Desa Liagu, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, mendadak jadi sorotan internasional. Delegasi Sri Lanka datang langsung ke desa terpencil ini untuk belajar cara Indonesia mengelola mangrove secara alami.
Berdasarkan pantauan detikKalimantan, para delegasi dari Kota Tarakan dibawa ke tambak Desa Liagu menggunakan speedboat selama 45 menit. Tiba di tambak, mereka mendengarkan penjelasan mendetail mengenai Ecological Mangrove Restoration (EMR).
Kemudian, mereka kembali naik speedboat untuk menebar benih mangrove dengan cara melemparkannya ke area EMR tanpa penanaman langsung, sebagai bagian dari metode restorasi yang inovatif.
Mereka juga melakukan penanaman mangrove secara simbolis untuk menegaskan komitmen terhadap pelestarian ekosistem pesisir. Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju Desa Liagu selama 15 menit.
Sesampainya di desa, suasana berlangsung hangat dengan sambutan meriah berupa tabuhan rebana, penampilan anak-anak kecil berpakaian adat, dan tarian tradisional. Para tamu juga disuguhi aneka hidangan khas berbahan hasil alam Desa Liagu serta berbagai produk lokal menarik lainnya.
Wakil Sekretaris Bidang Lingkungan Pembangunan Sri Lanka, Dr RDS Jayathunga, mengaku kagum dengan metode rehabilitasi mangrove di Liagu.
"Ini pengalaman yang sangat bagus. Di Sri Lanka kami biasa menanam manual, tapi di sini kami belajar metode alami dengan menyebar benih sesuai kondisi ekologi. Kami akan mencoba cara ini di Sri Lanka," ucap Jayathunga.
Ia menambahkan, 25 delegasi Sri Lanka datang ke Liagu untuk melihat langsung praktik Ecological Mangrove Restoration (EMR). Mereka berharap pengalaman ini bisa menjadi rencana aksi nasional di negaranya.
Harapan Warga
Kepala Desa Liagu, Buhari Walmuslim, menyebut kunjungan internasional ini menjadi kebanggaan warganya yang mayoritas bekerja sebagai nelayan.
"Kami sangat bersyukur. Harapannya pemerintah kabupaten dan provinsi terus mendukung agar Liagu bisa berkembang. Mayoritas penduduk kami nelayan, sekitar 97 persen," ujarnya kepada awak media di Desa Liagu.
Liagu yang dihuni sekitar 600 jiwa ini berada di pesisir terjauh Kecamatan Sekatak. Akses utama hanya lewat laut dengan waktu tempuh 1,5 jam. Buhari berharap pemerintah segera membuka jalan darat untuk memperlancar konektivitas.
"Kalau jalan darat sudah terbuka, itu jadi harapan terbesar bagi desa kami," katanya.
Selain mangrove, warga Liagu juga masih menghadapi keterbatasan infrastruktur. Saat ini listrik mengandalkan PLTS bantuan 2016, sedangkan internet sudah menggunakan Starlink.
"Harapan kami sederhana, akses jalan darat, listrik, dan jaringan lebih baik. Kalau itu ada, ekonomi desa pasti berkembang," ujar dia.
Simak Video "Video: Kereta Gantung di Sri Lanka Jatuh, 7 Biksu Tewas"
(bai/bai)