Petani di Desa Jambean Kidul, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati menggunakan pupuk organik dari tanaman eceng gondok. Disebutkan hasilnya lebih bagus dibandingkan memakai pupuk kimia.
Pupuk tersebut dibuat dibuat oleh Jaringan Masyarakat Peduli Sungai Juwana. Mereka membuat pupuk organik ini dari tanaman eceng gondok. Banyaknya eceng gondok di Sungai membuat mereka untuk mengolah menjadi pupuk organik bagi tanaman padi.
Komunitas Jaringan Masyarakat Peduli Sungai Juwana, Ali Mustofa, mengatakan pupuk organik yang digunakan Kamelan petani Jambean Kidul ini dari eceng gondok. Karena banyakan tanaman eceng gondok lalu diolah menjadi pupuk yang bermanfaat bagi petani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pupuk terbuat dari eceng gondok. Kita mengambil tanaman eceng gondok yang ada di Sungai Juwana kita proses untuk menjadi asam humat. Versinya ada dua serbuk dan cair," jelas Ali kepada detikJateng, Sabtu (5/7/2025).
Dia mengatakan pupuk ini menggunakan asam humat yang bertujuan untuk menutrisi dan memproduksi unsur hara pada tanah. Sekaligus mengikat unsur hara dalam tanah agar tidak larut terbawa oleh air.
"Sehingga tanah semakin subur, nutrisi semakin melimpah, sehingga meningkatkan produksi daripada padi yang sedang ditanam. Sehingga, biaya semakin rendah karena tanaman semakin kuat dan tahan terhadap penyakit," terangnya.
Pupuk ini, kata dia, telah diproduksi untuk petani di wilayah Jambean, Gabus dan Pati Kota. Hasilnya kualitas tanaman padi lebih bagus dan banyak dibandingkan dengan pupuk kimia.
"Perbandingan sifatnya berbeda dengan pupuk kimia. Pupuk organik yang kita produksi ini perbandingan sangat jauh. Karena sekali pakai asam humat tanah semakin subur," terang dia.
![]() |
Pupuk ini dibuat dua versi, yakni cair dan serbuk. Harganya mulai Rp 25 ribu setiap 5 liternya. Tak ayal pupuk ini diklaim lebih murah daripada kimia.
"Jadi cukup satu tangki, sangat hemat sekali dan lanjutan kita membuat formulasi, sangat olah tanam micro bakteri agar jerami yang ada di sawah terurai dengan cepat jadi pupuk juga," tutur Ali Mustofa.
Salah satu pengguna pupuk eceng gondok itu adalah Kamelan, petani warga Desa Jambean Kidul. Hari ini, Kamelan memanen padi di sawahnya. Selama dua tahun terakhir, dia memakai pupuk organik untuk merawat tanaman padi. Hasilnya lebih bagus daripada menggunakan pupuk kimia atau anorganik.
"Penggunaan pupuk organik ini sudah 2 tahun ini. Sering pakai pupuk organik," ungkapnya.
Kamelan mengatakan sejak beberapa tahun ini setiap musim tanam memilih menggunakan pupuk organik daripada kimia. Sebab pupuk organik lebih murah dan biayanya tidak mahal. Apalagi pupuk organik ramah dengan lingkungan.
"Memang ada penghematan di biaya produksi. Terus selanjutnya ada peningkatan masa panen. Di samping itu juga karena pupuk yang diberikan organik itu akan ramah dengan lingkungan, dia menimbulkan kesuburan alami dari tanahnya," kata Kamelan kepada detikJateng ditemui di sawahnya Desa Jambean Kidul, Sabtu (5/7).
Kamelan mengatakan setiap panen dengan menggunakan pupuk organik bisa mendapatkan 10 ton dari 1 hektare sawahnya. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan tanaman padi menggunakan pupuk kimia.
"Berdasarkan hasil pupuk organik ini di atas 15 persen dibandingkan dengan pupuk kimia murni. Secara riil bisa mendapatkan 10 ton dalam satu hektare. Kalau dulu 8 ton satu hektare," jelasnya.
Terkait biaya menggunakan pupuk organik, Kamelan mengungkapkan lebih murah. Selain itu juga mudah didapatkan dan tidak sulit di lingkungan petani.
"Ini juga bisa menghemat. Secara nominal belum bisa menghitung tetapi secara persentase ada penurunan biaya 10 sampai 20 persen," jelasnya.
Hasil panen musim ini Kamelan bersyukur karena mendapatkan gabah yang cukup banyak. Terlebih harga gabah kering mengalami kenaikan dibandingkan hari biasanya.
"Harga gabah untuk saat ini bagus. Karena di atas Rp 7 ribu per kilo," ucapnya.
(apu/apu)