Wali Kota Makassar Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto menuding pembangunan kereta api segmen Makassar salah konsep jika konstruksi relnya tidak dibuat melayang (elevated). Danny menilai rencana rel dibangun at grade atau di darat mengganggu rencana tata ruang wilayah.
"Saya anggap kereta api kalau at grade itu salah desain, termasuk penentuan yang tidak pas. Saya tidak mau dirusak ini tata ruang kota," tegas Danny saat dikonfirmasi, Jumat malam (15/7/2022).
Danny turut menyoroti Balai Pengelola Kereta Api (BPKA) Sulawesi Selatan (Sulsel) yang disebut berencana membangun lokasi stasiun kereta api di wilayah Lantebung. Padahal ruas jalan di wilayah itu kecil, bahkan jauh dari akses jalan raya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Stasiun itu harus berdampingan dengan jalan besar, nah itu jalan kecil-kecil (Lantebung). Pas ditanya kenapa (pilih wilayah Lantebung), na bilang tidak ada alasannya, harus di situ," paparnya.
Makanya dia pun tegas menolak rencana penetapan lokasi (penlok) proyek kereta api segmen Makassar oleh Pemprov Sulsel. Itu jika usulannya agar konstruksi rel dibuat melayang tidak diterapkan di Makassar.
"Penlok, coba mi (tetapkan lokasinya). Tapi tetap saya tolak, pasti saya tolak," tegas dia.
Danny menekankan pihaknya bukan menolak proyek kereta api. Pasalnya rencana membangun rel kereta api dengan skema at grade (darat) tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Makassar.
"Bukan kereta apinya saya tolak, tapi yang saya tolak kenapa tidak elevated," sebutnya.
Dirinya hanya tak ingin usulannya lantas ditolak mentah-mentah. Danny lantas membandingkan di sejumlah wilayah lain yang konstruksi rel kereta apinya bisa dibuat elevated atau melayang.
Anggapan terkait sulitnya membangun konstruksi rel kereta api melayang karena berbiaya mahal, pun tidak bisa serta merta diterima.
"Kenapa Palembang bisa elevated, kenapa Medan bisa, Bandung juga elevated, Makassar dibilang (biaya rel kereta api elevated) mahal, kenapa di sana tidak," ucap Danny.
Kepala BPKA Sulsel Andi Amanna Gappa pun kekeh desain perencanaan kereta api Makassar tidak ada yang berubah. Konstruksi rel dibangun dengan skema at grade (darat).
"Belum ada memang perubahan mengenai desain itu ke atas (elevated rail) karena harus dipahami anggarannya cukup besar dan sepertinya kita punya keterbatasan ruang fiskal," beber Amanna Gappa saat dihubungi, Sabtu (25/6) lalu.
Belakangan, pihaknya juga menyinggung rencana pembebasan lahan untuk trase kereta api jalur Mandai (Maros)-Parangloe (Makassar) sejauh 6 kilometer belum ditetapkan. Anggaran senilai Rp 1,4 triliun yang disiapkan terancam ditarik pusat jika lokasi lahan pembangunan belum siap.
"Ini kan yang lambat kita itu penetapan lokasinya (untuk pembebasan lahan). Tidak ada kepastian. Dari pusat juga akan bertanya ya sudah dialihkan (dananya) ke (proyek lain) yang sudah pasti aja dulu," imbuhnya.
Pemprov Sulsel melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) juga beranggapan pembangun rel kereta api melayang butuh waktu dan biaya besar. Namun bisa dilakukan jika Pemkot Makassar memastikan ada investor yang bisa membiayainya.
"Pemkot belum memiliki investor untuk membangun sendiri jalur kereta. Sehingga perencanaan awal dari Kemenhub (rel at grade) menjadi satu-satunya jalan yang bisa ditempuh," sebut Kabid Tata Ruang Dinas PUTR Sulsel Andi Yurnita, Senin (11/7).
Andi Yurnita menegaskan proyek kereta api di Sulsel merupakan proyek strategis nasional (PSN) yang sudah diatur dalam Perpes Nomor 109 Tahun 2020. Dengan regulasi ini, proyek kereta api tetap harus dilanjutkan kendati terbentur dengan RTRW Kota Makassar.
"Jadi meskipun pak Wali Kota Makassar menyebut jika rel dibuat di darat tidak berkesesuaian dengan perencanaan tata ruang kota maka proyek kereta api ini tetap dilanjutkan karena ada perpresnya dan juga masuk dalam RTRW nasional," bebernya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.