Kepala Seksi Survei dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar Dyah Faisal menjadi saksi sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan proyek industri sampah Makassar yang membuat negara rugi Rp 45 miliar. Ia mengungkap ada 150-an sertifikat lahan yang tercatat atas nama orang lain.
Dyah Faisa menjadi saksi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (20/3/2024). Jaksa Penuntut Umum (JPU) bernama Ahmad Yani awalnya bertanya ke saksi apakah dia sebagai Kepala Seksi Survei dan Pemetaan mengetahui adanya lokasi pengadaan tanah pada 2012, 2013, dan 2014.
"Kurang tahu," jawab Saksi Dyah di persidangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saksi mengaku baru mengetahui adanya pembebasan lahan tersebut setelah diminta melakukan survei lokasi pada Oktober 2023. Setelah melakukan survei, saksi menemukan lahan yang telah dibebaskan tersebut belum menjadi hak pemerintah kota (pemkot) Makassar.
"Belum (tercatat sebagai hak milik pemkot)," jawab Dyah.
Selanjutnya, jaksa menanyakan output dari survei dan pemetaan lokasi setelah ditinjau saksi. Saksi pun menjawab bahwa pihaknya membuat peta lokasi yang memuat keterangan hak pemilik lahan.
"Saudara Kepala Seksi Survei dan Pemetaan, saat meninjau lokasi apa output setelahnya?" tanya Jaksa Ahmad Yani.
"(Peta) gambar (lokasi)," jawab Dyah.
Mendengar penjelasan saksi, jaksa lantas meminta penegasan bahwa ternyata lahan tersebut masih milik orang lain. Saksi pun membenarkannya.
"Gambar itu, di lokasi itu, ada hak milik orang lain ya," tegas jaksa dibalas anggukan saksi.
Di hadapan jaksa, saksi juga mengungkap jumlah sertifikat yang masih jadi hak milik orang lain. Dyah menyebut ada 150-an sertifikat yang tercatat atas nama orang lain.
"Berapa jumlah (sertifikat) hak milik orang lain?" tanya jaksa.
"150-an," jawab saksi.
Untuk diketahui, eks Kabag Pemerintahan Pemkot Makassar, Sabri menjadi terdakwa korupsi pembebasan lahan industri sampah menjadi energi listrik di Tamalanrea, Makassar, pada tahun 2012, 2013, dan 2014. Ia dinyatakan bersalah mengadakan pembebasan lahan tanpa dokumen memadai dan tidak melibatkan beberapa pihak berwenang.
"Tidak adanya penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya, tidak adanya lembaga penilai harga tanah, tidak melibatkan panitia pengadaan tanah sebagaimana Keputusan Walikota Makassar Nomor: 590.05/452/Kep/III/2012 tanggal 8 Maret 2012, tentang Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Kota Makassar Tahun Anggaran 2012, khususnya pihak Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar," demikian dakwaan JPU seperti dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Makassar, Minggu (3/3).
"Akibat perbuatan Terdakwa Sabri bersama-sama dengan Muh. Yarman, M Iskandar Lewa, Abdullah Syukur Dasman, dan Abd Rahim secara melawan hukum mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 45.718.800.000 (sekitar Rp 45 miliar)," kata jaksa.
Dalam sidang sebelumnya, pihak BPN juga sempat menghadiri sidang lanjutan tipikor ini. Eks Kepala BPN Makassar bernama Nahri mengaku bahwa dirinya tidak tahu ada pembebasan lahan, dirinya tidak dilibatkan sebagai panitia pengadaan tanah, dan SK panitian pengadaan tanah yang memuat namanya itu dipalsukan.
(hmw/asm)