Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim menyoroti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal) serta kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) proyek PLTA Kayan di Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara) yang sulit diakses. Sehingga Walhi mempertanyakan keberadaan dokumen kajian lingkungan proyek milik PT Kayan Hydro Energy (KHE) tersebut.
"Kenapa saya mempertanyakan ada apa tidak, karena selama ini izin amdal itu tidak ada di website baik perusahaan maupun di pemerintahan. Kami pun sampai saat ini tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan pembangunan PLTA ini," ujar Direktur Walhi Kaltim, Yohana Tiko kepada detikcom, Selasa (6/9/2022).
Sejak izin keluar pada 2012 lalu, belum ada progres megaproyek PLTA Kayan yang sudah berumur 10 tahun lebih. Sepanjang itu sejumlah izin diurus oleh PT Kayan Hydro Energy (KHE). Jumlahnya ada 40. Sehingga Tiko berharap agar otoritas setempat mulai dari camat, bupati hingga gubernur bisa meninjau soal Amdal dan KHLS proyek tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dokumen andal atau KLHS ini tak bisa diakses. Dulu kami pernah minta. Katanya KHE mau mulai melakukan aktivitas, tapi tidak ada kajian yang lengkap baik KLHS maupun andalnya," terangnya.
Sejatinya proyek PLTA Kayan itu digadang-digadang bakal menyuplai pasokan listrik ke Ibu Kota Negara (IKN) di Sepaku, Kaltim. Ihwal tersebut sempat dinyatakan Presiden Jokowi dalam kongres PKMRI di Samarinda pada Juni 2022 lalu. PLTA ini bakal mengkoneksikan jaringan listrik Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Proyek ini disebut akan berdampak ke 2 desa.
"Bukan cuman dua desa, pembangunan ini juga akan berdampak pada 5 desa di sekitar lokasi PLTA," tegasnya.
Tiko pun meminta KHE sebagai investor proyek agar menjalankan semua aturan ataupun regulasi yang diatur dengan Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat. Kesepakatan ini biasa disebut dengan kaidah Persetujuan Bebas, Didahulukan, dan Diinformasikan atau Free, Prior and Informed Consent (FPIC). Jadi ada hak masyarakat dalam memutuskan menerima atau menolak tanpa paksaan.
"Akan tetapi masyarakat setempat nggak diberi ruang sehingga masyarakat kehilangan haknya menerima atau menolak tanpa paksaan (proyek PLTA Kayan tersebut). Kami minta gubernur dan bupati meninjau ulang atau bahkan setop saja proyek ini," tegasnya
Sementara itu, Direktur Operasional PT KHE, Khaeroni mengatakan terkait seluruh izin yang diperoleh, pihaknya telah mengantongi izin yang diperlukan termasuk izin amdal.
"Sampai saat ini sudah ada 40 izin termasuk Amdal. Ada dari kementerian, lintas sektoral, dan izin dari PUPR, itu sudah kami pegang sebagai dasar pembangunan PLTA ini," jelasnya.
Kemudian terkait izin amdal, pihaknya membantah tidak melibatkan Pemkab Bulungan maupun Pemprov Kaltara dalam pembangunan PLTA tersebut.
"Terus terang dari pemerintah kabupaten dan provinsi itu sudah sering melakukan monitoring investasi di kabupaten. Salah satunya adalah kami. Beberapa bulan lalu itu dari PTSP dinas PU sudah monitoring kegiatan kami. Jadi mereka itu rutin monitoring," jelasnya.
"Dinas-dinas itu sudah beberapa kali melakukan pengecekan di lapangan. Jadi kami sering berkoordinasi dan melaporkan kegiatan. Dan dinas juga melakukan peninjauan bahkan investasi kami di kabupaten bulungan di lokasi KHE," imbuhnya.
(tau/sar)