Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Jamaluddin Jompa memberikan penjelasan mengenai polemik tujuh guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) yang mengundurkan diri. Salah satunya mengenai kewenangan dekan.
Jamaluddin menanggapi soal tidak dilibatkannya guru besar dalam proses mengajar, menguji, hingga membimbing mahasiswa di Program Studi (Prodi) Doktor (S3) Manajemen selama dua semester. Dia menyebut dekan memiliki hak prerogatif.
"Dekan memiliki kewenangan untuk tidak (memberikan dosen) mengajar sekalipun. Itu haknya dekan. Karena dia dipilih oleh masyarakatnya, ditetapkan oleh rektor," jelas Jamaluddin Jompa kepada detikSulsel, Kamis (3/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian, dia menegaskan hak tersebut juga tidak boleh dilakukan sembarangan. Harus ada sesuatu yang mendasari dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Dekan juga harus mempertanggungjawabkan itu. Kenapa dia tidak memberi lagi tugas (mengajar) kepada yang bersangkutan," tegasnya.
"Kalau di dalamnya dia gak senang misalnya karena dianggap tidak perfom itu haknya dekan. Tentu kita bisa klarifikasi. Yang bersangkutan (dosen) juga berhak untuk meminta klarifikasi kenapa," sambungnya.
Jamaluddin pun mengingatkan kepada para dosen untuk tetap saling menghargai. Dia menyebut leadership di sebuah organisasi penting agar dapat berjalan dengan baik.
"Tapi tidak bisa dianggap ini sejajar. Kalau semua anak buah merasa menjadi bos kan kacau," ucapnya.
"Saya bilang, leadership dekan harus dihargai. Demikian pula saya minta dekan untuk menerapkan prinsip-prinsip organisasi yang sehat, yang kemudian inklusif, adil terhadap semua," pungkasnya.
Pengakuan Guru Besar
Sebelumnya, kasus mundurnya tujuh guru besar FEB Unhas awalnya disebut dipicu kebijakan dekan fakultas. Sejumlah guru besar mengaku dipaksa meluluskan mahasiswa S3 di Program Studi (Prodi) Manajemen.
Intervensi itu diungkap beberapa guru besar melalui surat pengunduran dirinya yang akhirnya bikin heboh. Dalam surat pengunduran diri itu disampaikan adanya kebijakan dekan yang memaksa untuk memberikan nilai kepada mahasiswa yang tidak layak mendapatkannya.
Adapun ketujuh guru besar tersebut ialah Prof Muhammad Idrus Taba, SE., M.Si, Prof Dr Idayanti Nusyamsi, SE, MSi, Prof Dr Siti Haerani, SE, MSi, Prof Dr Cevi Pahlevi, SE, MSi, Prof Dr Haris Maupa, SE, MSi, Prof Dr Muhammad Asdar, SE, MSi, dan Prof Dr Mahlia Muis, SE, MSi, CIPM.
Prof Dr Siti Haerani, SE, MSi dalam surat pengunduran dirinya mengungkapkan bahwa ada intervensi dekan dalam pemberian nilai mahasiswa S3. Dia diminta meluluskan mahasiswa yang tidak pernah mengikuti perkuliahan tanpa alasan yang jelas.
"Adanya intervensi Dekan dalam pemberian nilai mahasiswa mata kuliah yang saya ampu pada Program S3 dimana saya diminta untuk meluluskan mahasiswa yang sama sekali tidak memenuhi syarat untuk diluluskan (nol kehadiran padahal perkuliahan dilakukan secara online, tidak ada tugas, tidak ikut ujian, tidak ada komunikasi dengan dosen, baik melalui chat whatsapp pribadi maupun group, untuk menyampaikan alasan ketidakhadirannya pada perkuliahan) hingga keluarnya nilai di akhir semester, justru yang sibuk mencarikan alasan yang tak masuk akal dan mengada-ada adalah Dekan FEB sendiri," tulis surat pengunduran diri Prof Siti Haerani.
Buntut dari intervensi tersebut, Siti Haerani mengaku diberi hukuman dari fakultas. Hukuman tersebut berupa tidak dilibatkan dalam kegiatan mengajar, membimbing, dan menguji tanpa alasan akademis dan pertimbangan yang rasional.
"Tanpa alasan akademis dan pertimbangan yang objektif dan rasional, Dekan FEB telah sewenang-wenang 'menghukum saya' secara tidak pantas, tidak adil dan tak beretika atas kasus no 1 di atas dengan cara tak melibatkan saya sama sekali pada kegiatan mengajar, membimbing dan menguji mulai pada semester Akhir TA 2021-2022 hingga saat ini. Hal ini amat sangat menciderai perasaan saya sebagai dosen, Guru Besar yang bisa dianggap tidak kompeten oleh mahasiswa dan rekan dosen," ungkapnya.
Selanjutnya Dekan FEB-7 Guru Besar Saling Memaafkan.
Simak Video "Video: Pegawai Unhas Dipecat Seusai Lakukan Kecurangan di SNBT 2025"
[Gambas:Video 20detik]