatif dari penyebaran gulma air, juga memberikan alternatif energi yang lebih ramah lingkungan di tengah krisis energi yang semakin nyata.
Ini adalah langkah penting dalam menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi Indonesia.
Jadi detikers dengan perkembangan ini, diharapkan lebih banyak wilayah yang terdampak oleh eceng gondok dapat mengadopsi teknologi ini dan menjadikannya sebagai bagian dari solusi energi terbarukan di masa depan.
Artikel ini ditulis Ahmad Zacky Parinduri, mahasiswa magang bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(astj/astj)