Tradisi Midang Bebuke di OKI Sudah Dilakukan Sejak Abad 17

Sumatera Selatan

Tradisi Midang Bebuke di OKI Sudah Dilakukan Sejak Abad 17

A Reiza Pahlevi - detikSumbagsel
Jumat, 04 Apr 2025 06:00 WIB
Tradisi arak-arakan di OKI yang masih lestari hingga kini.
Foto: Tradisi arak-arakan di OKI yang masih lestari hingga kini. (Dok. Istimewa)
OKI -

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Ogan Komering Ilir (OKI) Ahmadin Ilyas menyebut Midang Bebuke atau Midang Morge Siwe sudah menjadi tradisi tahunan yang digelar di Kayu Agung.

Kegiatan itu berbentuk arak-arakan muda-mudi yang dilaksanakan setelah Hari Raya Idul Fitri, tepatnya pada hari ketiga dan keempat Lebaran.

Puluhan pasang pengantin berjalan menyusuri Sungai Komering diiringi musik jidur dari kelurahan masing-masing dan finish di halaman Pantai Love Kelurahan Sida Kersa, Kayu Agung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kegiatan itu tujuannya sebagai ajang untuk memperkenalkan pakaian adat, baik adat perkawinan maupun pakaian tradisi keseharian masyarakat suku Kayu Agung secara turun temurun. Tradisi ini, sudah ada sejak abad ke-17," ujarnya.

Dijelaskan, secara pelaksanaan bentuk midang terbagi dua versi. Satu lagi adalah Midang Begorok untuk sedekah baik dalam bagian pernikahan maupun persedekahan acara khitanan yang merupakan syarat perkawinan mabang handa.

ADVERTISEMENT

Dia menyebut, seiring berjalannya waktu midang terus mengalami perkembangan sehingga menjadi agenda pariwisata di OKI. Bahkan telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

Selain itu, pihaknya juga menggelar lomba Cang-incang yang diikuti para Gen Z. Lomba ini untuk menginspirasi lebih banyak anak muda OKI agar mencintai dan mengerti nilai budaya daerah di tengah terpaan kemajuan teknologi digital.

Tradisi Cang-incang adalah sastra lisan yang diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat Kayu Agung. Tradisi ini biasanya ditampilkan pada upacara pernikahan. Ciri khas Cang-Incang Kayu Agung mengandung kata-kata klasik dan ungkapan-ungkapan yang mencerminkan kebudayaan masyarakat setempat.

Biasanya dituturkan oleh mempelai perempuan kepada keluarganya pada saat akan melangsungkan acara pernikahan. Juga dipakai oleh pemuka adat dalam upacara adat perkawinan masyarakat Kayu Agung.

"Melalui perlombaan Cang-incang, diharapkan akan ada generasi penerus yang akan terus melestarikan tradisi turun-temurun itu," tukasnya.




(dai/dai)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads