Properti berupa tanah semakin mahal dan semakin sedikit. Seperti halnya di Jakarta yang sudah minim lahan untuk membangun perumahan baru.
Padahal, masyarakat yang membutuhkan banyak rumah atau hunian di tengah kota. Nah, ternyata ada konsep perumahan di atas mal di Jakarta, lho. Misalnya perumahan di kawasan Kelapa Gading dan Thamrin.
Lantas, apakah konsep rumah atas mal bisa diperbanyak sebagai solusi keterbatasan lahan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Pengamat Properti dan Direktur PT. Global Asset Management Steve Sudijanto, rumah di atas mal bisa menjadi alternatif rumah tapak ketika ada keterbatasan lahan. Namun, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan.
"Ya, rumah di atas mal bisa sebagai alternatif rumah tapak asal lokasinya strategis dan fasilitasnya yang bagus," ujar Steve kepada detikProperti, Kamis (10/10/2024).
Aspek yang Perlu Diperhatikan untuk Rumah Atas Mal
1. Target Pasar
Membangun rumah atas mal harus melalui survei pasar untuk mengetahui kebutuhannya. Steve mengatakan jenis hunian seperti ini cocok bagi masyarakat menengah atas yang banyak beraktivitas di kawasan pusat bisnis, komersial, dan perkantoran. Hunian di atas mal akan bermanfaat untuk menunjang kehidupan mereka.
"Dari segi harga rumah di atas mal dan fasilitasnya semuanya itu untuk kelas menengah atas karena satu, operasionalnya sangat mahal, pertama harus bayar sewa atau kalau kita memiliki harus bayar IPL (iuran pengelolaan lingkungan)," katanya.
Selain itu, ada biaya listrik, parkir, dan gaya hidup di atas mal yang terbilang mahal. Berbeda halnya dengan masyarakat menengah dan menengah bawah yang lebih membutuhkan hunian terjangkau. Menurutnya, rumah atas mal tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.
"Rumah susun solusinya kalau di tengah kota (untuk masyarakat menengah dan menengah bawah), tapi kalau di pinggiran harus dekat dengan KRL atau transportasi massal," ucapnya.
2. Lokasi
Selanjutnya, lokasi perumahan di atas mal harus strategis, seperti di pusat kota, bisnis, dan komersial. Hal ini penting agar menarik minat masyarakat.
"(Kalau) Kita akan membangun sesuatu harus survei pasar untuk kebutuhan rumah di atas mal. Kalau lokasinya tidak strategis, tidak ada market-nya. Karena biaya operasinya mahal dan tidak menarik bagi orang yang melihat bahwa itu lokasinya tidak strategis dibanding rumah tapak yang biasa," jelasnya.
Ia mencontohkan pembangunan rumah atas mal di kawasan Depok. Steve menilai lokasi tersebut kurang diminati karena masih banyak alternatif perumahan tapak di kawasan tersebut.
Adapun lokasi rumah atas mal yang strategis antara lain di pusat bisnis, komersial, hingga perkantoran dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Selain itu, harga tanah di kawasan tersebut juga mahal.
Selain itu, lokasi strategis lebih menarik bagi penyewa. Hal ini penting bagi investor rumah atas mal, sebab mereka harus memastikan investasi mereka akan menguntungkan.
"Kalau tinggal di atas mal, sebagai investor, bisa disewakan berapa? (Apakah bisa menghasilkan) Lima persen per tahun bisa nggak dari yield atau EBITDA (earning before interest tax, depreciation, and amortization), (itu) hitungan saya sebagai investor," terangnya.
"Kalau memang nggak bisa, ya saya pilih rumah tapak. Karena apa? Rumah di atas mal itu apresiasinya tidak secepat rumah tapak dengan lokasi yang sama," sambungnya.
3. Legalitas
Legalitas perumahan di atas mal juga perlu dipahami dan dicermati lagi karena status kepemilikannya berbeda dari rumah tapak biasanya.
Maklum, perumahan ini mengadopsi dua konsep hunian sekaligus, yakni rumah layaknya rumah tapak di atas tanah. Namun berada di atas bangunan layaknya rumah bangunan bertingkat atau apartemen.
Menurut Steve, status kepemilikan rumah atas mal adalah strata title, yakni mirip dengan apartemen.
"Status kepemilikannya itu adalah strata title karena status kepemilikannya itu sama dengan apartemen. Jadi, jangan disamakan dengan rumah tapak atau landed house yang statusnya HGB atau hak milik, jadi beda," tuturnya.
Adapun status hak guna bangunan (HGB) merupakan status tanah tempat mal serta perumahan tapak dibangun.
"Kalau beli rumah di atas mal, bawahnya shopping mal, bukan tanah, itu (status kepemilikannya) strata title. Memang tanahnya statusnya memang HGB, tapi satuan hak milik rumah susun di atas HGB," terangnya.
Pandangan berbeda diutarakan Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga yang menyebut kalau rumah di atas mal memiliki keabsahan hukum yang lemah.
Pasalnya, dalam hukum tata ruang dan kota tidak mengenal konsep rumah di atas bangunan, dalam konteks ini di atas mal. Belum ada perizinan yang mengatur pembangunan perumahan di atas mal.
"Nggak ada definisinya untuk menyebutkan itu rumah di atas mal itu bagi saya sulit untuk mendefinisikannya," katanya.
4. Bangunan
Struktur kekuatan bangunan yang memiliki perumahan di atasnya penting untuk disoroti, seperti ketebalan dinding hingga fondasinya. Sebab, rumah-rumah yang dibangun di rooftop akan menambah beban pada bangunan mal. Selain itu, akan sulit membuat perumahan yang sesuai standar pembangunan seperti rumah tapak.
"Tentu kita bicara soal keberlanjutan pemanfaatan airnya, limbahnya, kemudian lingkungan sekitarnya yang eksklusif itu terkait yang perlu dicek kembali sebenarnya," pungkas Yoga.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/dhw)