Masjid Jami Tua Palopo Berusia 4 Abad, Jejak Peradaban Islam Tertua di Sulsel

Masjid Jami Tua Palopo Berusia 4 Abad, Jejak Peradaban Islam Tertua di Sulsel

Rachmat Ariadi - detikSulsel
Selasa, 18 Apr 2023 03:10 WIB
Masjid Jami Tua Palopo
Foto: Masjid Jami Tua Palopo (Rachmat Ariadi/detikSulsel)
Palopo -

Masjid Jami Tua Palopo merupakan masjid tertua di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang telah berusia 419 tahun atau 4 abad. Masjid ini menjadi saksi sejarah penyebaran Islam di Tana Luwu.

Lokasi masjid ini berada di Jalan Andi Djemma, Kelurahan Batupasi, Kecamatan Wara Utara, tepat di pusat Kota Palopo dan berseberangan dengan Istana Kedatuan Luwu. Masjid ini dibangun pada tahun 1604 Masehi di masa pemerintahan Datu Luwu ke-16, Pati Pasaung.

"Secara resmi Islam diterima di Luwu itu dengan adanya Masjid Jami. Masjid Jami dibangun oleh Datu Luwu ke-16 Pati Pasaung tahun 1604," ujar Pemangku adat Kedatuan Luwu, Maddika Bua Andi Syaifuddin Kaddiraja kepada detikSulsel, Sabtu (8/4/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masjid ini dibangun atas perintah Datu Luwu ke-16 setelah pusat kerajaan Luwu berpindah dari wilayah Pattimang Malangke ke Palopo. Sebagai salah satu bangunan yang bersejarah, masjid ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya.

Andi Syaifuddin menjelaskan, kehadiran Masjid Jami Palopo ini sekaligus menjadi penanda masuknya Islam di Luwu. Islam masuk ke Luwu sekitar abad ke 16 di zaman Datu Luwu ke-15 yakni La Patiware'.

ADVERTISEMENT

Ajaran Islam dibawa dan disebarkan oleh 3 ulama asal Minangkabau, Sumatera Barat yang berlabuh di Luwu. Mereka adalah Datok Sulaiman atau biasa disebut Datuk Patimang juga bergelar Khatib Sulung, Abdul Makmur atau Datuk ri Bandang dengan gelar Khatib Tunggal, dan Abdul Jawad atau Datuk ri Tiro bergelar Khatib Bungsu.

Masjid Jami Tua PalopoFoto: Masjid Jami Tua Palopo (Rachmat Ariadi/detikSulsel)

Setelah Datu La Patiware' memeluk islam, beberapa petinggi kerajaan pun ikut masuk Islam termasuk Datu Luwu ke-16 Pati Pasaung dan melanjutkan penyebaran Islam ke masyarakat Luwu.

Mulanya, pusat Kerajaan Luwu berada di Pattimang. Namun, adanya perang saudara petinggi Luwu saat menyebabkan pusat kerajaan dipindahkan ke Palopo yang dinilai sebagai wilayah yang netral.

"Awalnya pusat kerajaan itu berada di Pattimang, karena konflik perang 2 bersaudara yakni Pati Raja dan Pati Pasaung. Nah untuk menghilangkan ada kalah menang, maka pusat kerajaan dipindahkan ke tempat netral, bernama Palopo yang dulu namanya To Uwe yang berarti pohon rotan," jelasnya.

Menurutnya, Datu Luwu saat itu menginginkan penyebaran ajaran Islam di Luwu dilakukan secara masif. Demi mewujudkan misi tersebut, dia memerintahkan pasukannya membangun masjid sebagai pusat penyebaran Islam dan ibadah yang kemudian kini dikenal dengan nama Masjid Tua Jami. Datu Luwu saat itu juga membangun Istana Kedatuan Langkanae Luwu yang langsung tersambung ke Masjid Tua Jami.

"Datu Luwu saat itu memerintahkan untuk membangun Masjid Jami dan istana Kedatuan Langkanae Luwu. Tangga Langkanae sebenarnya langsung bersambung dengan Masjid Jami, sehingga saat Datu hendak shalat langsung ke Masjid. Tetapi pada zaman Belanda tangga Langkanae yang menuju masjid itu dibongkar sehingga ada jarak," ujar Andi Syarifuddin.

Masjid Jami Palopo Masih Terjaga Keasliannya

Masjid Jami Tua PalopoFoto: Masjid Jami Tua Palopo masih terjaga keasliannya meski sudah berusia 419 tahun (Rachmat Ariadi/detikSulsel)


Pengurus Masjid Tua Jami Palopo, Usman Abdul Malla mengatakan, Masjid Tua Jami Palopo sebagai saksi penyebaran Islam di Luwu masih terjaga hingga sekarang. Keaslian bentuk bangunan hingga tekstur bentuk masjid sama sekali belum berubah sejak dibangun 419 tahun silam.

"Ini merupakan masjid tertua di Sulsel, umurnya sudah 419 tahun dan bangunannya sama sekali tidak pernah berubah karena ini saksi sejarah penyebaran Islam di tanah Luwu," ucapnya.

Saat ini, Masjid Jami Palopo bahkan menjadi salah sari destinasi wisata religi favorit di Kota Palopo. Dia mengatakan, Masjid Tua Jami sering didatangi wisatawan hanya untuk mengetahui sejarah masjid tersebut.

"Banyak wisatawan datang untuk mengetahui sejarah masjid. Bahkan ada yang datang hanya sekadar berfoto," ujarnya.




(urw/alk)

Hide Ads