Wanita berpakaian seksi dengan dandanan mencolok berdiri di pinggiran jalan sambil memperlihatkan senyum manisnya ke laki-laki yang lalu lalang di sekitarnya. Perempuan-perempuan muda itu juga menunjukkan gerakan tubuh untuk menarik perhatian.
Mereka berdiri di depan pintu masuk hotel, ada juga yang duduk di bangku depan hotel. Tidak jarang, sambil menunggu laki- laki yang menyapanya, mereka menghisap sebatang rokok dan mengeluarkan asapnya dengan sedikit mendongakkan kepala ke atas, sehingga asap rokok mengepul ke udara.
Begitulah kondisi Jalan Nibung Raya di Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan di tahun 1980-an sebagaimana diceritakan Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Budi Agustono. Budi menceritakan lokasi itu dulunya menjadi pusat prostitusi terbesar di Kota Medan. Di lokasi itu, ada hotel-hotel dan juga tempat hiburan malam yang cukup sering disinggahi orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya (pusat prostitusi). Jadi, di tahun 80 an, 90-an memang Jalan Nibung itu terkenal itu," kata Budi kepada detikSumut baru-baru ini.
Budi mengatakan wanita-wanita itu sudah menunggu pelanggan sejak siang hingga ke malam hari. Hal ini tentu berbeda dengan 'wanita malam' sekarang yang mayoritas beraksi di malam hari.
Wanita-wanita itu ada yang menunggu di Jalan Nibung, ada juga di dekat Medan Plaza Jalan Iskandar Muda, mal yang cukup terkenal kala itu. Di parkiran mal ini, banyak wanita-wanita berpakaian seksi yang juga "menjajakan" dirinya.
Ada laki-laki yang menggunakan mobil dan sepeda motor yang akan mendekati para wanita-wanita itu untuk transaksi seksual. Setelah bertransaksi, nantinya mereka akan bergeser ke hotel-hotel di Jalan Nibung. Untuk diketahui, lokasi Medan Plaza dan Jalan Nibung ini berdekatan.
"Mereka misalnya pada waktu itu bertransaksi pakai mobil, sepeda motor. Lalu kemudian dibawalah misalnya ke Jalan Nibung, karena pada waktu itu tempat yang paling dekat untuk melakukan transaksi seksual di Jalan Nibung," kata Budi.
Budi menjelaskan saat itu Pasar Petisah yang berada di dekat Jalan Nibung dan Medan Plaza itu memang menjadi salah pusat perbelanjaan. Masyarakat Kota Medan maupun dari luar daerah banyak berbelanja ke pasar itu.
Sebelum pulang ke daerahnya, banyak laki-laki yang memilih untuk bersenang-senang ke tempat hiburan malam atau dengan wanita-wanita di Jalan Nibung itu.
"Banyak sekali yang didatangi orang muda dari mana pun yang kebetulan ke Medan, yang mencari hiburan lalu kemudian kencan di situ. Jadi, begitu juga dengan orang yang belanja ke Petisah, singgah di Jalan Nibung. Apalagi di malam hari itu saya rasa cukup ramai sekali, hampir setiap malam apalagi malam Sabtu, malam Minggu itu banyak, hotel itu selalu penuh," ujarnya.
Budi mengatakan saat itu memang cukup ramai transaksi seksual di daerah Nibung itu. Bahkan, transaksi itu terang-terangan dilakukan pada siang hari. Menurutnya, ramainya prostitusi di daerah menjadi bagian dari fenomena kehidupan perkotaan.
"Saya kira itu Fenomena urban, fenomena kota yang terjadi di Medan di sekitar tahun 80-an. Saya kira Nibung di tahun 80-an itu pun sudah biasa, dan itu menjadi hiburan pada waktu itu, mencari kenikmatan, menghabiskan uang, mencari kesenangan di Jalan Nibung itu, saya kira itu fenomena sosial, fenomena kota," ujarnya.
Budi mengatakan prostitusi di daerah itu memang tidak legal. Namun, menurutnya saat itu tindakan dari pemerintah maupun kontrol sosial dari masyarakat belum masif. Hal itulah yang memuat prostitusi di daerah itu menjamur.
Baca selengkapnya di halaman berikut...
Namun, kejayaan prostitusi di Jalan Nibung itu tidak bertahan lama. Pada tahun 2000, prostitusi di daerah itu mulai redup. Hal itu diakibatkan oleh beberapa hal, salah satunya karena mulai tumbuhnya bisnis mobil di Jalan Nibung Raya itu. Bisnis mobil itu berjalan hingga sekarang.
Bisnis mobil yang hampir berada di depan-depan pertokoan itu membuat sejumlah orang yang ingin bermain dengan wanita-wanita 'bayaran' itu merasa risih karena lokasinya ramai.
"Bisnis yang seperti ini kan itu kan tidak bisa dilakukan secara terbuka, apalagi kebijakan pemerintah kota tidak lagi bebas seperti dulu, ada kontrol publik. Mulailah berkurang popularitas di Jalan Nibung, terutama setelah bisnis mobil bertumbuhan di jalan itu sehingga ini kan menghalangi, sehingga orang kalau ke situ siang hari mempertimbangkan faktor kenyamanan juga kan, karena sudah ramai, kalau dulu kan masih sedikit jadi bisa kapan saja," kata Budi.
Sejak saat itu, sebutnya, prostitusi itu mulai bergeser dari Jalan Nibung Raya ke jalan-jalan yang ada di daerah itu seperti Jalan Iskandar Muda dan Jalan Gajah Mada. Sejauh ini, prostitusi itu masih berjalan, tetapi hanya di malam hari hingga pagi.
"Jadi, juga kita bisa lihat begitu berkurang pada waktu itu muncullah gejala misalnya banyak perempuan yang berdiri di Jalan Iskandar Muda, setelah misalnya Jalan Nibung itu tidak lagi beroperasi seperti masa masa sebelumnya. Jadi, mereka itu di sepanjang Jalan Gajah Mada dan Iskandar Muda pada malam hari sampai jam 5 pagi itu masih ada yang perempuan yang berdiri di situ mencari pelanggan. Itu juga saya kira menjadi dampak dari popularitas Jalan Nibung menurun, kemudian masuk ke jalan Iskandar Muda dan Gajah Mada," pungkasnya.
detikSumut juga mencoba melintas di Jalan Nibung Raya itu. Saat ini, di lokasi itu memang masih menjadi tempat jual-beli mobil. Hampir di depan rumah toko (ruko) sepanjang Jalan Nibung Raya itu berjejer mobil yang akan dijual.
Terlihat juga ada beberapa warga yang tampak sedang bertransaksi di jual beli mobil di sepanjang pinggiran jalan itu.
Simak Video "Video Polisi Setop Kasus Tudingan Prostitusi Ju Haknyeon: Tak Cukup Bukti"
[Gambas:Video 20detik]
(afb/afb)