Pemerintah mengusulkan pembayaran cicilan rumah bisa langsung dipotong dari gaji bulanan atau skema attachment earning. Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sanny Iskandar hal itu bisa-bisa saja dilakukan asalkan sudah ada kesepakatan.
Sanny menilai, apabila sudah ada kesepakatan antara pengembang perumahan, pihak perusahaan, serta karyawan yang bekerja, bukan tidak mungkin cicilan rumah yang dibeli oleh karyawan bisa dipotong dari gaji bulanan yang diterimanya. Sebab, dalam hal ini perusahaan hanya menjadi perantara saja yang menyetorkan sebagian gaji karyawan sebagai iuran pembelian rumah.
"Kalau buat perusahaan bisa dikatakan tidak ada risiko juga karena ini gaji yang dibayarkan kan memang sudah menjadi haknya karyawan. Kalau memang sudah ada persetujuan sebagian gaji yang diterima setiap akhir bulan dipotong untuk bayar iuran perumahan, ya bisa-bisa aja," ungkapnya kepada detikcom, Rabu (3/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walau demikian, menurutnya akan sangat selektif memilih karyawan untuk melakukan skema tersebut. Misalnya, yang bisa melakukan skema tersebut hanya karyawan tetap saja karena memiliki keterikatan bukan pegawai kontrak maupun outsourcing.
Sanny menilai, masih jarang perusahaan di Indonesia yang menerapkan skema tersebut karena sebagian besar sudah difasilitasi perbankan untuk pengambilan kredit pemilikan rumah (KPR). Belum lagi, perusahaan memang tidak berfungsi maupun izin untuk menjadi lembaga pembiayaan.
Ia juga menuturkan, skema tersebut hanya bisa dilakukan untuk jangka pendek saja seperti 1-2 tahun, bukan untuk jangka panjang yang hingga 15 tahun.
"Jangka pendek mungkin. Itu baru dimungkinkan, 1 tahun 2 tahun, jadi seperti cicilan bertahap. Jadi memang pihak pengembangnya punya suatu kelonggaran tertentu untuk pembayaran, cicilan bertahap gitu bukan angsuran yang bertahun-tahun dan di-cover dulu dengan lembaga keuangan," ungkapnya.
Sanny mencontohkan, cicilan pembiayaan rumah yang mungkin dilakukan lewat perusahaan adalah pembayaran cash bertahap, bukan angsuran yang bertahun-tahun lamanya. Jadi, bisa saja karyawan sudah memiliki uang untuk membeli sebuah rumah, namun tidak bisa dibayar langsung tunai alias cash keras sehingga membutuhkan bantuan untuk membayarnya secara bertahap, misalnya 2 tahun.
Sanny menegaskan, selama perusahaan tidak menalangi cicilan pembelian rumah dan dilakukan dalam jangka waktu pendek, maka skema itu bisa dilakukan. Pun jika di kemudian hari ada pemutusan hubungan kerja (PHK), perusahaan tidak memiliki risiko apapun.
"Selama perusahaan nggak menalangi, kemudian dia (karyawan) di-PHK, ya sudah kan perusahaan memang nggak nalangi dulu di awal jadi memang tidak ada risiko (kerugian)," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah menyebutkan saat ini diperlukan skema pembiayaan perumahan pekerja tanpa membebani APBN. Salah satunya melalui skema attachment earning.
Ia mengatakan, kebutuhan perumahan bagi pekerja merupakan hal penting untuk menjaga stabilitas tenaga kerja dan produktivitas industri. Akan tetapi, keterbatasan akses pembiayaan yang sederhana dan tidak birokratis menjadi tantangan utama dalam mendapatkan rumah.
Maka dari itu, ia menilai skema attachment earning perlu dilakukan. Skema ini memungkinkan pemotongan gaji pekerja pabrik secara langsung oleh manajemen perusahaan untuk pembayaran cicilan rumah melalui bank, sehingga proses pembiayaan menjadi lebih cepat dan efisien.
"Kita butuh model pembiayaan yang tidak bergantung pada fasilitas negara, tapi tetap memberikan kepastian kepada semua pihak: pekerja, manajemen, bank, dan pengembang. Skema attachment earning menjawab ini," ujar Wamen Fahri di Jakarta, dikutip Kamis (3/7/2025).
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Simak juga Video 'KuTips: Jurus Beli Rumah untuk Si Pekerja Gaji UMR':