7 Khutbah Jumat Tentang Keutamaan 10 Hari Kedua Ramadhan Meraih Ampunan

7 Khutbah Jumat Tentang Keutamaan 10 Hari Kedua Ramadhan Meraih Ampunan

Melati Putri Arsika - detikSumbagsel
Rabu, 20 Mar 2024 23:59 WIB
ilustrasi khutbah Jumat
Foto: Ilustrasi khutbah Jumat (Fria Sumitro/detikSumut)
Palembang -

Pelaksanaan ibadah salat Jumat dilakukan oleh muslim laki-laki. Salat tersebut termasuk ibadah sunah yang memiliki berbagai rangkaian. Salah satunya adalah khutbah Jumat.

Pembacaan khutbah dilakukan oleh khatib sebelum salat Jumat dikerjakan. Terdapat pesan-pesan khusus yang berkaitan dengan Islam. Begitu juga pada 10 hari kedua Ramadhan yang memiliki keutamaan meraih ampunan dari Allah. Selain itu masih banyak pesan yang bisa disampaikan dalam khutbah Jumat mengenai keutamaan 10 hari kedua Ramadhan.

Berikut 7 contoh khutbah Jumat tentang keutamaan 10 hari kedua Ramadhan yang dihimpun dari laman Ponpes Al-Ikhlas, NU Jombang, NU Online dan NU Jatim.

Contoh 1 Khutbah Jumat Ramadhan

Khutbah I

إِنَّ الحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah,
Di hari dan bulan yang penuh dengan berkah ini, khotib mengingatkan kepada jamaah sekalian untuk selalu meningkatkan Iman dan Taqwa kita kepada Allah SWT. Iman dan takwa kita wujudkan dalam bentuk menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya.

ADVERTISEMENT

Terlebih lagi di bulan Ramadhan ini, bulan yang sangat istimewa untuk meningkatkan ibadah kepada Allah SWT. Di bulan suci ini semua pahala ibadah dilipatgandakan bagi hamba-Nya yang beriman dan bertakwa.

Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah,
Ketahuilah, bahwa bulan Ramadhan memiliki keutamaan yang tiada banding. Dalam sebuah riwayat hadis menyebutkan bahwa bulan Ramadhan dibagi menjadi tiga bagian yaitu 10 hari pertama, 10 hari pertengahan dan 10 hari terakhir.

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

وَهُوَ شَهْرُ أوَّلُهُ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ

"Dan ia adalah bulan yang awalnya adalah rahmat dan tengahnya adalah pengampunan dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka,"

Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah,
Bulan Ramadhan yang berlangsung selama 29-30 hari, ibarat sebuah kompetisi maraton bagi sebagian muslim, yang dilalui dengan berbagai amalan. Setelah kita melalui 10 hari pertama, di mana pada sebagian umat Islam cukup berat karena tubuh dan pikiran berusaha beradaptasi dengan kondisi saat puasa.

Tetapi pada 10 hari kedua Ramadhan ini mungkin akan terasa lebih ringan karena akhirnya tubuh sudah mulai terbiasa dengan aktivitas puasa. terbiasa tidak makan dan minum dimulai sejak matahari terbit hingga saat matahari terbenam.

Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah,
Pada 10 hari kedua Ramadhan memiliki keutamaan yang perlu kita perhatikan. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Awal bulan Ramadhan adalah Rahmat, pertengahannya Maghfirah dan akhirnya Itqun Minan Nar (pembebasan dari api neraka),"

Pada fase kedua atau fase 10 hari kedua Ramadhan, Allah membukakan pintu magfirah atau ampunan yang seluas-luasnya. Pintu ampunan ini dibuka selebar-lebarnya bagi hamba-hamba-Nya yang beribadah dengan sungguh-sungguh di bulan Ramadhan. Karenanya, jangan sampai kita melewatkan hari-hari penuh ampunan yang telah dijanjikan oleh Allah SWT dengan sia-sia.

وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ

"Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa," (QS. Ali 'Imran Ayat 133)

Pada waktu-waktu inilah saat yang paling tepat untuk memperbanyak doa serta memohon ampunan kepada Allah SWT atas segala dosa-dosa yang telah kita lakukan di masa lalu agar diampuni dan dibebaskan dari hukuman. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW

"Ada tiga macam doa yang mustajab, yaitu doa orang yang sedang puasa, doa musafir dan doa orang yang teraniaya," (HR Baihaqi).

Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah,
Suatu hari Ibnu Umar RA membaca ayat berikut:

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّه

"Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya," (QS. Az Zumar: 9).

Kata Ibnu Umar, yang dimaksud ayat ini adalah Ustman bin 'Affan Radhiyallahu 'anhu. Kemudian Ibnu Abi Hatim menerangkan ucapan Ibnu Umar,

"Ibnu Umar menjelaskan demikian, karena Amirul Mukmini; Utsman sering melakukan shalat malam dan banyak membaca Al-Qur'an. Bahkan dikatakan seakan beliau membaca Al-Qur'an seluruhnya dalam satu rakaat,"

Kemudian kisah tentang shalat malamnya sahabat Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu yang diceritakan oleh Alqamah bin Qais,

"Aku pernah menginap bersama Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu'anhu. Di awal malam beliau salat. Beliau membaca ayat-ayat yang dibaca imam masjid kampung beliau. Beliau membaca dengan tartil dan pada rakaat berikutnya, beliau tidak mengulang kembali ayat yang beliau baca. Orang-orang yang berada di sekitar beliau malam itu mendengar bacaan beliau. Beliau terus shalat hingga malam hanya tersisa sedikit, seukuran jarak waktu antara azan magrib sampai selesai salat magrib. Lalu beliau menutup salat malam dengan witir,"

Di dalam hadis dari sahabat Said bin Zaid diceritakan, "Imam salat malam (di masa sahabat) membaca ratusan ayat. Hingga kami para makmum harus bertumpu pada tongkat karena saking lamanya salat," Beliau menambahkan, "Para sahabat Nabi biasanya tidak selesai salat malam kecuali di saat waktu subuh tiba,"

Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah,
Marilah muhasabah atau evaluasi diri kita masing-masing, sudah seperti apakah kita menjalankan Ramadhan di 10 hari pertama ini. Apakah sudah cukup untuk membuat Allah sayang pada kita?

Semakin cepat kita mengevaluasi dan menyadari kurangnya ibadah kita, maka akan semakin baik. Karena hari demi hari di bulan Ramadhan akan berlalu begitu saja, dan pada akhirnya kita akan berpisah dengannya.

Oleh karena itu, mari kita tanyakan pada diri kita sendiri, sudah berapa banyak kita membaca Al-Qur'an? Sudah berapa banyak ibadah sunnah yang kita lakukan? Sudah berapa banyak sedekah yang kita keluarkan? Sudah berapa kali kita melalaikan ibadah? Sudah berapa orang yang tersakiti oleh perkataan kita?

Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah,
Mumpung masih ada waktu 10 hari kedua dan 10 terakhir bulan Ramadhan. Kita gunakan waktu sebaik mungkin untuk memperbanyak ibadah. Apalagi di 10 hari kedua Ramadhan ini Allah memberikan mukjizat berupa turunnya Al-Qur'an yang menjadi petunjuk alam semesta. Sebagaimana firman Allah dalam Al Baqarah: 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ

Artinya: "Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)," (QS. Al Baqarah: 185).

Oleh karena itu, mari Kita hidupkan bulan Ramadhan dengan membaca Al Qur'an dan mengamalkannya. Kita hidupkan Ramadhan dengan Iman agar bisa seperti Sabda Rasulallah SAW yaitu:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barang siapa beribadah (menghidupkan) bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu," (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah.

Mudah-mudahan, di 10 hari kedua bulan Ramadhan ini kita semua mendapat maghfirah atau ampunan Allah SWT sehingga di 10 hari terakhir bulan Ramadhan kita terbebas dari api neraka. Amin ya Robbal Alamin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،

أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

(Ponpes Al-Ikhlas: Ustaz Mamat Rohmat)

Contoh 2 Khutbah Jumat Ramadhan

Khutbah I

اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ لِأَجْلِ التَّقْوٰى

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مَحَمَّدٍ الْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى

أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. يَاۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءٰمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Hadirin Jumat Rahimakumullah

Pesan takwa senantiasa diingatkan khatib di atas mimbar kepada dirinya sendiri dan jamaah yang hadir di tempat yang demikian mulia ini. Hal tersebut memberikan pesan bahwa takwa adalah demikian penting. Bahwa merasa diri senantiasa dalam pantauan dan monitor Allah SWT dalam kondisi apapun adalah penting. Hal tersebut juga sebagai garansi bahwa takwallah merupakan bekal penting dalam kehidupan harian muslimin dan muslimat.

Jamaah yang Berbahagia,
Tidak terasa, saat ini kita telah berada pada Jumat pertama dari syahrillah, syahrin mubarak, yaitu bulan Ramadhan. Bulan mulia ini adalah satu-satunya bulan dalam sistem penanggalan hijriah yang disebut dalam Al-Qur'an. Ketika Nabi Muhammad SAW menjelaskan kemuliaan Ramadhan, maka beliau bersabda:

رَمَضَانُ شَهْرُ اللهِ وَفَضْلُهُ عَلَى سَائِرِ الشُهُوْرِ كَفَضْلِ اللهِ عَلَى خَلْقِهِ

Artinya: "Ramadhan adalah bulan Allah. Keutamaannya dibanding bulan-bulan lain adalah bagaikan keutamaan Allah dibanding dengan makhluk-Nya," (Syekh Nashr ibn Muhammad as-Samarqandi, Tanbihu-l Ghafilin fi Ahaditsi Sayyidi-l Anbiyai wal Mursalin, Daru-l Kutubi-l Ilmiyyah, halaman: 186)

Dalam satu kesempatan ketika ketika Ramadhan tiba, Rasulullah menyampaikan kepada para sahabat pesan berikut ini:

وَقَدْ دَنَا شَهْرُ رَمَضَانَ لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا فِيْ رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ اُمَّتِي اَنْ يَكُوْنَ سَنَةً

Artinya: "Ramadhan telah tiba. Seandainya para hamba Allah mengetahui terhadap apa-apa yang ada dalam Ramadhan, maka umatku pasti berharap agar bulan ini tetap ada selama setahun penuh," (Syekh Nashr ibn Muhammad as-Samarqandi, Tanbihu-l Ghafilin fi Ahaditsi Sayyidi-l Anbiyai wal Mursalin,).

Membahas Ramadhan, maka tak bisa lepas dari membahas salah satu rukun Islam, yaitu puasa, yang diwajibkan pada seluruh orang beriman yang telah memenuhi syarat wajibnya. Puasa merupakan ibadah yang sangat mulia sebab pahala yang diperoleh langsung diberikan oleh Allah tanpa perlu ditanyakan jumlah lipat-gandanya.

Allah berfirman dalam hadits qudsi: "Setiap kebaikan yang dilakukan anak Adam akan dilipatgandakan dari sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat kecuali puasa, sebab puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya kepada orang-orang yang telah menahan syahwat, makan, dan minum karena-Ku. Puasa adalah perisai. Ada dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa: bahagia ketika berbuka dan bahagia ketika berjumpa dengan Rabb-nya pada hari kiamat," (Syekh Nashr ibn Muhammad as-Samarqandi, Tanbihu-l Ghafilin fi Ahaditsi Sayyidi-l Anbiyai wal Mursalin, halaman: 185).

Di lain waktu, Nabi Muhammad SAW menjelaskan keutamaan puasa Ramadhan sebagai berikut:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: "Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dalam keadaan iman dan ihtisab, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu," (Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki, Khashaisu Ummati-l Muhammadiyyah, Hai'atu-sh Shofwati-l Malikiyyah, halaman: 192)

Berkaca pada hadits tersebut, agar kita bisa memperoleh keutamaan-keutamaan yang telah dijelaskan, maka setidaknya ada dua syarat yang harus dilakukan: Puasa dalam keadaan iman. Iman yang dimaksud adalah membenarkan semua balasan dan pahala yang telah dijanjikan oleh Allah.

Puasa dalam keadaan ihtisab, yaitu mengharap ridha Allah. Bukan puasa karena takut menjadi bahan penggunjingan orang lain. Oleh karena itu, seyogianya kita dalam menjalani puasa Ramadhan mengetahui kemuliaan ibadah ini, menjaga lisan dari bohong, ghibah, fitnah, menjaga anggota badan dari perbuatan maksiat, menjaga hati dari sifat hasad, dan tidak memusuhi sesama. Jika kita tidak menjauhi sifat-sifat tercela tersebut, maka dikhawatirkan kita masuk dalam golongan orang yang disabdakan oleh Rasulullah SAW berikut ini:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ اِلَّا الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ

Artinya: Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapat secuil apapun dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus. (Imam al-Ghazali, Bidayatu-l Hidayah, bab Adabu-sh Shiyam)

Dengan demikian, bisa saja yang bersangkutan menahan lapar dan haus seharian, akan tetapi hakikatnya tidak melakukan puasa. Bahwa secara hukum yang bersangkutan telah melaksanakan kewajiban, akan tetapi puasanya tidak memberikan atsar atau pengaruh apa-apa dalam keseharian. Bagaimana mungkin? Dirinya masih melakukan aneka perbuatan yang dilarang, kendati seharian puasa. Begitulah maksud dari tidak ada pahala sama sekali yang didapat.

Hadirin Rahimakumullah,
Ramadhan tidak melulu tentang kemuliaan, tapi ada juga ancaman yang ditujukan bagi segelintir orang. Dikisahkan ketika Nabi menaiki mimbar, pada tangga pertama beliau berucap amin. Pada tangga kedua dan ketiga beliau juga berucap amin.

Para sahabat akhirnya bertanya: Wahai Rasulullah, kami mendengar engkau mengucapkan âmîn tiga kali. Nabi menjelaskan: Pada tangga pertama tadi, Jibril mendatangiku dan mengatakan:

شَقِيَ عَبْدٌ أَدْرَكَ رَمَضَانَ، فَانْسَلَخَ مِنْهُ وَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ

Artinya: "Celaka orang yang menjumpai Ramadhan dan melewatinya tapi dosa-dosanya tidak diampuni. Maka aku mengucapkan amin," Pada tangga kedua Jibril berkata:

شَقِيَ عَبْدٌ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ

Artinya: "Celaka orang yang menjumpai kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya tapi hal itu tidak bisa memasukkannya ke surga. Maka aku mengucapkan amin,"

Pada tangga ketiga Jibril berkata:

شَقِيَ عَبْدٌ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ

Artinya: "Celaka orang yang ketika namamu disebut di dekatnya, tapi ia tidak bershalawat padamu. Maka aku mengucapkan amin," (Imam al-Bukhari, Al-Adabu-l Mufrad, bab Man Dzukira 'Indahu an-Nabiyyu Falam Yushalli 'Alaihi).


Doa tersebut disampaikan oleh malaikat terbaik dan diaminkan oleh manusia sekaligus makhluk terbaik. Maka sungguh rugi orang beriman yang dosanya tidak diampuni oleh Allah setelah berlalunya Ramadhan. Nau'udzubillahi min dzalik.

Berdasarkan sejumlah keterangan tersebut, para hadirin, mari kita bersama-sama menyambut Ramadhan dengan penuh kekhusyukan. Mari bersama-sama memaksimalkan ibadah di dalamnya. Semoga kita semua bisa memperoleh ridha Allah dan fadhilah atau keutamaan Ramadhan serta dijauhkan dari akhlak tercela yang bisa membatalkan pahala puasa. Amin ya rabbal 'alamin.

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا

أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Contoh 3 Khutbah Jumat Ramadhan

Khutbah I

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Pada momentum mulia ini mari kita senantiasa meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah SWT. Ketakwaan ini kita wujudkan dengan senantiasa menjalankan segala perintah Allah SWT dan sekuat tenaga serta jiwa untuk menghindari apapun yang dilarang oleh-Nya. Sementara keimanan kepada Allah kita wujudkan dengan percaya dan yakin bahwa Allah selalu mengawasi segala tingkah laku dan aktivitas kita, baik itu lahir maupun batin. Allah maha mengetahui segalanya dan semua yang terjadi dalam kehidupan kita merupakan takdir baik dan buruk Allah yang harus kita yakini adanya.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Bersyukur, alhamdulillah, kita dapat kembali menjumpai Ramadhan, bulan yang sangat istimewa dan sarat keutamaan. Ramadhan, bulan yang memang sangat ditunggu kedatangannya karena kemuliaannya yang sangat besar. Kita bisa melihat dengan ragam pandangan terhadap bulan Ramadhan berdasarkan dengan keistimewaan dan kemuliaannya itu.

Kita dapat melihat sekaligus memaknai bulan Ramadhan sebagai bulan peleburan dosa. Kita juga bisa memandang bulan Ramadhan sebagai kesempatan meraih pahala yang berlipat dan rahmat Allah SWT. Selain itu, kita bisa mengartikan Ramadhan sebagai upaya dalam meningkatkan kesalehan sosial dan memacu kedermawanan kepada sesama, dan banyak lagi cara pandang yang bisa dipakai untuk melihat keistimewaan-keistimewaan yang ada pada bulan Ramadhan.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Dari sekian banyak cara pandang di atas, alfaqir secara khusus ingin mendalami tentang Ramadhan sebagai kesempatan untuk melebur dosa-dosa yang mungkin saja Allah swt belum mengampuni pada kesempatan-kesempatan sebelumnya. Di bulan Ramadhan kali ini mari kita jadikan kesempatan untuk menyucikan diri meriah rahmat dan kasih sayang Allah SWT.

Dalam sebuah hadits yang masyhur, dari jalur Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: "Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, dengan keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, maka dosa masa lalunya akan diampuni,"

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Isi hadits ini mengkonfirmasi dan menguatkan terkait cara pandang kita terhadap bulan Ramadhan sebagai wasilah untuk peleburan dosa. Kita menyadari, seiring dengan bertambahnya waktu dan usia, sedikit atau banyak, sengaja maupun tidak, kita pernah tergelincir dalam dosa. Untuk itu, bulan Ramadhan hadir sebagai kesempatan yang tepat, untuk mendapatkan ampunan atas dosa yang telah lampau.

Abu al-Husain Ali bin Khalaf bin Abd al-Malik, atau lebih dikenal dengan Ibnu Baththal, saat memberikan penjelasan (syarh) atas kitab Sahih al-Bukhari, memberikan ulasan bahwa "ghufira lahu ma taqaddama min dzanbihi" merupakan kalimat umum yang diharapkan supaya seseorang mendapatkan ampunan atas seluruh dosanya, baik kecil maupun besar (Syarh Sahih al-Bukhari li Ibn Baththal, juz 04 hal.149).

Mungkin saja kita kerap mendengar bahkan mengetahui sebelumnya akan pemahaman ini dari berbagai sumber, namun penting saya kira kembali disampaikan pada kesempatan yang baik ini. Harapannya, kita semua bisa mengindahkan dan memanfaatkan betul akan keutamaan dan keistimewaan bulan Ramadhan yang sudah disediakan untuk kita.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk meraih ampunan Allah SWT di bulan Ramadhan ini? Menjawab pertanyaan ini, mari kita pahami terkait redaksi îmânan (keimanan) dan iḫtisâban (berharap pahala dari Allah) yang ada pada hadis di atas.

Abu al-Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar, atau lebih dikenal dengan Ibnu Hajar al-Asqalani, menjelaskan bahwa status dua kata tersebut bisa menjadi maf'ûl lah atau tamyîz, atau ḫâl di mana bentuk masdar tersebut bermakna isim fâil/pelaku (Fathul Bari Sarh Sahih al-Bukhari li Ibn Hajar, juz 4, h.115). Jika mengikuti struktur yang terakhir, maka orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, dan mendapatkan maghfirah Allah, haruslah berstatus mukmin (orang yang beriman) dan muḫtasib (orang yang berharap pahala dari Allah).

Kedua pesan penting ini perlu untuk selalu diselaraskan dan direfleksikan kembali pada tiap rutinitas amal ibadah kita, terutama terkait dengan puasa di Bulan Ramadhan ini. Diksi îmânan (keimanan), memberikan pesan penting bahwa pondasi ibadah puasa ini dilandasi dengan keimanan.

Diksi kedua adalah ihtisaban. Makna yang sering disampaikan dan diterjemahkan, bahwa ihtisaban adalah thalab al-thawâb min Allah, mencari pahala dari Allah. Ibnu Hajar al-Asqalani (Fathul Bari Sarh Sahih al-Bukhari li Ibn Hajar, juz 4, h.115), selain menukil makna tersebut, juga menyajikan pendapat al-Khaththâbi, bahwa iḫtisâban adalah:

اِحْتِسَابًا أَيْ عَزِيْمَةٌ وَهُوَأَنْ يَصُوْمَهُ عَلَى مَعْنَى الرُّغْبَةِ فِي ثَوَابِهِ طَيِّبَةِ نَفْسِهِ بِذَلِكَ غَيْرَ مُسْتَثْقِلٍ لِصِيِامِهِ وَلَا مُسْتَطِيْلٍ لِأَيَّامِهِ

Artinya, "Iḫtisâb itu berarti tekad yang kuat, yakni seseorang berpuasa atas dasar kecintaannya pada pahala yang terkandung di dalam puasa Ramadhan, (juga atas dasar) kebaikan dirinya dengan tanpa merasa terbebani atas puasa dan tak merasa terlalu panjang hari-hari puasanya,"

Dengan iḫtisâb, hendaknya kita berusaha menjalani kewajiban puasa Ramadhan dengan perasaan riang gembira, merasa ringan dalam menjalani puasa bahkan dengan disertai aktivitas ibadah lainnya, serta menghargai setiap detik dan jam yang berlalu selama bulan bulan Ramadhan.

Demikianlah khutbah Jumat pada kesempatan dan tempat yang mulia ini. Semoga memacu kita semua dalam mengisi bulan Ramadhan dengan mengerjakan puasa penuh kesadaran dan kegembiraan. Dan mari kita juga isi bulan suci dengan amalan-amalan sunnah yang dianjurkan.

جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمْ: وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ. باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Contoh 4 Khutbah Jumat Ramadhan

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ يَحْشُرُنَا فِي الْمَحْشَرِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْجَبَّارُ وَأَشْهَدُ اَنَّ حَبِيْبَنَا وَ نَبِيَّنّا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْاِنْسِ وَالْبَشَرِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ . اَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ, اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Hadirin sidang Jumat yang berbahagia,
Pada khutbah singkat ini, khatib mengajak diri sendiri dan seluruh jamaah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, terutama di bulan Ramadan yang penuh berkah ini. Puasa Ramadan yang diwajibkan kepada kita bertujuan untuk mencapai ketakwaan. Oleh karena itu, marilah kita semua di bulan Ramadan ini meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan segala larangan.

Hadirin jamaah Jumat yang berbahagia,
Ibadah puasa di bulan Ramadhan tidak hanya berdimensi spiritual semata. Lebih dari itu, puasa Ramadhan juga menjadi sarana efektif untuk membentuk ketakwaan sosial.

Konsep ketakwaan yang hakiki tidak berhenti pada hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya, namun juga berwujud dalam hubungan horizontal antar sesama manusia. Landasan ini ditegaskan dalam firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"

Syekh Nawawi Banten kitab Tafsir Marah Labid mengatakan bahwa ujung dari puasa adalah membentuk diri menjadi orang yang takwa. Keutamaan itu akan tercapai dengan berpuasa dan meninggalkan hawa nafsu. Puasa melatih diri untuk menahan diri dari berbagai godaan, termasuk makan dan minum, serta hawa nafsu lainnya.

Hal ini tidak mudah, tetapi jika berhasil, maka akan lebih mudah untuk bertakwa kepada Allah dalam hal lain. Dalam Islam, takwa merupakan salah satu konsep fundamental yang menjadi kunci meraih derajat tinggi di sisi Allah SWT.

Takwa bukan hanya sebatas ritual keagamaan, namun merupakan sebuah komitmen menyeluruh untuk menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah telah menjanjikan derajat tinggi bagi orang-orang yang bertakwa dalam ayat Al-Quran Surat Al-Hujurat ayat 13:

اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti,"

Hadirin jamaah Jumat yang berbahagia,
Ayat ini menunjukkan bahwa ketakwaan merupakan tolak ukur kemuliaan seseorang di sisi Allah. Tidak peduli pangkat, jabatan, harta, ataupun keturunan, yang paling mulia di mata Allah adalah orang yang paling bertakwa.

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda bahwa Allah tidak menilai manusia berdasarkan rupa dan harta mereka, melainkan berdasarkan hati dan amal mereka. Manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلاَ إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ، وَأَعْمَالِكُمْ، وَإِنَّمَا أَنْتُمْ بَنُو آدَمَ أَكْرَمُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian dan amal kalian. Dan sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa," (HR Muslim)

Hadirin jamaah Jumat yang berbahagia,
Puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih diri untuk menahan hawa nafsu. Hawa nafsu ini dapat mendorong kita untuk melakukan perbuatan yang tidak terpuji, seperti berkata-kata kasar, menipu, dan membicarakan kejelekan orang lain.

Dengan berpuasa, kita belajar untuk mengendalikan hawa nafsu tersebut dan menggantinya dengan perilaku yang lebih baik. Kita belajar untuk lebih bersabar, menahan diri dari berkata kasar, dan menjaga lisan kita dari perkataan yang tidak baik. Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رِوَايَةً قَالَ إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ

Artinya: "Dari Abu Hurairah ra, beliau berkata, "Jika salah seorang dari kalian berpuasa pada suatu hari, maka janganlah berkata-kata kotor dan janganlah berbuat jahil. Jika ada orang yang memakinya atau mengajaknya berkelahi, maka hendaklah dia berkata, 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku sedang berpuasa," (HR. Muslim).

Puasa juga membantu kita untuk lebih berempati terhadap orang lain yang kurang beruntung. Ketika kita merasakan lapar dan dahaga, kita akan lebih memahami bagaimana rasanya hidup dalam kekurangan.

Hal ini dapat mendorong kita untuk lebih dermawan dan membantu orang lain yang membutuhkan. Hadirin jamaah Jumat yang berbahagia Pada hadits lain, dijelaskan bahwa para sahabat menyaksikan Rasulullah orang yang paling dermawan di antara manusia lainnya. Kedermawanan beliau semakin terlihat jelas pada bulan Ramadhan.

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ

Artinya: "Rasulullah saw adalah orang paling dermawan di antara manusia lainnya, dan ia semakin dermawan saat berada di bulan Ramadhan," (HR Bukhari dan Muslim).

Hadirin sidang Jumat yang berbahagia,
Untuk itu, dengan menjalankan puasa dengan benar, kita tidak hanya meningkatkan keimanan pribadi, tetapi juga berkontribusi positif pada lingkungan sekitar. Puasa menjadi sarana untuk membangun ketakwaan sosial dan menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan harmonis.

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Pertama, puasa melatih kita untuk lebih peka terhadap kebutuhan orang lain. Rasa lapar dan dahaga yang kita rasakan selama berpuasa dapat membangkitkan empati terhadap mereka yang kekurangan.

Hal ini mendorong kita untuk lebih dermawan dan membantu mereka yang membutuhkan, baik secara materi maupun non-materi. Selanjutnya, puasa mendorong kita untuk menghindari perbuatan yang dapat merugikan orang lain. Berbohong, ghibah, dan perilaku negatif lainnya dapat membatalkan pahala puasa. Dengan menghindari perbuatan tersebut, kita menciptakan lingkungan yang lebih positif dan kondusif bagi semua orang.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ، وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوهُ. إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ . فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى. قال تعالى: مَن جَاء بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَن جَاء بِالسَّيِّئَةِ فَلاَ يُجْزَى إِلاَّ مِثْلَهَا وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِي وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَب وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ. اللَّهُمَّ لَا تَدَعْ لَنَا فِي مَقَامِنَا هَذَا ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ، وَلَا حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِلَّا قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَهَا فَيَسِّرْ أَمُورَنَا وَنَوِّرْ قُلُوبَنَا بِنُورِ هدَايَتِكَ كَمَا نَوَّرْتَ الْأَرْضَ بِنُورِ شَمْسِكَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

(Ustadz Masrur Irsyadi, Pengajar Ma'had Ali UIN Jakarta)

Contoh 5 Khutbah Jumat Ramadhan

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أما بعد

فَإِنِّيْ أُوْصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْن. قَالَ اللهُ تعالى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (سورة البقرة: 183) وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الصَّوْمُ جُنَّةٌ (متفق عليه)

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Dengan didasari rasa syukur yang kita buka dengan memperbanyak kalimat alhamdulillahi Rabbil 'alamin, serta dengan shalawat kepada Baginda Rasulullah, kami mengingatkan diri kami pribadi sekaligus mengajak segenap jamaah kaum Muslimin seluruhnya untuk meningkatkan komitmen kita dalam bertakwa kepada Allah.

Dalam ayat yang telah kami bacakan tadi, kita telah diberikan petunjuk oleh Allah bahwa supaya kita selalu bertakwa, selalu terjaga dari hal-hal yang membahayakan diri kita di dunia maupun di akhirat, maka kita diwajibkan untuk berpuasa.

Kemudian Rasulullah saw menjelaskan dalam sebuah hadis yang telah kami sampaikan tadi, bahwa puasa adalah sebagai benteng, perisai, perlindungan diri. Itulah simbol ketakwaan, keterjagaan, keterlindungan yang terkandung dalam ayat:

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.

Hari ini, kita tengah berada di bulan Ramadan. Bulan bagi kita untuk menyempurnakan rukun Islam, yaitu puasa. Tanpa puasa Ramadan, keislaman kita tidak sempurna. Dalam sebuah hadis, Rasulullah mengibaratkan Islam seperti bangunan. Rukun Islam adalah tiang-tiang utama yang menegakkan bangunan. Sedangkan tiang bangunan ibarat kaki pada struktur tubuh kita.

Jika salah satu tiang utama ini tidak ada, maka bangunan ini menjadi rawan roboh, minimal menjadi bangunan yang doyong. Bahkan, bangunan keislaman bisa roboh jika sampai tiang puasa ini diingkari, dikufuri, tidak dipercaya sebagai syariat Islam. ad Baca Juga Khutbah Jumat: Mempererat Silaturahmi dalam Menyambut Ramadhan Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah.

Di antara makna ayat: لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ dan hadis اَلصَّوْمُ جُنَّةٌ adalah puasa melindungi dan menjaga kita dari godaan setan yang selalu menjauhkan kita dari Allah. Puasa menjadi benteng yang melindungi kita dari masuknya setan ke dalam jiwa kita.

Puasa, sebagai salah satu rukun Islam, memiliki hikmah dan tujuan yang mendalam yang harus kita pahami. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang mulia, bahwa puasa memiliki maqashid (tujuan-tujuan) yang mulia. Salah satu tujuan puasa adalah untuk membentengi diri kita dari godaan setan.

عَنْ صَفِيَّةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِيْ مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ. (أخرجه البخاري ومسلم)

Artinya, "Diriwayatkan oleh Ibunda Shafiyyah ra, sungguh Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya setan mengalir dalam tubuh anak Adam seperti mengalirnya darah." Atau bisa juga kita terjemahkan "Sesungguhnya setan itu masuk ke dalam jiwa manusia melalui aliran darah," (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Hikmah yang terkandung dalam sabda Rasulullah saw adalah untuk mengingatkan kita bahwa setan masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalan peredaran darah. Alat peredaran darah ini tergantung pada bahan bakarnya, yaitu makanan dan minuman yang kita konsumsi.

Karena itu, pintu masuk utama setan ke dalam tubuh manusia adalah melalui mulut. Setan menggunakan dua jalur utama untuk masuk ke dalam tubuh manusia, yaitu melalui konsumsi makanan dan komunikasi. Pertama, melalui makanan dan minuman yang haram, kotor, tidak halal, dan tidak thayyib. Kedua, melalui kata-kata yang keluar dari mulut kita setelah mengkonsumsi makanan tersebut.

Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah. Berkali-kali Al-Quran menegaskan bahwa setan adalah musuh yang nyata: عَدُوٌّ مُبِيْنٌ bagi kita. Kita pun wajib mengimaninya. Rasulullah pun menjelaskan bagaimana setan bekerja memusuhi kita, sangat lembut, sangat halus.

Karena itu pulalah, Imam Al-Ghazali menyatakan, salah satu pilar menghidupkan ilmu-ilmu agama yang Allah berikan kepada kita adalah mengenali musuh-musuh diri dan memahami strateginya serta menguasai cara untuk mengalahkannya. Itulah yang disebut oleh beliau sebagai lubbul quran (intinya inti dari ajaran Al-Quran), jauharul quran (permata Al-Quran). Ini semua dapat kita temukan dalam karya beliau, Jawahirul Quran.

Puasa mengajarkan kita untuk mengendalikan hawa nafsu dan mengontrol konsumsi makanan dan minuman kita. Dengan membatasi makan dan minum selama puasa, kita dapat mempersempit jalan masuk setan ke dalam tubuh kita. Ini adalah salah satu dari banyak hikmah puasa yang harus kita hayati. Itulah yang oleh Imam Izzuddin bin Abdissalam tegaskan dalam kitabnya, Maqasid Shaum:

اَلصَّوْمُ قَهْرٌ لِلشَّيْطَانِ. فَإِنَّ وَسِيْلَتَهُ إِلَى الْإضْلَالِ وَاْلإِغْوَاءِ: الشَّهَوَاتُ، وَإِنَّـمَا تَقْوَى الشَّهَوَاتُ بِاْلأَكْلِ وَالشًّرْبِ. وَالصَّوْمُ يُضَيِّقُ مَجَارِي الدَّمِ، فَتَضِيْقُ مَجَارِي الشَّيْطَانِ، فَيُقْهَرَ بِذَلِكَ

Artinya, "Puasa adalah penaklukan (qahrun) terhadap setan. Karena, jalan bagi setan untuk menyesatkan dan menggoda adalah hawa nafsu, dan hawa nafsu dikuatkan dengan makan dan minum. Puasa mempersempit aliran darah, sehingga jalan-jalan masuknya setan dalam tubuh kita pun menyempit. Dengan demikian, setan pun bisa dikalahkan,"

Dari sinilah, kita bisa memahami bahwa puasa itu membentengi kita dari serangan setan yang menyelinap ke dalam jiwa kita melalui makanan. Dengan puasa, kita juga membentengi keislaman kita, karena rukun-rukun atau tiang-tiang penyangga bangunan keislaman kita menjadi sempurna dan kokoh.

Dengan puasa pula, nafsu dan syahwat kita terkendali sehingga kita tidak mengabdi kepada nafsu yang tidak pernah memberikan kepuasan dan ketenangan, melainkan kita bisa lebih maksimal dan totalitas dalam mengabdi kepada Allah semata. Sebagai umat Islam, kita harus memahami bahwa puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga merupakan latihan spiritual untuk membentengi diri kita dari godaan setan dan mendekatkan diri kita kepada Allah.

Karena itulah, Rasulullah sangat ketat dalam hal manajemen makan dan minum kita. Beliau ingin sekali memastikan bahwa makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh kita bebas dari setan. Karena itu, beliau sering menegur orang yang makan dan minum menggunakan tangan kiri karena cara tersebut adalah cara makan setan.

Itulah petunjuk beliau. Beliau juga menegur keras anak-anak hingga orang dewasa yang kedapatan makan secara terburu-buru sehingga tidak menyebut nama Allah dalam makanannya itu. Beliau pun tertawa lepas Ketika melihat setan memuntahkan kembali makanan yang dibacakan nama Allah di suapan terakhirnya. Begitulah sistem penjagaan dan perlindungan yang Allah berikan kepada orang-orang yang berpuasa.

Terlihat sederhana, melalui manajemen makanan, bukan sekedar soal pola makan, kandungan gizi, melainkan juga kehalalan, thayyiban, dan juga spiritualitas makanan dan minuman. Ma'asyiral muslimin rahimakumullah. Selain puasa konsumsi, syariat puasa juga mengajarkan kita untuk mengendalikan lidah kita dalam berkomunikasi.

Dengan menahan diri dari berkata-kata yang tidak bermanfaat atau menyakiti orang lain, kita dapat menjaga diri kita dari godaan setan yang masuk melalui komunikasi. Setan akan masuk melalui komunikasi buruk seperti penghinaan, caci maki, kata-kata kotor, hasud, adu domba, ghibah, menyebarkan isu yang tidak jelas kebenarannya. Semua itu adalah bersumber dari lisan, melalui komunikasi.

Dengan puasa, keselamatan kita pun terjaga. Kita ingat bahwa puasa itu mengajarkan kita untuk menata komunikasi kita supaya selalu positif. Karena, puasa tidak hanya mengajarkan diri untuk menahan diri dari makan dan minum saja, melainkan juga menahan diri dari omongan-omongan yang tidak berguna. Sedangkan, omongan yang tidak berguna berpotensi besar mengganggu diri dan orang lain.

Sebagaimana Rasulullah tegaskan bahwa:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ (رواه مسلم)

Artinya, "Disebut Muslim sejati adalah ketika orang-orang muslim lain selamat dari lisannya," (HR Muslim).

Para ulama juga selalu mengingatkan kita:

سَلَامَةُ الْإِنْسَانِ فِيْ حِفْظِ اللِّسَانِ

Artinya, "Keselamatan manusia itu tergantung pada kemampuannya menjaga lisan." Kita bisa melihat puasa komunikasi seperti ini dalam Al-Quran dicontohkan oleh Sayyidah Maryam binti Imran, ibunda Nabi Isa as:

فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا ۖ فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

Artinya, "Maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini," (QS Maryam: 26).

Inilah puasa yang Istimewa, yaitu disebut dengan istilah shaum. Menahan diri dari komunikasi yang tidak berguna. Ia bukan sekedar disebut shiyam yang secara prakteknya adalah menahan diri dari makan dan minum. Bahkan dalam ayat ini disebutkan bahwa Sayyidah Maryam diperintahkan untuk makan dan minum. Namun, beliau justru diperintah Allah untuk berpuasa dari omongan-omongan yang tidak berdampak positif.

Demikian itu pulalah sistem yang Allah berikan untuk kita dalam rangka melindungi keselamatan kita sendiri. Itulah salah satu makna perlindungan, penjagaan dalam ayat: لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ dan dalam benteng pertahanan atau tameng dalam hadis: اَلصَّوْمُ جُنَّةٌ.

Marilah kita manfaatkan bulan Ramadan sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas ibadah dan memperkuat pertahanan diri dari godaan setan. Semoga Allah memberikan kita kekuatan dan kesabaran untuk menjalankan puasa dengan ikhlas dan penuh keikhlasan. Amin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْمَحْشَرِ، أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَيُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ كَمَا شَرَّفْتَنَا بِاْلإِيْمَانِ بِكَ، وَكَرَّمْتَنَا فِيْ أَرْكَانِ الإِسْلَامِ بِالصِّيَامِ لَكَ، أَعِنَّا عَلَى طَاعَتِكَ فِيْهِ، وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ صَفَاءَ أَرْوَاحِنَا فِي اسْتِقْبَالِهِ وَسِيْلَةً لِلْإِجَابَةِ فِي كُلِّ مَا نَسْأَلُ مِمَّا عَلَّمْتَنَا أَنْ نَدْعُوَكَ بِهِ فِي قَوْلِكَ فِيْ كِتَابِكَ الْكَرِيْمِ. اَلَّلهُمَّ أَعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ. اَللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا اْلإِيْمَانَ وَزَيِّنْهُ فِيْ قُلُوْبِنَا وَكَرِّهْ إِلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ. اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ، تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

(Dr Ahmad 'Ubaydi Hasbillah, Pengasuh Ma'had Al-Jami'ah Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng)

Contoh 6 Khutbah Jumat Ramadhan

Khutbah I

اَلْحَمْدُ ِللهِ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ لِأَجْلِ التَّقْوٰى. أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مَحَمَّدٍ الْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. يَاۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءٰمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Ma`âsyiral Muslimîn, Jamaah Jumat hafidhakumullâh!

Kini, kita memasuki sepuluh kedua Ramadhan, bulan yang penuh berkah dan ampunan. Tidak ada dosa yang diperbuat seorang yang berpuasa, yang puasanya dilakukan dengan khusyu', ikhlas, imanan, dan ihtisab, kecuali akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. Rasulullah bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni," (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).

Menurut catatan Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari bi Syarh Sahih al-Bukhari, yang dimaksud Imanan adalah berpuasa karena meyakini akan kewajiban puasa, sedangkan yang dimaksud ihtisaban adalah mengharap pahala dari Allah Ta'ala.

Itulah alasan mengapa Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 183 menyebutkan bahwa seruan kewajiban berpuasa itu diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman. Yâ ayyuhal ladzîna âmanû, kutiba 'alaikumul shiyâm. Atas dasar iman dan ihtisaban, itulah tata cara puasa yang benar, yang membuat pelakunya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.

Kalau seseorang mendasari puasanya karena dasar iman, mengharap pahala dan ridha Allah, maka tentu hatinya semakin tenang, lapang dan bahagia. Ia pun akan bersyukur atas nikmat puasa Ramadhan yang ia dapati tahun ini. Hatinya tentu tidak merasa berat dan susah ketika menjalani puasa. Sehingga ia pun terlihat berhati ceria dan berakhlak yang baik.

Ma'asyiral Muslimin yang dimuliakan Allah,
Di antara hikmah Ramadhan adalah ada bahwa berpuasa itu adalah benteng atau perisai bagi pelakunya. Rasulullah bersabda:

وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

"Puasa adalah perisai. Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, janganlah berkata keji dan berteriak-teriak. Jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, 'Aku sedang berpuasa," (H.R. Bukhari dan Muslim).

Hadits tersebut menjelaskan bahwa puasa merupakan perisai, selama tidak dinodai dengan perkataan dan perbuatan kotor yang dapat merusak hakikat puasa itu sendiri. Yang dimaksud puasa itu جُنَّةٌ (junnatun) adalah bahwa puasa akan menjadi pelindung, yang akan melindungi pelakunya di dunia dan juga di akhirat. Di dunia, puasa akan menjadi pelindung bagi pelakunya untuk tidak mengikuti godaan syahwat yang terlarang di saat puasa.

Oleh karena itu tidak boleh bagi orang yang berpuasa untuk membalas orang yang menganiaya dirinya dengan balasan serupa. Sehingga jika ada yang mencela ataupun menghina dirinya, maka hendaklah dia mengatakan "Aku sedang berpuasa". Kemudian di akhirat, puasa akan menjadi perisai bagi pelakunya untuk tidak dimasukkan ke dalam api neraka pada hari kiamat.

Dalam konteks puasa sebaga junnah, setidaknya ada tiga manfaat puasa, yaitu fâ'idah rûhiyyah, fâ'idah ijtimâ'iyyah, dan fâ'idah shihhiyyah. Di antara faedah rûhiyyah berpuasa Ramadhan adalah bahwa berpuasa menjadikan kita membiasakan diri agar berlaku sabar, mengekang hawa nafsu, dan membuat kita untuk selalu mengekspresikan sikap dan karakter takwa dalam segala keadaan, karena memang takwa itulah yang menjadi tujuan khusus dalam berpuasa. La'allakum tattaqûn.

Kemudian, di antara faedah ijtimâ'iyyah dalam puasa Ramadhan adalah bahwa kita dibiasakan untuk hidup tertib, disiplin, rukun, damai, dan bersatu padu. Puasa juga mengajarkan kita untuk cinta keadilan dan kesetaraan di antara umat: antara yang kaya dan yang miskin, antara yang pejabat dan rakyat, antara pengusaha dan karyawan, dan seterusnya.

Tidak ada perbedaan di antara mereka, semuanya wajib berpuasa ketika telah memenuhi persyaratannya. Bahkan, puasa juga menjadi ajang pembentukan rasa kasih dan sayang, untuk selalu berbuat baik terhadap sesama, karena memang dengan berpuasa, segala pintu dosa dan kemaksiatan menjadi tertutup karenanya.

Sedangkan faedah sholihiyyah berpuasa Ramadhan adalah bahwa berpuasa itu membersihkan usus-usus dan pencernaan, memperbaiki perut yang terus-menerus beraktivitas, membersihkan badan dari lemak dan kolesterol yang menjadi sumber penyakit, sehingga orang yang berpuasa menjadi sehat adanya. Shûmû tashihhû, kata Nabi. Berpuasalah, niscaya kalian sehat.

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah!

Jangan sampai puasa kita kali ini, dirusak lagi dengan perkataan keji (qaul az-zûr), ghibah, menebar hoaks, fitnah, ujaran kebencian, dan adu domba, baik secara langsung maupun melalui media digital, media elektronik, televisi, radio, internet, dan media sosial. Kalau semua itu masih kita lakukan di bulan Ramadhan ini, maka kita termasuk orang yang disabdakan Rasulullah:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ

"Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya, selain rasa lapar saja," (HR Imam Ahmad).

Intinya, marilah kita jadikan momen Ramadhan tahun ini sebagai bulan penyucian badan dan rohani dari segala keburukan. Hal ini perlu kita gaungkan, agar kita mendapatkan hikmah damai Ramadhan.

Saudara-saudara jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah!

Sebagai penutup khutbah pertama ini, marilah kita renungkan firman Allah Ta'ala dalam QS. Al-A'raf ayat 96:

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٓ ءٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوْا فَأَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ.

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan,"

Semoga puasa kita yang imanan dan ihtisaban itu menjadi sunnah bagi kita untuk dapat terus menjaga dan merawat Indonesia yang damai, dengan mendapatkan keberkahan Ramadhan dari langit dan bumi. Amîn yâ rabbal 'âlamîn.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهٗ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

(Toto Suharto, Pengurus MWC NU Kartasura, Sukoharjo)

Contoh 7 Khutbah Jumat Ramadhan

Khutbah I

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Jamaah Jumat rahimakumullah,
Kita hidup di dunia sesungguhnya untuk kehidupan di akhirat nanti. Harapan kita semua tentu adalah mendapatkan kebahagiaan. Dan kebahagiaan di akhirat itu bisa dicapai dengan takwa. Untuk itu, marilah kita bersama-sama meningkatkan ketakwaan untuk meraih rahmat Allah SWT dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Adapun perintah Allah SWT, salah satunya adalah berpuasa di bulan Ramadhan ini.

Jamaah Jumat rahimakumullah,
Kita patut bersyukur kepada Allah SWT, karena dengan kasih sayang-Nya kita kembali dapat 'menikmati' Ramadhan, bulan yang penuh berkah ini. Kita jadikan Ramadhan sebagai perantara untuk mendapatkan faedah-faedah besar yang tersembunyi. Faedah tersebut salah satunya ada pada perintah puasa di bulan Ramadhan itu sendiri.

Jamaah Jumat rahimakumullah,
Faedah puasa di bulan Ramadhan yang pertama adalah raf'ud darajat (meninggikan derajat). Oleh Allah swt, kita diperintahkan untuk berpuasa. Pada saat yang sama Allah juga membuka rahmat-Nya kepada kita yang diwujudkan dengan dibukanya pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka. Sebagaimana Hadits Nabi yang berbunyi:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنَ

Artinya: "Ketika Ramadhan tiba, dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka dan setan pun dibelenggu," (HR Imam Muslim).

Hadits ini sesungguhnya dapat kita pahami sebagai dorongan agar tidak menyia-nyiakan bulan Ramadhan, justru kuantitas sekaligus kualitas ibadah kita harus lebih meningkat. Karena pintu surga telah dibuka oleh Allah swt. Pemahaman ini sebagaimana diterangkan Imam Izzuddin. Ia memandang taftîh abwâb al-jannah (dibukanya pintu surga) adalah sebagai simbol, tanda atau kode agar kita memperbanyak ketaatan (taktsîr al-thâ'ât) dalam melaksanakan ibadah, terutama yang diwajibkan.

Kita perlu memantaskan diri bahwa pintu-pintu surga yang sudah terbuka itu benar-benar adalah untuk kita. Adapaun cara memantaskannya tentu lagi-lagi dengan meningkatkan ketakwaan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah-perintah Allah sekaligus menjauhi apa saja yang telah ditetapkan menjadi larangan-Nya.

Hadirin jamaah Jumat rohimakumullah,
Faedah berpuasa di bulan Ramadhan yang kedua yaitu Takfîrul Khathî'ât (penghapus kesalahan/dosa). Ada sebuah Hadits Nabi Muhammad saw yang berbunyi:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: "Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu," (H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Redaksi "îmânan" (karena iman) pada Hadits tersebut menurut Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami adalah meyakini kewajiban puasa dan melaksanakannya. Sedangkan yang dimaksud dari redaksi "ihtisâban" (mengharapkan pahala) adalah, "li ajrihi 'inda rabbihi merendahkan diri memohon upah/pahala kepada Allah swt.

Karena itu, khatib mengajak kepada diri sendiri dan jamaah Jumat agar meluruskan niat, bahwa kita berpuasa hanya karena Allah SWT.

Jamaah Jumat rahiamakumullah,
Faedah berpuasa di bulan Ramadhan yang ketiga adalah Kasr al-Syahawât (memalingkan/mengalahkan syahwat). Hal ini didasari oleh Hadits Rasulullah saw:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ, فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ, وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ, وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ, فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Artinya: "Wahai para pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya menikah lebih bisa menundukkan pandangan dan lebih mudah menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu menikah, maka berpuasalah, sesungguhnya puasa itu adalah penekan syahwatnya," (HR Imam Ahmad dan Imam Bukhari).

Faedah berpuasa di bulan Ramadhan keempat yakni Taktsîr al-Shadaqât (memperbanyak sedekah). Sudah semestinya kepekaan terhadap kondisi sekitar makin tumbuh pada saat kita berpuasa. Kita berpuasa tentu merasakan haus dan lapar, begitu juga orang-orang di sekitar kita. Kondisi ini yang membuat kita terdorong untuk saling berbagi atau bersedekah.

Jamaah Jumat rahimakumullah,
Faedah keempat berpuasa pada bulan yang penuh berkah ini adalah Syukr 'Âlim al-Khafiyyât (bersyukur mengetahui kenikmatan tersembunyi). Hadirin yang dirahmati Allah. Kita kadang baru sadar akan kenikmatan yang sangat berharga ketika daya kita mulai lemah. Seperti halnya ketika kita merasa haus dan lapar saat berpuasa, kita menyadari betapa hanya dengan satu suap nasi dan satu air gelas sudah memberikan kenikmatan yang luar biasa, bisa membawa manusia giat dalam bekerja, mencari nafkah, beribadah, dan sebagainya.

Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami menyampaikan:

إذا صام عرف نعمة الله عليه في الشِّبَع والرِّيّ فشكرها لذلك, فإنّ النِّعَم لا يُعرف مقدارُها إلّا بفقدها

Artinya: "Ketika berpuasa, manusia menjadi tahu nikmat Allah kepadanya berupa kenyang dan terpenuhinya rasa haus. Karena itu mereka bersyukur. Sebab, kenikmatan tidak diketahui kadar/nilainya tanpa melalui hilangnya rasa nikmat itu (terlebih dahulu),"

Jamaah Jumat rahimakumullah,
Itulah beberapa faedah berpuasa pada bulan Ramadhan. Semoga kita diberikan kekuatan oleh Allah SWT dalam menjalankan ibadah puasa selama Ramadhan, sehingga faedah-faedah sebagaimana yang disebutkan di atas dapat kita raih. Amin.

بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ أَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ

Itulah beberapa contoh khutbah Jumat mengenai keutamaan 10 hari kedua Ramadhan yang memiliki pesan mendalam tentang meraih ampunan. Semoga bermanfaat ya.




(dai/dai)


Hide Ads