Dugaan Pemerasan Guru Supriyani, Kapolsek-Kanit Reskrim Baito Dicopot

Regional

Dugaan Pemerasan Guru Supriyani, Kapolsek-Kanit Reskrim Baito Dicopot

Nadhir Attamimi - detikJogja
Rabu, 13 Nov 2024 14:53 WIB
Poster
Ilustrasi kasus pemerasan. Foto: Edi Wahyono
Jogja -

Kapolsek Baito Ipda Muh Idris dan Kanit Reskrim Polsek Baito Aipda Amiruddin dicopot dari jabatannya buntut dugaan permintaan uang Rp 2 juta ke guru Supriyani usai dituduh menganiaya muridnya. Begini penjelasan Polda Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kabid Humas Polda Sultra Kombes Iis Kristian mengatakan Ipda Muh Idris dan Aipda Amiruddin kini ditarik ke Polres Konawe Selatan untuk pemeriksaan lebih lanjut.

"Iya, keduanya sudah kita tarik ke Polres Konawe Selatan dan ganti yang lain," kata Iis kepada detikcom, Rabu (13/11/2024) dilansir detikSulsel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diperiksa Propam

Iis mengungkapkan penarikan Muh Idris dan Amiruddin itu sebagai upaya mempermudah penanganan dan pemeriksaan etik dari Bid Propam Polda Sultra. Selain itu agar pelayanan di Polsek Baito bisa berjalan dengan lancar.

"Alasan ditarik agar dimudahkan dalam proses pemeriksaan terkait permintaan uang itu (Rp 2 juta). Sekarang sudah yang baru (menjabat)," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Terkait jadwal sidang etik, Iis mengatakan Propam Polda Sultra masih melakukan proses penanganan. Salah satunya mengumpulkan sejumlah alat bukti terkait adanya dugaan permintaan uang tersebut.

"Belum dijadwalkan sidang, karena masih ada proses-proses lain seperti melengkapi alat-alat bukti," beber dia.

Propam Polda Sultra turun tangan mengusut dugaan pemerasan Rp 2 juta terhadap guru honorer Supriyani yang dituduh menganiaya siswanya di Konawe Selatan.

Kabid Humas Polda Sultra Kombes Iis Kristian membenarkan bahwa Kapolsek Baito Ipda Muh Idris dan Kanit Reskrim Polsek Baito Aipda Amiruddin disidang etik soal dugaan permintaan uang Rp 2 juta tersebut.

"Iya benar Kapolsek dan Kanitres-nya (Polsek Baito). Iya soal uang Rp 2 juta (permintaan)," kata Kabid Humas Polda Sultra Kombes Iis Kristian kepada detikcom, Kamis (7/11).

Duduk Perkara Versi Polisi

Berdasarkan penjelasan kepolisian, kasus dugaan penganiayaan ini bermula saat siswa kelas 1 SD berinisial MC ketahuan memiliki luka bekas penganiayaan di pahanya. Siswa tersebut lantas dimintai penjelasan oleh ibunya, Nurfitriana yang merupakan ibu bhayangkari atau istri dari Kanit Intelkam Polsek Baito Aipda Wibowo Hasyim.

"Saudari Nurfitriana melihat ada bekas luka di paha bagian belakang korban dan menanyakan ke korban tentang luka tersebut, korban menjawab bahwa luka tersebut akibat jatuh dengan bapaknya," kata Kapolres Konawe Selatan AKBP Febri Syam dalam keterangannya, Selasa (22/10/2024), dilansir detikSulsel.

Belakangan Nurfitriani mengonfirmasi luka anaknya kepada suaminya. Dia menanyakan pengakuan anaknya yang jatuh di sawah bersama ayahnya.

"Suami korban kaget dan langsung menanyakan kepada korban tentang luka tersebut, korban menjawab bahwa telah dipukul oleh mamanya Alfa (saudari Supriyani) di sekolah pada hari Rabu tanggal 24 April 2024," katanya.

Aipda Wibowo yang tidak terima akhirnya melaporkan Supriyani pada Jumat (26/4). Hingga akhirnya Supriyani menjadi tersangka penganiayaan.

Jaksa Tuntut Bebas Guru Supriyani

Kasus ini telah masuk persidangan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut bebas guru honorer Supriyani dari tuduhan menganiaya siswanya yang merupakan anak polisi di Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Supriyani menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo pada Senin (11/11). JPU Ujang Sutisna dalam tuntutannya meminta hakim PN Andoolo membebaskan Supriyani dari segala tuntutan hukum.

"Menuntut, supaya majelis hakim PN Andoolo yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan, menyatakan, menuntut Supriyani lepas dari segala tuntutan hukum," kata Ujang Sutisna saat membacakan surat tuntutan di PN Andoolo, Senin (11/11/2024) dilansir detikSulsel.

"Kedua membebaskan terdakwa Supriyani dari dakwaan kesatu melanggar Pasal Perlindungan Anak," tambah Ujang.

Ujang mengatakan pihaknya telah mempertimbangkan banyak hal agar Supriyani dibebaskan. Pertama, dia menyebut sifat jahat Supriyani dalam kasus ini tidak dapat dibuktikan.

"Walaupun perbuatan pidana dapat dibuktikan, akan tetapi tidak dapat dibuktikan adanya sifat jahat atau mens rea," ujarnya.

Kedua, pihaknya berkesimpulan tindakan Supriyani merupakan bentuk pendidikan terhadap siswanya. Dia pun menyebut tidak ada yang memberatkan Supriyani dalam kasus ini.

"Dalam perkara ini terdakwa Supriyani memukul saksi anak, namun bukan tindak pidana. Kami mengemukakan pertimbangan, yang memberatkan tidak ada," bebernya.

Selanjutnya, JPU menilai terdakwa bersifat sopan selama persidangan. Terdakwa juga sudah mengabdi sebagai guru sejak 2009 dan tidak pernah bermasalah dengan hukum.

"Hal yang meringankan terdakwa bersifat sopan selama persidangan, terdakwa sudah jadi guru honorer sejak tahun 2009 sampai sekarang, memiliki 2 anak kecil yang membutuhkan perhatian, dan tidak pernah dihukum," jelasnya.




(rih/dil)

Hide Ads