Eksekusi lahan sengketa seluas 4.000 meter persegi di Desa Bubun Lamba, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel) berakhir ricuh, Senin (7/2). Pihak tergugat dibantu warga dan mahasiswa memberikan perlawanan dan menolak rencana eksekusi yang akan dilakukan.
Situasi kemudian memanas karena diduga ada provokasi sehingga terjadi bentrokan antara massa dengan aparat kepolisian yang membantu pengamanan pelaksanaan eksekusi. Rencana eksekusi kemudian ditunda karena insiden bentrok antara dua kubu tak terhindarkan.
Berikut 7 fakta ricuh eksekusi sengketa lahan di Enrekang yang dirangkum detikSulsel:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Awal Mula Kericuhan
Pengadilan Negeri Enrekang berencana akan melakukan eksekusi lahan seluas 4.000 meter persegi di Desa Bubun Lamba, Kecamatan Anggeraja. Eksekusi lahan tersebut telah diputuskan PN Enrekang dalam perkara No.6/Pdt.G/2015/PN.Ern.
Lahan dieksekusi oleh penggugat yakni Hj Saddia T, Satiah T dan Sadaria T, anak dari Bangun yang mengaku sebagai ahli waris lahan tersebut. Dasarnya, surat keterangan penyerahan bidang tanah tertanggal 8 September 1978, diberikan secara hibah oleh Baddu Sabang.
Pihak tergugat masing-masing Taro Tajang, Ansyar, Mamu, Dedi, Jamal, Hasanuddin, Darmince, dan Nasruddin.
"Kami menolak eksekusi lahan ini sebab banyak kejanggalan dalam putusannya. Kami meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Enrekang menunda sampai upaya hukum kami selesai," ujar kuasa hukum warga tergugat, Ida Hamida saat dikonfirmasi detikSulsel, Senin (7/3/2022).
Ida menuturkan kliennya masing-masing Taro Tajang, Ansyar, Mamu, Dedi, Jamal, Hasanuddin, Darmince, dan Nasruddin, selaku tergugat telah memiliki sertifikat hak milik (SHM).
"Sertifikat tersebut sudah dimiliki sejak tahun 2004 yang mana pemiliknya turun temurun mewariskan ini tanah," tukasnya.
2. Massa Melawan Lempari Petugas
Eksekusi lahan ini berjalan tak mulus. Pihak tergugat mendapat dukungan cukup banyak warga. Terjadi penolakan terhadap eksekusi lahan tersebut. Pihak tergugat dan massa mulai terpancing melempari petugas kepolisian yang mulai datang melakukan pengamanan eksekusi.
Kuasa hukum warga tergugat Ida Hamida menuturkan ada yang janggal dalam amar putusan PN Enrekang. Pihaknya menilai ada beberapa hal yang tidak jelas. Seperti lokasi serta berapa luas objek sengketa, termasuk batas-batas yang akan dieksekusi.
"Sehingga itu dijadikan dasar perlawanan oleh warga. Ini para penggugat mengaku ini tanah mereka yang katanya pemberian atau hibah dari Baddu Sabang. Tetapi tidak jelas luasnya. Masa tanpa alas hak bisa diakui begitu," tuturnya.
3. Wakapolres Terluka
Aparat kepolisian diturunkan membantu jalannya eksekusi. Ada 1 SSK (Satuan Setingkat Kompi) Batalyon B Pelopor Brimob Parepare yang diterjunkan, dengan dibantu anggota Polres Enrekang.
Kericuhan makin memanas. Massa terus melakukan perlawanan terhadap petugas yang membantu mengamankan proses eksekusi. Imbasnya, Wakapolres Enrekang Kompol Ismail H Purwanto terluka akibat terkena lemparan batu dan dilarikan ke puskesmas terdekat.
"Eksekusi mendapatkan perlawanan dari warga dan mahasiswa, dan terjadi chaos (kericuhan). Namun Pak Wakapolres Enrekang tadi terluka dan sedang dirawat di puskesmas," ungkap Komandan Batalyon B Pelopor Satbrimob Polda Sulsel, Kompol Ramli kepada detikSulsel, Senin (7/3).
Kompol Ramli menuturkan pihaknya tetap menjalankan protap saat turun melakukan pengamanan. Aspek humanis terus dikedepankan dalam pengamanan, meskipun terus mendapatkan perlawanan dari massa.
Wakapolres Enrekang setelah mendapatkan perawatan kondisinya mulai membaik. Lukanya juga tidak terlalu parah.
"Iya, Pak Wakapolres Enrekang tadi terluka di bagian telinga. Terus dibawa ke Puskesmas Anggeraja untuk diobati. Sudah membaik dan sudah kembali ke kediaman untuk istirahat," ungkap Kapolres Enrekang AKBP Arief Doddy Suryawan kepada detikSulsel, Senin (7/3).
4. Jalan Poros Makassar-Toraja Macet Imbas Ricuh Enrekang
Kericuhan eksekusi lahan ini membuat arus lalu lintas di jalur utama Makassar-Toraja sempat macet parah. Kendaraan terhenti berjam-jam lamanya akibat kericuhan.
Perlambatan kendaraan mulai terjadi di dekat lokasi eksekusi mulai pukul 10.00 Wita. Lalu lintas baru mulai pulih sekitar pukul 18.00 Wita.
"Macet tadi di situ. Saat mulai eksekusi pukul 10 pagi sampai pukul 12 siang. Pukul 1 siang sampai jam 3 macet lagi karena kericuhan berlanjut sampai hampir jam 6 sore," ungkap Rahmat, salah seorang warga yang ikut terjebak macet, Senin (7/3).
Apalagi kericuhan makin parah sehingga akses jalan tertutup. Massa memberikan perlawanan kepada aparat yang membuat barikade.
5. 2 Warga Enrekang Diamankan
Akibat kericuhan yang terjadi, ada 2 warga yang diamankan. Keduanya dianggap melakukan provokasi. Sehingga menimbulkan kericuhan.
"Iya (ada 2 warga diamankan)" ujar Kapolres Enrekang AKBP Arief Doddy Suryawan saat dimintai konfirmasi detikSulsel, Senin (7/3)
AKBP Arief memastikan 2 warga tersebut masih akan diperiksa lebih dulu. Arief juga sudah melaporkan prihal 2 warga Enrekang diamankan ke Kapolda Sulsel.
"Belum dikembangkan masih diperiksa dulu, saya sudah lapor Kapolda juga," tuturnya.
Sementara itu, 2 warga yang diamankan mengaku digelandang polisi saat kericuhan pecah di Desa Bubun Lamba, Kecamatan Anggeraja. Keduanya dianggap melakukan provokasi.
"Saya bersama Fikri diamankan. Setahu kami cuma dua. Kami dianggap memprovokasi," ungkap salah satu warga, Suherdi kepada detikSulsel, Senin (7/3).
Sebenarnya, kondisi massa dan aparat sudah mulai tidak kondusif. Sehingga saat orasi, Suherdi beberapa kali meminta massa untuk tenang. Namun akhirnya bentrok tak terhindarkan.
"Saya diinterogasi petugas. Namun saya sampaikan orasi cuma memberi semangat. Mendukung aksi warga yang menurut kami lahannya tiba-tiba ingin ingin dikuasai pihak lain," tuturnya.
6. Eksekusi Ditunda
Imbas kericuhan, proses eksekusi menjadi sulit terlaksana sehingga akhirnya ditunda. Personel pengamanan satu persatu mulai membubarkan diri pukul 18.00 Wita.
"Kalau kapannya kita belum tahu, itu kan dari panitera nanti yang memutuskan. Kita hanya pengamanan," ujar Kapolres Enrekang AKBP Arief Doddy Suryawan saat dikonfirmasi detikSulsel, Senin (7/3).
Pihaknya terus mengutamakan tindakan humanis dalam proses eksekusi lahan tersebut. Strategi ini untuk menghindari potensi kericuhan kembali terjadi.
"Kita kedepankan negosiasi supaya tidak terjadi hal yang seperti tadi (ricuh). Kita akan kedepankan negosiasi, dengan masa-masa kosong seperti (setelah bubar)," bebernya.
7. Penggugat Ultimatum Kosongkan Lahan
Meskipun eksekusi ditunda, namun pihak penggugat mengingatkan para pihak tergugat agar segera membongkar rumahnya secara sukarela. Warga diminta mengosongkan lahan secepatnya.
"Biarkan mereka membongkar sendiri. Kami berikan toleransi," ungkap ungkap pengacara penggugat, Burhan Kamma Marausa saat dikonfirmasi detikSulsel, Senin (7/3).
Namun jika pihak tergugat tidak segera mengosongkan lahan, maka pihaknya akan melakukan upaya lain termasuk eksekusi lanjutan.
"Jika tidak, maka tentu kami tetap ada upaya hukum lanjutan untuk eksekusi," paparnya
(tau/nvl)