Bagi Muhammad Yosta Novthami, disabilitas bukanlah alasan untuk menjual kesedihan. Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Tarakan ini menolak lagu-lagu sendu di acara difabel.
"Kami tak butuh dikasihani, kami butuh skill yang diadu," terangnya kepada detikKalimantan di Tarakan. Kamis (4/11/2025) malam.
Yosta tidak lahir dengan tongkat di tangannya. Ia tumbuh sebagai anak laki-laki Tarakan pada umumnya, gila bola, berlari kencang, dan menghabiskan sore di lapangan tenis.
Baca juga: Memaknai Hari Disabilitas dari Gol A Gong |
Namun, hidup punya skenarionya sendiri. Ketika kondisi fisiknya berubah dan ia harus bergantung pada alat bantu, dunia di sekelilingnya bersiap untuk merasa iba. Tapi Yosta menolaknya.
Inspirasinya bukan datang dari motivator seminar mahal, melainkan dari komik Naruto yang ia baca sejak SMA. Ia teringat kata-kata Kakashi Hatake, sang guru bermasker itu.
"Kita mungkin bukan orang yang beruntung, tapi kita bukan yang terburuk." kenangnya, saat menggunakan baju fans klub milanisti indonesia.
Kalimat itu menempel di kepala Yosta, menjadi mantra yang lebih ampuh daripada ribuan kata motivasi. Bagi Yosta, menjadi penyandang disabilitas bukanlah akhir dunia, melainkan hanya perubahan mode permainan.
Sikap anti-manja Yosta bukan sekadar slogan, melainkan teruji di dunia kerja yang keras. Saat ini, Yosta adalah tulang punggung kreatif di sebuah media di Tarakan. Bukan setahun dua tahun, ia sudah mengabdi di sana selama kurang lebih 12 hingga 13 tahun.
Simak Video "Video: Pemerintah Ingin Ubah Paradigma Pendidikan bagi Pelajar Disabilitas"
(sun/des)