Membuat hiasan dari lampu colok saat Ramadan merupakan sebuah tradisi masyarakat di Riau. Secara turun-temurun tradisi lampu colok digelar saat malam 27 Ramadan.
Bagi masyarakat Riau, tradisi lampu colok memiliki nilai agamis, gotong royong dan rasa kebersamaan. Bahkan saat ini lampu colok yang biasa dipasang berjejer di jalan mulai dimodifikasi.
Terlihat ribuan lampu colok dibuat dengan berbagai model. Ada berbentuk miniatur masjid, lafaz Allah, ayat suci Al-quran dan simbol-sombol Islam lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ribuan lampu dari kaleng bekas dibuat di atas bingkai berupa menara kayu berdiri tegak kokoh. Tingginya mencapai belasan hingga puluhan meter menjulang ke atas.
Malam ini lampu yang dibuat dari kaleng bekas minuman ringan bersoda berjajar. Sumbu dibuat dari kain khusus dengan bahan bakar minyak tanah ataupun solar.
Sementara colok merujuk pada cara unik menyalakan lampu dengan menggunakan tongkat kayu atau bambu yang menyala di ujungnya. 'Colok' begitulah cara warga setempat menyalakan lampu kaleng itu.
Untuk menjaga tradisi unik agar tetap ada, Pemerintah Provinsi Riau melaksanakan Festival Lampu Colok Kreatif. Gubernur Riau Syamsuar menilai Festival Lampu Colok sekaligus untuk menyemarakan bulan suci Ramadan dan menyambut hari raya Idul Fitri 1443 H.
Khusus di halaman rumah dinas Syamsuar, terlihat ada 2.500 lampu colok dinyalakan. Termasuk sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Riau dan kelurahan juga melakukan hal serupa.
"Alhamdulillah malam ini lampu colok telah dinyalakan, ini adalah budaya masa dahulu. Lampu colok telah masuk ke dalam daftar warisan budaya tak benda nasional," ucap Syamsuar, Kamis (28/4/2022) malam.
Syamsuar menilai festival lampu colok itu untuk melestarikan budaya yang identik dengan ciri khas Melayu. Lewat festival, masyarakat akan berlomba buat hiasan di titik lampu colok.
"Dengan diadakannya perlombaan Festival Lampu Colok ini, semoga nantinya tumbuh anak-anak kreatif dalam membudayakan dan melestarikan lampu colok di bumi Riau kita ini," tuturnya.
Lampu colok di halaman rumah dinas Gubernur Riau menjadi daya pikat bagi warga yang melintas di Jalan Diponegoro Pekanbaru.
Seorang warga, Rizan mendukung langkah Pemprov Riau. Sebab dahulu di setiap malam 27 Ramadan festival lampu colok rutin digelar dan diperlombakan antar kecamatan dan selalu hadir di setiap sudut Kota Pekanbaru.
Namun, belakangan tradisi ini seolah mulai meredup. Pandemi COVID-19 dan besarnya anggaran yang dibutuhkan menjadi salah satu alasan tradisi unik tersebut tak digelar lagi.
"Semoga ke depannya kegiatan tradisi Melayu ini bisa rutin diadakan setiap tahun di malam 27 Ramadan dan menyambut hari raya Idulfitri. Ingat dulu masa kecil tiap Ramadan main lampu colok dan meriam karbit," kata Rizan.
(ras/afb)