Sejarah Masuknya Islam di Palopo hingga Dibangunnya Masjid Jami Tua

Sejarah Masuknya Islam di Palopo hingga Dibangunnya Masjid Jami Tua

Rachmat Ariadi - detikSulsel
Senin, 24 Apr 2023 13:28 WIB
Masjid Jami Tua Palopo
Foto: Masjid Jami Tua Palopo (Rachmat Ariadi/detikSulsel)
Palopo -

Masjid Tua Jami Kota Palopo merupakan masjid tertua di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang sudah berusia 419 tahun. Masjid ini juga menjadi saksi sejarah masuknya Islam di Tana Luwu.

Islam masuk di Luwu pada masa Datu Luwu ke-15 bernama La Patiware. Masuknya Islam di Luwu dibawa oleh 3 ulama asal Minangkabau, Sumatera Barat. Mereka adalah Datuk Sulaiman atau biasa disebut Datuk Patimang, Abdul Makmur atau Datuk ri Bandang dan Abdul Jawad atau Datuk ri Tiro.

Setelah masa Datu Luwu ke-15 La Patiware selesai, penyebaran agama Islam kemudian dilanjutkan oleh Datu Luwu ke-16, Pati Pasaung. Saat itu terjadi konflik saudara antara Pati Raja dan Pati Pasaung sehingga pusat kerajaan Luwu yang awalnya berada di wilayah Pattimang Malangke dipindahkan ke tempat netral di wilayah To Uwe, yang saat ini dikenal dengan Palopo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain sebagai upaya meredam pertikaian, perpindahan pusat kerajaan ini juga membawa misi lain, termasuk dalam hal penyebaran Islam di Tana Luwu.

"Secara antropologi, perpindahan pusat kerajaan Luwu dari Pattimang ke Palopo itu membawa 3 makna yakni rekonsiliasi, rekonstruksi, dan religi," ujar Pemangku adat Kedatuan Luwu, Maddika Bua Andi Syaifuddin kepada detikSulsel, Sabtu (15/4/2023).

ADVERTISEMENT

"Sebelum pusat kerajaan ini pindah ke Palopo itu didahului dengan konflik perang 2 bersaudara yakni Pati Raja dan Pati Pesaung. Nah untuk menghilangkan ada kalah menang, maka dipindahkanlah pusat kerajaan ke tempat netral, bernama To Uwe," jelasnya.

Syaifuddin menjelaskan, To Uwe artinya pohon rotan. Dulunya wilayah Palopo merupakan sebuah pesisir yang dijuluki sebagai kampung nelayan. Di wilayah tersebut terdapat pohon rotan atau Uwe sehingga dijuluki To Uwe.

Saat pusat kerajaan Luwu dipindahkan ke wilayah tersebut, Datu Luwu ke-16 Pati Pasaung langsung membuat istana Kedatuan Luwu atau biasa disebut istana Langkanae. Di saat yang bersamaan, dibangun pula Masjid Jami sebagai pusat syiar Islam.

"Masjid Jami menjadi tanda kesungguhan Datu Luwu untuk menyebarkan Islam di Luwu ini," kata Syaifuddin.

Masjid tersebut dibangun pada tahun 1604. Dibangunnya Masjid Jami saat itu juga menjadi tanda diterimanya Islam di tanah Luwu.

"Secara resmi Islam diterima di Luwu itu dengan adanya Masjid Jami," ujar Syaifuddin.

Setelah pembangunan Masjid Jami tersebut, wilayah pusat kerajaan yang disebut To Uwe pun berubah nama menjadi Palopo.

Perubahan Nama To Uwe ke Palopo

Syaifuddin mengatakan, meskipun penamaan wilayah tersebut terjadi setelah dibangunnya Masjid Jami Tua Palopo. Namun, pembangunan masjid bukan dikhususkan untuk mencetuskan nama Palopo.

"Nama palopo ini ada setelah selesai pembangunan Masjid Jami," kata Syaifuddin.

"Masjid Jami dibangun bukan khusus dibangun untuk mencetus nama, itu kebetulan saja," imbuhnya.

Terkait asal-usul penamaan Palopo itu sendiri, Syarifuddin mengatakan ada dua versi cerita. Versi pertama menyebutkan bahwa kata Palopo diambil menjadi nama wilayah tersebut lantaran kata itu kerap diteriakkan oleh para pekerja saat Masjid Jami Tua Palopo dibangun.

"Versi pertama adalah pada waktu dibangun masjid Jami, setiap dipasang pasaknya semua orang berteriak Palopo'i artinya masukan," ungkap Syaifuddin.

Kemudian, versi lainnya menyebutkan bahwa penamaan kata Palopo diambil nama makanan yang kerap disuguhkan kepada pekerja masjid saat pembangunan masjid tersebut.

"Ada juga versi bahwa itu setiap sore semua pekerja yang mengerjakan Masjid Jami diberi suguhan makanan yang bernama Paloppo', itu dari nasi ketan yang dimakan dengan gula merah. Sehingga tercetuslah nama Palopo," jelasnya.




(urw/alk)

Hide Ads