Masuknya sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke dalam ranah kampus berkedok magang ferienjob ke Jerman dinilai sebuah kelalaian pihak kampus. Mahasiswa yang menjadi korban mendesak kampus minta maaf di depan publik atas kelalaian tersebut.
Hal itu turut disampaikan oleh RM (22), mahasiswa Universitas Jambi (Unja) yang menjadi korban modus magang tersebut.
"Ini sudah kelalaian. Sehingga kami meminta semua kampus termasuk Unja yang mengikuti ferienjob ini meminta maaf secara terbuka kepada publik karena mereka telah lalai memfilter program yang akhirnya ini menjadi sindikat TPPO," katanya, Rabu (27/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan itu menyoroti lemahnya pengawasan dari pihak kampus sehingga lolosnya program magang ferienjob ini dalam program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka). Modus ini dinilainya sebagai motif baru dalam sindikat TPPO.
Dari data yang dihimpun detikSumbagsel, setidaknya ada 33 kampus di Indonesia yang mengirimkan mahasiswanya dalam program magang ferienjob ke Jerman ini. Tercatat, ada 1.047 mahasiswa menjadi korbannya.
"Pertama program ini, ya, jelas TPPO. Jadi, kalau dulu menyasar ibu-ibu rumah tangga atau orang yang kurang secara ekonomi dan pendidikan, sekarang motifnya sudah semakin beragam termasuk menargetkan korbannya di kalangan pendidikan dan kaum terdidik," ujarnya.
"Hal ini dengan memanfaatkan peluang-peluang program kampus salah satunya MBKM. Ini sebuah kemunduran buat aku dari sistem pendidikan Indonesia," sambungnya.
Ia juga meminta pihak kampus dan pemerintah untuk menghentikan seluruh program magang di luar negeri yang merugikan mahasiswa seperti ini serta melakukan pendampingan kepada korban secara psikologis dan melindungi korban dari bentuk intimidasi.
"Kami juga meminta utang semua mahasiswa yang terjerat utang itu dihapuskan karena dari awal sudah melanggar hukum. Karena juga sejauh ini SHB ini mitra yang bekerja dengan kampus tidak memiliki izin menyalurkan tenaga kerja. Artinya itu sudah menyalahi aturan," jelasnya.
Utang mahasiswa ini muncul karena mahasiswa diminta untuk membayar dalam program ini mulai dari 200 euro hingga 350 euro. Sebagian uang dari mereka yang ikut magang ditalangi lebih dulu oleh PT SHB.
Penggantiannya dari hasil kerja selama di Jerman. Namun alih-alih keuntungan, biaya transportasi dan akomodasi membengkak sehingga gaji para mahasiswa itu banyak dipotong dari aktivitas tersebut.
"Kami minta pendampingan dari kampus secara gratis karena posisi korban ini rentan secara hukum karena somasi agency menuntut utang," ujarnya.
(dai/dai)