Plt Bupati Mimika Johannes Rettob (JR) ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan pesawat dan helikopter dengan kerugian Rp 43 miliar. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua yang mengusut perkara ini menilai pengadaan transportasi udara di lingkup Dinas Perhubungan (Dishub) Mimika itu tidak sesuai prosedur.
"Jadi duduk perkara kasus yakni dimulai dari salahnya perencanaan dan juga mekanisme penunjukan pihak ketiga dalam melakukan pengadaan barang dan jasa," ungkap Kasi Penerangan Kejati Papua Aguwani kepada detikcom, Jumat (27/1/2023).
Aguwani mengatakan, pengadaan pesawat dan helikopter itu tidak melalui mekanisme lelang. Pihak rekanan yakni PT Asian Air One ditunjuk secara langsung sebagai penyedia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka menunjuk perusahaan itu tanpa mekanisme lelang sebagai pemenang tender pengadaan," sebutnya.
Perusahaan tersebut ternyata dikelola istri dan kakak ipar Johanes Rettob. Sementara Direktur PT Asian Air One, Silvi Herawati (SH) juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.
"Pengurus dalam perusahaan mulai dari Direktur yakni tersangka SH merupakan kakak iparnya. Dan kemudian untuk komisaris istri JR," ungkap Aguwani.
Aguwani menjelaskan, pengadaan pesawat Cessna Grand Carawab C 208 B EX dan helikopter Airbus H 125 dilakukan saat Johannes masih menjabat sebagai Kadishub Mimika. Anggaran pengadaannya dialokasikan sebesar Rp 85 miliar pada tahun 2015.
"Dalam perjalanan pengadaan pesawat dan helikopter ini menimbulkan banyak masalah yang menyebabkan kerugian bagi pemerintah daerah," ujarnya.
Berdasarkan hasil audit independen, pengadaan pesawat dan helikopter itu menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 43 miliar. Hal ini yang juga menjadi dasar Kejati Papua menetapkan tersangka.
"Pesawat tersebut memang sudah ada, namun sistem pengendalian pesawat tersebut belum jelas," urai Aguwani.
Pesawat dan helikopter itu juga disorot bea cukai. Kedua transportasi udara itu disita lantaran pengelolaannya tidak jelas.
"Tak sampai di situ helikopternya juga sudah dibeli dan kini disita oleh bea cukai. Lantaran apa, ini kan barang mewah. Pajaknya siapa yang tanggung sementara dalam perencanaannya tidak diatur sebaik mungkin," tuturnya.
"Coba bayangkan siapa yang mau bayar pajak masuknya helikopter itu ke Indonesia. Sementara dalam pengadaannya tidak diatur," tambah Aguwani.
Tersangka Berpotensi Bertambah
Kejati Papua menetapkan dua tersangka dalam kasus korupsi pengadaan pesawat dan helikopter setelah dilakukan gelar perkara pada Rabu (25/1). Penyidik juga telah memeriksa 20 saksi dalam kasus ini.
"Jadi ada sekitar 20-an orang diperiksa sebagai saksi atas kasus ini. Lalu dari hasil gelar perkara ditetapkan 2 orang sebagai tersangka," imbuh Aguwani.
Aguwani menegaskan, kasus ini masih terus didalami penyidik. Dia mengungkap ada potensi tersangka bisa bertambah.
"Kasus ini akan terus berjalan dan kemungkinan akan ada tersangka lain. Hanya diharapkan menunggu," tambahnya.
Penyidik pun segera memproses berkas perkara kedua tersangka untuk dilimpahkan ke pengadilan. Sementara kedua tersangka belum ditahan karena dianggap kooperatif.
"Penyidik telah diperintahkan pimpinan untuk segera melimpahkan kasus ini ke pengadilan. Jadi ini dulu yang sampaikan," sebut Aguwani.
Simak respons Plt Bupati Mimika di halaman selanjutnya.
Plt Bupati Mimika Heran Jadi Tersangka
Plt Bupati Mimika Johannes Rettob mengaku heran ditetapkan tersangka dalam kasus korupsi pengadaan pesawat dan helikopter senilai Rp 43 miliar. Dia beralasan perkara ini pernah diusut KPK namun belakangan disetop karena tak cukup bukti.
"Saya pernah juga diperiksa di KPK 2017-2019 yang mana pemeriksaannya sama dengan di kejaksaan. Waktu di KPK kasusnya dihentikan," ungkap Johannes kepada detikcom, Jumat (27/1).
Johannes mengutarakan, dirinya sampai 4 kali diperiksa dalam kurun waktu 2 tahun saat kasus itu diusut KPK. Dia lantas membandingkannya dengan Kejati Papua yang baru memeriksanya 2 kali selama penyelidikan sebulan hingga ditetapkan tersangka.
"Saya penyelidikan di KPK 2 tahun akhirnya dinyatakan tidak bersalah. Di sini saya hanya penyelidikan 1 bulan dan kemudian naik perkaranya jadi penyidikan dan kemudian menetapkan saya tersangka dengan pemeriksaan 2 kali. Sedangkan di KPK saya diperiksa 4 kali," ujarnya.
Namun dia mengaku akan bersikap kooperatif dalam kasus yang menjeratnya. Dirinya juga akan berkomunikasi dengan Mendagri.
"Selama ini saya setelah jadi bupati ketika mereka panggil saya selalu datang. Walau pun sebenarnya harus izin Mendagri tapi saya kooperatif," pungkasnya.