Mengenal Pakaian Adat Pengantin Ogan Komering Ulu

Mengenal Pakaian Adat Pengantin Ogan Komering Ulu

M Febrianputra Jastin - detikSumbagsel
Jumat, 15 Nov 2024 23:30 WIB
Adat Pernikahan Rasan Tuha Ogan Komering Ulu Timur.
Foto: Arsip Pemkab OKU Timur
Palembang -

Ogan Komering Ulu (OKU) memiliki pakaian tradisional untuk pengantin. Sebagaimana pakaian adat pengantin pada umumnya, pakaian pengantin ini juga memberikan ciri khas dari masyarakat OKU.

Suatu daerah memiliki bahasa, pakaian, dan tradisi yang berbeda. Daerah OKU juga memiliki budaya sendiri yang membedakan dengan daerah lain, salah satunya pakaian pengantin. Berikut detikSumbagsel rangkum pakaian pengantin OKU.

Pakaian Pengantin Tradisional Ogan Komering Ulu

Dilansir Laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Sejarah budaya, terdapat dua etnik di OKU yang pakaian pengantinnya memiliki beberapa perbedaan. Berikut penjelasannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pakaian tradisional pengantin OKU.Pakaian tradisional pengantin OKU. Foto: Dok. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

1. Etnik Semendawai

Pengantin laki-laki mengenakan kuluk bunga singgah di bagian kepala, dengan tebeng malu yang terbuat dari kain beludru berbentuk persegi empat digantungkan di sisi kiri kuluk untuk menutupi pandangan mata.

Kemudian pada bagian tubuh, pengantin mengenakan baju popok kancing tanpa lengan dan leher serta jubah pendek. Di bagian bawah, ia mengenakan celana angkinan dari satin kuning yang dilapisi kain songket tajung bumpak hingga menutupi bagian bawah lutut.

ADVERTISEMENT

Leher dihiasi dengan kalung kuda laut, sementara pinggang dililit ikat pinggang pending dengan keris diselipkan di dalamnya. Pada bagian tangan, pengantin memakai gelang-gelang seperti gelang gepeng, gelang sempuru, dan gelang kano. Di jari manis, pengantin memegang saputangan wangsit, sementara pada kaki, ia mengenakan alas kaki berbahan kain songket.

Pengantin perempuan etnik Semendawai mengenakan tajuk beringin di kepala dan ikat dahi atau gandik. Tata rambutnya bergaya gelung malang, dengan rangkaian manik urai, kembang urai berupa kembang kelapa setandan, serta kembang kepala roboh. Sebagai pelengkap, pengantin perempuan juga mengenakan aksesoris sisir kecil atau suri, serta sumping di telinga.

Untuk bagian badan, pengantin perempuan mengenakan baju kurung dan kain angkinan dari kain songket lepus. Leher dihiasi kalung kebo munggah dan kalung kuda laut. Pada bahu kiri dan kanan, terdapat selempang sawit atau selempang menjangan. Pinggang dililit sabuk wol dan kemben songket, yang dilengkapi dengan pending.

Di bagian tangan, pengantin memakai gelang-gelang seperti gelang sempuru, gelang gepeng, dan gelang mata intan. Terakhir, di kaki, pengantin mengenakan sandal angkinan atau sandal songket.

2. Etnik Banding Agung

Bagian kepala pengantin laki-laki mengenakan penutup sigor ranau, kopiah cupak, dan dihias dengan bungu linggak. Pada sisi kiri sigor digantungkan tebeng malu yang berfungsi sebagai penghalang lirikan mara.

Bagian badan laki-laki mengenakan kemeja dan jas tabur. Mengenakan pula celana songket. dan ditutup kain ujung bumpak hingga di bawah lutut. Bagian bahu mengenakan selempang, sedangkan bagian pinggang memakai ikat pinggang pending yang diselipkan sebilah keris. Bagian kaki mengenakan sepasang alas kaki dari bahan kain songket.

Sementara pengantin perempuan, di bagian kepala mengenakan mahkota sigor ranau. Tata rambut model gelung malang yang dihias dengan kembang cempaka dan kembang linggak. Telinga pengantin memakai perhiasan sumping.

Bagian badan pengantin perempuan memakai kebaya panjang berhiaskan bintang bertabur. Sedangkan, kain yang dikenakan adalah kain songket lepus. Leher berhiaskan kalung kebo munggah atau tapak jayo. Bagian bahu pengantin mengenakan selempang bahu dan selempang ranau. Pinggang pengantin mengenakan ikat pinggang pending.

Bagian tangan pengantin dihias dengan beberapa gelang diantaranya, gelang papan, gelang sempuru, dan gelang kano. Di bagian kaki, pengantin memakai sepasang sandal songket dan gelang kaki.

Demikian informasi pakaian pengantin OKU. Semoga bermanfaat dan cintailah warisan budaya kita.

Artikel ini ditulis oleh Muhammad Febrianputra Jastin, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(des/des)


Hide Ads