Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharudddin menyebut imbauan soal penggunaan dana desa 40 persen untuk budi daya pisang disalahtafsirkan. Bahtiar menilai imbauannya dipolitisasi oknum tertentu.
"Wakil Menteri Desa dua malam yang lalu kan ada di sini. Beliau kan mendukung (wacana budidaya pisang). Nah, ini ada yang politiki informasinya. Yang 40 persen itu seakan-akan wajib harus dilaksanakan. (Ini) imbauan," ujar Bahtiar di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Jalan Jenderal Sudirman, Makassar, Kamis (12/10/2023) malam.
Bahtiar mengatakan peraturan Menteri Desa terkait penggunaan dana desa untuk ketahanan pangan dialokasikan sebesar 20 persen. Sehingga edaran 40 persen dana desa untuk budi daya pisang disebut tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu bukan hukum. Kecuali itu hukum, baru persoalan. Karena di aturan nasional bilang, minimal 20 persen. Kan aturannya gitu 20 persen di tahun 2023. Kalau di 2024 belum ada karena sedang dibahas sama Kementerian Desa dan lain-lain," terangnya.
Dia menyebut penggunaan dana desa tetap mengacu pada aturan yang akan dan telah dibuat oleh Kementerian Desa. Bahtiar memastikan Pemprov Sulsel tunduk dan patuh atas peraturan tersebut.
"Apapun nanti aturan yang akan dikeluarkan oleh Menteri Desa, tentang cara, bagaimana, dan apa, besaran penggunaan dana desa. Berapa untuk stunting, berapa untuk inflasi, berapa untuk infrastruktur, silakan saja. Kita ikuti. Tetap sesuai dengan hukum itu," bebernya.
Bahtiar menjelaskan pada dasarnya pemerintah desa tetap dapat menggunakan anggarannya itu sesuai dengan peruntukannya. Dia menegaskan anggaran dana desa 40 persen untuk budi daya pisang bukanlah kewajiban.
"Yang dipersoalkan orang itu, imbauan saya mendorong 40 persen penggunaan dana desa di tahun 2024 untuk tanaman pangan. Salah satu contohnya, pisang. Enggak harus pisang. Bagaimana dengan duren? Bisa juga. Saya tidak mau 40 persen, saya mau tetap 20 persen, silakan saja. Lagi-lagi ini imbauan. Karena yang saya dengar itu ada yang demo," terang Bahtiar.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Dia pun menerangkan budidaya pisang yang diwacanakannya ini sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat. Bahtiar kemudian menyebutkan contohnya satu per satu.
"Jadi saya suruh data kawan-kawan Dinas Pertanian. Rupaya di Gowa sudah ada 30 hektare. Di Sidrap ada 100 hektare. Di Pinrang nampaknya ada kampung namanya Pisang Kepok. Di Amali di Bone, ada. Di Luwu Utara, Soppeng sudah ada," tuturnya.
Namun, Bahtiar berharap dengan inisiasinya ini, kebun pisang yang telah ada dapat dirawat dengan baik. Serta ditata dan dikelola sehingga produksinya lebih berkualitas.
"Hari ini kita sudah punya berapa juta. Yang ada ini kita rawat, kita rapikan. Supaya produksinya lebih bagus. Yang baru nanti kita siapkan yang lebih manageable. Jadi bukan mulai dari nol, nih. Beda misalnya kita membawa sesuatu yang belum pernah dilakukan masyarakat," terangnya.
Sebelumnya diberitakan, Bahtiar meluruskan terkait edaran penggunaan dana desa 40 persen untuk budi daya pisang. Bahtiar mengungkap edaran itu hanya imbauan.
"Mungkin memang ada imbauan saya kepada teman-teman kepala desa untuk memaksimalkan. Imbauan ya, imbauan itu bukan hukum (mutlak)" ujar Bahtiar.
Bahtiar mengatakan bahwa imbauannya itu salah diterjemahkan oleh beberapa kelompok. Dia menegaskan bahwa dengan mendorong budidaya pisang, tidak berarti menghambat program prioritas yang telah ada di desa.
"Seakan-akan bahwa saya mencegah perkembangan potensi lainnya yang sudah kita punya. Jagung, padi, segala macam ketika saya mendorong pengembangan tanaman pisang," bebernya.
Simak Video "Video: Catatan Terkait Wacana Subsidi Layanan Kesehatan Hewan"
[Gambas:Video 20detik]
(asm/hmw)