1.323 Siswa SMP Makassar Terancam Tak Dapat Ijazah gegara Masalah Dapodik

1.323 Siswa SMP Makassar Terancam Tak Dapat Ijazah gegara Masalah Dapodik

Andi Nur Isman Sofyan - detikSulsel
Senin, 20 Jan 2025 17:00 WIB
Wali Kota Makassar Danny Pomanto.
Wali Kota Makassar Danny Pomanto. Foto: detikSulsel
Makassar -

Sebanyak 1.323 siswa SMP di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) terancam tidak menerima ijazah. Kondisi itu terjadi lantaran siswa tersebut tidak terdaftar dalam data pokok pendidikan (dapodik).

"Anak-anak terancam tidak ambil ijazah nanti. Saya baru dilapor, yang lapor kepala sekolah SMP 6, sebelum dia minta izin pensiun," kata Wali Kota Makassar Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto kepada wartawan dikutip Senin (20/1/2025).

Danny menjelaskan siswa terancam tidak menerima ijazah karena tidak terdaftar di dapodik. Menurutnya, siswa yang tidak terdaftar di dapodik bisa saja dianggap ilegal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Salah satunya soal dapodik, anak-anak yang tidak terdaftar dapodik. Itu kan bisa-bisa anak-anak tidak dapat ijazah itu. Dianggap anak illegal, padahal resmi," terangnya.

Dia mengaku menerima informasi tersebut pada Desember 2024 lalu. Sejak saat itu, Danny meminta hal tersebut agar diusut penyebabnya.

ADVERTISEMENT

"Desember lalu, baru dapat infonya karena disodorkan saya tandatangan bahwa laporan oleh Plh (Disdik Makassar) bertanggung jawab penuh. Saya tidak mau karena saya tidak dilapori, tidak pernah tahu semua. Saya sudah suruh dalami semuanya," papar Danny.

Sementara itu, Plh Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Makassar Nielma Palamba mengatakan siswa tersebut diterima pada tahun ajaran 2024/2025. Mereka masuk melalui jalur solusi alias kebijakan khusus pada 16 SMP di Makassar.

"Angka detailnya itu 1.323 dari 16 sekolah. SMP semua. Ini siswa yang jalur solusi, tapi terlalu banyak diakomodir. Padahal aturannya tidak boleh. Terlalu melebihi rombongan belajar (rombel)," ucap Nielma.

Menurut Nielma, jalur solusi sejatinya dibuat untuk mengakomodir anak harus sekolah. Hanya saja, jumlahnya melebihi kapasitas yang telah ditentukan.

"Tujuannya sebenarnya untuk semua anak harus sekolah. Karena memang kapasitas SD cuma 300 lebih sementara SMP hanya 55 dan orang semua mau negeri dan yang bagus, macam-macam," bebernya.

"Tapi di satu sisi ada berlebihan, satu sisi juga ada sekolah yang berdekatan itu yang kosong," imbuhnya.




(asm/sar)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads