Seorang siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) berinisial PA (13) di Tarakan, Kalimantan Utara, diduga menjadi korban pengeroyokan oleh dua remaja putri. Aksi kekerasan ini diduga dipicu kesalahpahaman akibat percakapan di media sosial.
Orang tua korban, IL (33), telah melaporkan kejadian tersebut ke Polres Tarakan. Laporan tercatat dengan nomor LP/B/293/XI/2025/SPKT/POLRES TARAKAN/POLDA KALTARA tertanggal 25 November 2025.
IL menjelaskan, peristiwa bermula pada Selasa (25/11/2025) sekitar pukul 11.00 Wita. Saat itu, korban PA pulang lebih awal karena bertepatan dengan perayaan Hari Guru. PA kemudian dibonceng oleh temannya dengan dalih hendak membeli es di sebuah kedai di kawasan Pamusian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anak saya dibawa ke warung es temannya. Di situ anak saya langsung dihadang dan dikeroyok oleh dua orang perempuan. Satu pelaku infonya siswi SMK, satu lagi putus sekolah," ujar IL kepada detikKalimantan, Kamis (27/11/2025).
Di lokasi pertama, PA mengaku dipukul, ditendang, dan didorong hingga terjatuh. Tidak berhenti di situ, PA kemudian dibawa berpindah lokasi ke area dekat lapangan futsal di sekitar Perumahan Angkatan Laut.
"Di lokasi kedua dekat futsal itu, anak saya dipukuli lagi dan dikeroyok. Parahnya, aksi itu direkam video oleh mereka sendiri," cerita IL.
Berdasarkan pengakuan PA kepada ibunya, pengeroyokan ini dipicu masalah salah paham dan saling ejek. Menurut IL, masalah bermula saat salah satu pelaku berinisial L, merasa tersinggung membaca pesan pribadi PA kepada temannya.
Dalam chat tersebut, korban mengomentari isu tentang narkoba dengan kalimat 'ih joroknya'. Pelaku L yang membaca chat tersebut di ponsel teman PA, salah menafsirkan maksud perkataan itu.
"Padahal anak saya bilang 'jorok' itu maksudnya ngeri atau takut, bukan menghina. Tapi pelaku tidak terima," kata IL.
Menurut IL, puncak masalah terjadi saat PA saling ejek dengan pelaku lainnya. Pelaku mengejek korban seperti 'Anak SD', yang dibalas korban dengan sebutan 'Tante-tante'. Hal ini diduga memicu emosi para pelaku hingga terjadi penganiayaan.
Pasca kejadian, PA mengeluh sakit di bagian kepala, perut, leher, dan telinga. Namun, IL mengaku terkendala biaya saat hendak melakukan pemeriksaan menyeluruh (CT Scan) di rumah sakit karena luka luar yang terlihat hanya goresan di kaki.
"Anak saya kesakitan, susah tidur, dan trauma sampai tidak mau sekolah. Tapi pelaku masih bisa berkeliaran bebas," tutur IL.
IL mengatakan saat ini proses laporan masih menunggu hasil visum, tiga hari setelah kejadian dugaan penganiayaan terjadi. Ia juga menyebut mediasi sempat dilakukan.
"Saya sudah ke Polres dan PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak). Polisi bilang tidak bisa menahan karena pelaku di bawah umur dan masih menunggu hasil visum. Saya sebagai orang tua korban hanya ingin keadilan, minimal ada sanksi sosial atau hukum yang jelas agar ada efek jera," kata IL.
Saat dikonfirmasi terpisah, Kasat Reskrim Polres Tarakan, AKP Ridho Pandu Abdillah, membenarkan adanya laporan tersebut. Kasus ini kini masih berproses di kepolisian setempat.
"Iya, benar terkait kejadian tersebut," singkatnya.
(aau/aau)
