Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) tengah mengkaji skema percepatan pembangunan perumahan untuk program 3 juta rumah, gagasan dari Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Salah satu bahasannya adalah rencana mereka untuk mengusulkan pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3).
Menurut Ketua Umum DPP APERSI, Junaidi Abdillah, BP3 berperan penting dalam mempercepat pembangunan rumah di Indonesia, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Targetnya pada 2033 Indonesia dapat mencapai zero gap backlog.
"Rencana APERSI kenapa mendorong BP3 harus berjalan, salah satunya pembiayaan. Pembiayaan ini macam-macam, ada dana pemerintah, dana investasi dari luar juga bisa kalau masuk ke Tapera. Banyak macam jenisnya. Visinya memperkuat penyaluran KPR untuk semua masyarakat khususnya masyarakat MBR," kata Junaidi di Kantor DPP APERSI, Jakarta pada Kamis (19/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
APERSI juga menyoroti data backlog di Indonesia yang tidak konkret dari jumlah, wilayah, dan lainnya. Mereka mengharapkan dengan pembentukan BP3, database backlog di Indonesia dapat membantu mereka ke depannya.
Setelah adanya PB3, APERSI akan mendongkrak tingkat pengajuan KPR di pedesaan. Menurutnya, pembangunan perumahan saat ini terfokus di perkotaan, padahal banyak masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di pedesaan yang membutuhkan rumah.
Koperasi-Bumdes Jadi Penjamin MBR Ambil KPR
Selain itu, MBR di pedesaan juga terkendala untuk mengajukan KPR karena penghasilan tidak menentu, tidak memiliki slip gaji, dan dibayar dengan cash. Solusi yang mereka tawarkan adalah mengajak pihak koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) sebagai penjamin kalangan MBR di desa atau kelurahan untuk mengambil KPR.
"Di Indonesia ini kan pekerjaanya income-nya non-bankable. Kayak pedagang keliling itu non-bankable karena administrasi dan perizinan, nah ini kan tidak terakomodir perbankan. Konsep ini juga mengacu pada koperasi. Koperasi ini sebagai avalis atau penjamin untuk para masyarakat yang ini (non-bankable)," jelasnya.
Koperasi nantinya hanya bertindak sebagai penjamin. Sementara pembiayaan pembelian rumah dibantu oleh BP3 dengan skema yang ada. Jika nanti BP3 berjalan, harga rumah di pedesaan bisa di bawah Rp 100 juta per unit.
"Kan ada masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah dengan rumah sosial. Nah di atas rumah sosial dan MBR ini perlu diatasi karena BP3 ini bukan hanya menyasar MBR yang sarat pemerintah lagi. Kalau di desa ini bisa menyediakan rumah di bawah harga Rp 100 juta," tuturnya.
Alasan koperasi diikutsertakan dalam skema ini adalah organisasi ini mempunyai sistem keanggotaan. Mereka bisa menilai kredibilitas anggota yang ingin mengajukan cicilan pembelian rumah. Jika menurut mereka salah satu anggota dapat menyelesaikan cicilan rumah tersebut, penjaminnya adalah koperasi. Setelah mendapat pengakuan dari koperasi, anggota tersebut akan diarahkan oleh BP3 seputar pembiayaannya.
Optimalkan Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Lahan untuk Rumah MBR
Tidak hanya itu, APERSI juga akan menggandeng Bank Tanah untuk pembebasan lahan perumahan. Dengan begitu Bank Tanah dapat kembali ke tujuan awal pembentukannya yakni menyediakan lahan perumahan untuk MBR.
"Bank tanah itu nggak tepat sasaran. Kenapa? Karena bank tanah peruntukkannya untuk masyarakat MBR. Tapi faktanya malah ngurusin tanah di hutan. Harusnya beda. Jadi mau sampai kapan di hutan? Ratusan tahun di hutan dibangun? Seharusnya aset aset pemerintah yang ada untuk permukiman," ungkap Junaidi.
APERSI menargetkan mereka bisa membangun 1,8 juta rumah setiap tahunnya jika BP3 ini berjalan nantinya. Dengan begitu masalah backlog di Indonesia dapat tuntas pada 2033. Mereka memperkirakan dana awal yang dibutuhkan sekitar Rp 80 triliun yang berasal dari dana konversi dan dana penyertaan awal. Dana ini akan terus turun seiring kebutuhan backlog di Indonesia berkurang.
Hunian yang akan dibangun beragam sesuai kebutuhan ke depannya bisa tapak dan vertikal. Sasaran pasarnya pun menyentuh semua kalangan mulai Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), menengah, dan atas.
"itu kewajiban pembangunan rumah mewah, wajib menyediakan juga 2 rumah menengah dan 3 rumah subsidi," jelas Junaidi.
"Jika dia tidak sanggup, dia kan bangun rumah mewah, pasti dia tidak mungkin bangun di satu area. Mungkin juga dia bisa membangun sendiri (rumah), bisa juga diserahkan kepada BP3, pengelolanya," pungkasnya.
Mau tahu berapa cicilan rumah impian kamu? Cek simulasi hitungannya di kalkulator KPR.
Nah kalau mau pindah KPR, cek simulasi hitungannya di kalkulator Take Over KPR.
(aqi/abr)