Mantan Kapolsek Baito Ipda Muhammad Idris dan mantan Kanit Reskrim Polsek Baito Aipda Amiruddin dikenakan sanksi etik usai terbukti meminta uang damai Rp 2 juta ke guru honorer, Supriyani yang dituduh menganiaya siswanya di Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra). Kedua polisi itu dikenakan hukuman penempatan khusus (patsus) hingga sanksi demosi.
Kasus dugaan pemerasan tersebut mulanya diungkap pengacara Supriyani, Andre Darmawan usai kliennya menjadi tersangka kasus dugaan penganiayaan siswa SD. Andre menyebut Ipda Muhammad Idris mengambil uang damai Rp 2 juta saat proses mediasi di rumah kepala desa.
"Setelah dia (Supriyani) jadi tersangka ada permintaan uang. Berapa? Rp 2 juta. Siapa yang minta? Kapolsek. Siapa saksinya? Bu Supriyani dan Pak Desa. Sudah diambil kapolsek di rumahnya Pak Desa, uang Bu Supriyani Rp 1,5 juta dan ditambah uangnya Pak Desa Rp 500 ribu," ujar Andre kepada wartawan, Senin (28/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Propam Polda Sultra lalu mengusut perkara permintaan uang damai demi tujuan menghentikan kasus dugaan penganiayaan itu. Ipda Muhammad Idris dan Aipda Amiruddin kemudian dicopot dari jabatannya sembari menjalani pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik Polri.
Hasil Sidang Kode Etik Polri
Komisi Kode Etik Polri pun menjatuhkan sanksi demosi dan patsus kepada Ipda Muhammad Idris dan Aipda Amiruddin. Sanksi etik itu dikenakan terhadap keduanya dalam sidang kode etik yang digelar di Propam Mapolda Sultra pada Kamis (5/12).
"Terungkap di persidangan (etik) Ipda Muhammad Idris dan Aipda Amiruddin disanksi patsus dan demosi," ungkap Kabid Humas Polda Sultra Kombes Iis Kristian kepada wartawan, Kamis (5/12).
Ipda Muhammad Idris dikenakan sanksi patsus selama 7 hari di Polda Sultra mulai 9 November 2024. Mantan kapolsek Baito itu juga dikenakan hukuman demosi alias penurunan pangkat atau jabatan.
"Ketua Komisi Etik menjatuhkan hukuman kepada Ipda Muhammad Idris berupa patsus selama 7 hari dan demosi 1 tahun. Juga ada sanksi permintaan maaf kepada institusi," jelasnya.
Sementara Aipda Amiruddin dipatsus selama 21 hari terhitung mulai 9 November 2024 di Polres Konsel. Dalam persidangan terungkap bahwa Aipda Amiruddin yang langsung melakukan permintaan uang damai ke Supriyani.
"Ketua Komisi Etik juga menjatuhkan hukuman patsus selama 21 hari dan demosi selama 2 tahun dan juga sanksi permintaan maaf kepada institusi atas perbuatan yang telah dilakukan," bebernya.
"Untuk Aipda Amiruddin menyatakan bahwa terduga terbukti bersalah melakukan permintaan bantuan berupa sejumlah dana Rp 2.000.000," tambah Iis.
Dari fakta persidangan, Iis mengaku dugaan permintaan uang Rp 50 juta tidak terbukti sebagaimana informasi yang beredar sebelumnya. Dia menegaskan bahwa Ipda Muhammad Idris dan Aipda Amiruddin hanya menerima uang damai Rp 2 juta.
"Terkait angka Rp 50 juta itu tidak ada, sempat juga dibahas di persidangan itu, (tetapi) tidak ada, tidak terdapat bukti. Jadi kami sampaikan fakta di persidangan terbukti adalah permintaan sebesar Rp 2.000.000," paparnya.
Iis menegaskan sanksi itu bentuk komitmen Polri dalam menindak tegas personel yang melakukan pelanggaran. Dia menuturkan sidang putusan kode etik Polri tersebut turut dihadiri sejumlah saksi.
"Ini sidang kode etik atas permintaan bantuan sejumlah uang kepada pihak yang terkait atas perkara yang sedang ditangani. Dalam sidang dihadiri juga para saksi kemudian dihadiri juga oleh penasihat hukum," imbuh Iis.
Sementara itu, Kabid Propam Polda Sultra Moch Saleh mengaku, masa hukuman terhadap Aipda Amiruddin lebih tinggi dibanding Ipda Muhammad Idris. Saleh menyebut Ipda Muhammad Idris hanya sebagai pihak yang menerima dan bukan yang meminta langsung uang damai tersebut.
"Karena Pak Idris tidak aktif secara eksplisit meminta uang. Dia hanya menerima karena dipikir uang bantuan dari kades," ucap Saleh.
Namun Saleh menegaskan, sanksi patsus dan demosi terhadap keduanya termasuk kategori hukuman keras. Hukuman itu membuat Ipda Muhammad Idris dan Aipda Amiruddin tidak mendapat tunjangan kinerja (tukin) selama hukuman berjalan.
"Intinya dengan demosi tadi itu satu tahun dan dua tahun itu sudah termasuk pengurangan hak-hak personel, tidak mendapatkan tukin dan kenaikan pangkatnya ditunda, dan kemungkinan juga akan ditempatkan di staf," jelasnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
Guru Supriyani Divonis Bebas
Sebagai informasi, Supriyani dituduh menganiaya siswa yang merupakan anak polisi di SD Negeri 4 Baito pada Rabu (24/4) sekitar pukul 10.00 Wita. Kasus ini pun bergulir di persidangan Supriyani didakwa menganiaya anak berusia 8 tahun.
Supriyani didakwa melanggar pasal 80 ayat 1 juncto pasal 76C Undang-Undang (UU) Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Supriyani kemudian menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan, Senin (25/11). Dalam sidang yang bertepatan dengan peringatan Hari Guru Nasional (HGN) itu, majelis hakim menyatakan Supriyani tidak terbukti bersalah.
"Menyatakan terdakwa guru Supriyani tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kesatu dan dakwaan kedua penuntut umum," kata Ketua Majelis Hakim Stevie Rosano dalam putusannya.
"Kedua membebaskan terdakwa oleh karena itu dari segala dakwaan penuntut umum," tambah hakim.
Hakim juga meminta hak-hak guru Supriyani selama ini dapat dipulihkan, baik kedudukan, harkat maupun martabatnya. Jaksa penuntut umum juga diminta mengembalikan semua barang bukti milik saksi dalam proses persidangan.
"Tiga memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan harkat serta martabatnya," ungkap hakim.
Simak Video "Jangan Ada Lagi Kriminalisasi Guru!"
[Gambas:Video 20detik]
(sar/sar)