Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) mengusulkan pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) sebagai solusi mewujudkan program 3 juta rumah. Program ini merupakan gagasan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. APERSI menilai kehadiran BP3 dapat menekan angka backlog di Indonesia.
Menurut Ketua Umum DPP APERSI, Junaidi Abdillah BP3 berperan penting dalam mempercepat pembangunan rumah di Indonesia, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Rencana APERSI kenapa mendorong BP3 harus berjalan, salah satunya pembiayaan. Pembiayaan ini macam-macam, ada dana pemerintah, dana investasi dari luar juga bisa kalau masuk ke Tapera. Banyak macam jenisnya. Visinya memperkuat penyaluran KPR untuk semua masyarakat khususnya masyarakat MBR," kata Junaidi di Kantor DPP APERSI, Jakarta pada Kamis (18/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menilai salah satu faktor angka backlog tak kunjung turun signifikan karena database jumlah kebutuhan rumah di Indonesia belum jelas angkanya. Dengan adanya badan khusus perumahan, pengembang akan terbantu untuk memetakan database backlog di Indonesia.
Jika biasanya pembangunan perumahan banyak berfokus di perkotaan, APERSI kali ini akan memulai dari desa dan kelurahan. Mereka menganggap pedesaan jarang menjadi fokusan pembangunan, padahal di sana masih banyak masyarakat yang kesulitan memiliki rumah.
"Program yang kita tawarkan sampai ke desa-desa. Untuk yang terakomodir bank. Karena koperasi tau masyarakat tau anggotanya. Koperasi penjamin," ungkapnya.
Berdasarkan kajian mereka, kalangan MBR kesulitan mempunyai rumah karena terkendala ekonomi. Sekali pun mereka mampu, tetapi mereka tetap sulit mengajukan KPR ke bank karena terkendala masalah administrasi. Sebab, penghasilan MBR kebanyakan tidak memiliki slip gaji, nominalnya tidak menentu, dan diberikan secara cash.
Sebagai solusi, APERSI ingin mendorong peran koperasi sebagai penjamin MBR di desa dan kelurahan agar bisa mengajukan KPR. Junaidi menilai, koperasi dengan konsep keanggotaan bisa menilai kredibilitas seseorang.
"Koperasi ini kan bedanya, pasarnya (untuk) yang tidak terakomodir bank, biarlah koperasi yang mengurusi sebagai afalisnya, sebagai penjamin. Tapi pembiayaannya biarlah BP3 melalui dana konversi," jelasnya.
Selain dibantu oleh Koperasi, APERSI juga mengajak Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) sebagai penjamin kalangan MBR di desa atau kelurahan untuk mengambil KPR.
Jika dari desa sudah terbantu untuk pembelian rumah, angka kebutuhan rumah atau backlog mudah diketahui. Dari desa, penyelesaian masalah backlog di Indonesia juga akan dengan cepat teratasi hingga ke perkotaan.
APERSI menargetkan mereka bisa membangun 1,8 juta rumah setiap tahunnya jika BP3 ini berjalan nantinya. Dengan begitu masalah backlog di Indonesia dapat tuntas pada 2033. Mereka memperkirakan dana awal yang dibutuhkan sekitar Rp 80 triliun dari dana konversi dan dana penyertaan di awal. Dana ini akan terus turun seiring kebutuhan backlog di Indonesia berkurang.
Hunian yang akan dibangun beragam sesuai kebutuhan ke depannya bisa tapak dan vertikal. Sasaran pasarnya pun menyentuh semua kalangan mulai Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), menengah, dan atas.
"itu kewajiban pembangunan rumah mewah, wajib menyediakan juga 2 rumah menengah dan 3 rumah subsidi," jelas Junaidi.
"Jika dia tidak sanggup, dia kan bangun rumah mewah, pasti dia tidak mungkin bangun di satu area. Mungkin juga dia bisa membangun sendiri (rumah), bisa juga diserahkan kepada BP3, pengelolanya," pungkasnya.
(aqi/zlf)