Kampung pempek 26 Ilir merupakan pusat penjualan makanan yang terbuat dari olahan daging ikan giling dan tepung tapioka. Setiap hari di tempat ini selalu ramai pengunjung.
Surganya pencinta pempek itu berdiri sejak tahun 1995 atau 29 tahun lalu. Di sini semua jenis pempek dijual mulai dari pempek lenjer, pempek telur kecil, adaan, kulit, krispy, pempek pistel, pempek kerupuk, pempek telur besar atau kapal selam, otak - otak, model, tekwan hingga kemplang dan kerupuk yang berbahan dasar olahan daging ikan ada di sini, dengan harga yang cukup terjangkau dari Rp 800 hingga Rp 2.000.
Siang itu pada pertengahan Oktober saat detikSumbagsel berkunjung ke central pempek, aroma khas ikan begitu menyeruak kala memasuki kampung pempek 26 Ilir. Terlihat pegawai-pegawai kedai pempek berdiri di depan etalase yang memajang semua jenis pempek, untuk menawari para pelancong untuk sekedar makan di tempat atau membeli oleh-oleh.
Salah satu tempat pempek favorit yang banyak dikunjungi pembeli di kampung pempek adalah pempek Lala. detikSumbagsel pun masuk ke kedai pempek Lala, di sana sudah terlihat meja-meja makan yang sudah diisi oleh pelanggan dan pelayanan yang begitu sigap melayani pembeli.
Ada pelayanan yang melayani makan di tempat, bawa pulang atau pun yang sedang membungkus pempek untuk di jadikan oleh-oleh. Riuh suara pelayan dan pembeli di kedai pempek yang cukup terkenal di kampung pempek tersebut.
Sementara di bagian belakang atau di dapur yang berukuran sekitar 3 x 5 meter terlihat sekelompok wanita paruh baya sedang menguleni pempek. Dengan cekatan tangan-tangan itu memasukkan daging ikan giling ke tepung tapioka dan ditambah beberapa bumbu.
Usai diuleni adonan tadi di masukan ke dalam panci atau kuali yang besar untuk direbus dan digoreng. Mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing, namun sesekali terdengar suara obrolan atau tawa mereka, dengan tangan yang tetap lincah mengandon dan menggoreng pempek yang di hadapan mereka. Terlihat ada pegawai yang membuat pempek lenjer, pempek telur kecil, pempek kulit dan pempek adaan.
Sementara itu di hadapan mereka api biru dari kompor tetap menyala untuk proses pemasakan pempek hingga siap dijual. Pada dinding dapur terlihat sambung pipa berwarna kuning yang menggunakan jaringan (jargas) alam dari Pertamina Gas Negara (PGN).
Nyala api yang begitu stabil membantu para pekerja pempek ini cepat menyelesaikan pembuatan pempek di pempek Lala. Ratusan adonan ikan giling ini setiap hari habis untuk dijadikan semua jenis pempek yang dijual di pempek lala.
Setelah adonan pempek mereka masak ada satu pegawai laki-laki yang akan mengambil pempek yang mereka buat untuk di bawa ke depan entah itu untuk dijual atau untuk dipacking.
Tak hanya di dapur, terlihat juga ada pipa kuning di dekat etalase pempek dan di sana ada dua kompor yang digunakan untuk memanaskan kuah tekwan atau model dan satu kompor digunakan untuk menggoreng pempek telur besar jika ada yang memesan.
"Saat pertama berjualan pempek, pempek Lala mengandalkan gas LPG yang terkadang tidak maksimal dalam proses pembuatan pempek," kata pengelola Pempek Lala.
Menurut Firman pempek Lala memakai sambungan Jargas PGN sejak tahun 2021 atau baru sekitar tiga tahun ini. Usaha Mikro,Kecil dan Menengah (UMKM) ini beralih ke gas alam dari penggunaan gas tabung Liquefield Petroleum Gas (LPG) karena lebih efisien, efektif dan ramah lingkungan.
Panel pusat sambungan jargas berada di luar dapur. Setiap pegawai yang bertugas membuat pempek di hadapannya ada keran velve untuk menghidupkan atau mematikan gas saat memasak tanpa harus mengganggu orang lain saat bekerja.
Tak hanya di dapur, di depan pun juga sambungan pipa dan ada keran velve untuk menggoreng atau memanaskan kuah tekwan atau model.
Di pempek Lala ada 40 karyawan baik yang bekerja membuat pempek atau yang melayani pembeli. Dalam satu hari pegawai pempek Lala mampu memproduksi 400 kg pempek dengan menggunakan ikan giling gabus dan kakap. Jumlah ini meningkat setelah penggunaan gas alam PGN.
"Dulu tidak sebanyak itu karena kita butuh tabung gas yang banyak juga. Dulu sekitar 200 kg pempek dalam sehari di hasilkan namun sejak menggunakan gas alam pembuatan pempek juga bertambah dan pegawai yang membuat pempek juga bertambah," katanya.
Pempek Lala berasal dari nama pemiliknya Nyimas Fadillah atau Lala. Bisnis kuliner pempek ini berdiri sejak 2007. Jatuh bangun pemilik pempek Lala membangun usaha makanan khas Palembang ini.
Di awal masa memulai usaha pempek, pempek Lala menggunakan gas tabung LPG untuk memasak pempek. Banyak hal yang dirasakan dalam menggunakan tabung gas LPG, saat sedang menggoreng atau merebus gas tiba-tiba habis, sementara makanan yang sedang di goreng atau di rebus tidak boleh lama dalam kuali atau panji.
"Selain itu harus menyediakan tabung gas yang cukup banyak. Terkadang kesulitan mendapatkan gas LPG," ujarnya.
Pada 2021 petugas PGN mendatangi kedai Pempek Lala. Petugas pun mensosialisikan agar pelaku UMKM seperti Pempek Lala dapat menggunakan gas alam agar menghemat waktu dalam pembuatan pempek dan menghemat biaya dalam penggunaan gas.
"Kami pun tertarik menggunakan gas alam. Hal ini dalam perhitungan biaya cukup berbeda saat penggunaan tabung gas. Lebih efisien dan lebih efektif," tuturnya.
(mud/mud)