DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) meminta agar skema penghapusan honorer di lingkup Pemprov Sulsel dirancang matang. Penghapusan honorer dinilai berpotensi menimbulkan masalah baru bila skemanya tak segera disiapkan.
"Aturannya sudah ditegaskan honorer itu hanya sampai Desember 2023. Makanya Gubernur ini kita minta agar skema penghapusan honorer sudah harus disiapkan dengan. Dikaji formulanya," ungkap Ketua Komisi A DPRD Sulsel Selle KS Dalle kepada detikSulsel, Sabtu (23/4/2022).
Selle menambahkan, jumlah tenaga honorer di lingkup Pemprov Sulsel ada 12.000 orang. Nasib mereka kedepan mesti segera dipikirkan agar tidak menimbulkan masalah baru. Tidak menciptakan pengangguran baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Honorer tidak boleh ada lagi nomenklaturnya di penganggaran nanti. Tidak bisa lagi dianggarkan di APBD 2024. Artinya sisa tahun depan waktu untuk mencari skema penghapusan honorer," jelasnya.
Sehingga pihaknya meminta agar skema-skema yang disiapkan segera dirancang dengan matang. Termasuk rencana mengalihkan honorer ke sistem outsourcing. Skema kerja sama dengan perusahaan penyedia ini harus diatur jelas.
"Misalnya apakah Pemprov membentuk BUMD khusus penyedia outsourcing. Ini tujuannya agar honorer yang selama ini sudah mengabdi diprioritaskan direkrut menjadi outsourcing. Atau ada skema-skema lain disiapkan," tuturnya.
Selle mengkhawatirkan bila nasib honorer ini tidak dipikirkan sejak dini akan menimbulkan masalah nanti. Tidak hanya di Pemprov, namun di pemda kabupaten/kota se-Sulsel juga cukup banyak tenaga honorer yang dipakai.
"Rata-rata itu 3.000 honorer di setiap kabupaten/kota. Kalau ini semua dihapus tanpa ada kejelasan status maka pemerintah menciptakan pengangguran. Ini tidak boleh terjadi karena dampaknya besar. Makanya skemanya harus dirancang secepatnya," tukasnya.
Pemprov Sulsel sebelumnya mulai merencanakan penghapusan honorer dengan menggantinya dengan sistem outsourcing atau tenaga alih daya. Tenaga outsourcing ini diklaim gajinya akan setara upah minimum provinsi (UMP).
"Outsourcing ini nanti gajinya tinggi karena menggunakan UMP (sekitar Rp 3,1 juta)," ungkap Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel Imran Jausi kepada detikSulsel, Selasa (19/4).
Dia menyebutkan ada sekitar 12.000 honorer di Pemprov Sulsel termasuk guru. Tenaga non-ASN ini nantinya bertahap dialihkan menjadi tenaga outsourcing dan kebijakan ini mulai berlaku tahun depan.
"Outsourcing ini dikelola perusahaan atau pihak ketiga. Tapi bukan lagi gaji standar pemda 2 juta atau 1,5 juta tidak. Sudah UMP. Sudah ada juga BPJS Ketenagakerjaan," jelasnya.
Untuk tahap awal, pihaknya melakukan pemetaan kompetensi tenaga non-ASN di Pemprov Sulsel. Salah satunya dengan menggelar tes kompetensi atau seleksi berbasis CAT.
"Saat ini mulai berjalan. Skema outsourcing sebenarnya ada standar kerja sehingga lebih efisien," tuturnya.
(tau/hmw)