Problem UMKM Kelurahan Sebengkok Tarakan di Tengah Ramainya Peminat

Problem UMKM Kelurahan Sebengkok Tarakan di Tengah Ramainya Peminat

Oktavian Balang - detikKalimantan
Rabu, 09 Jul 2025 07:00 WIB
Suasana kawasan Kuliner Sebengkok, Tarakan.
Suasana kawasan Kuliner Sebengkok, Tarakan. Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Tarakan -

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di kawasan kuliner Jalan P Diponegoro, Kelurahan Sebengkok, Kecamatan Tarakan Tengah, Kalimantan Utara mulai ramai peminat. Namun, pedagang UMKM yang berjejer di area sekitar depan Masjid Al Ikhlas setempat mengeluhkan adanya kebijakan tarif rombong.

Para pedagang mengaku terbebani dengan denda keterlambatan pembayaran iuran bulanan. Mereka merasa keberatan dengan adanya regulasi pengalihan rombong kepada pedagang lain jika iuran tidak dibayar tepat waktu.

Sekedar diketahui, kenaikan iuran didasarkan pada Perda Kota Tarakan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yang menetapkan tarif Rp 500.000 per unit rombong per bulan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perkara ini bukan hal sepele bagi para pedagang. Dijelaskan oleh salah satu pedagang, Udin Gasing menyampaikan keresahannya terkait kebijakan tersebut.

Mereka merasa aturan diberlakukan tanpa musyawarah terlebih dahulu. Diketahui Udin, iuran bulanan untuk rombong UMKM saat ini sebesar Rp 500.000 per bulan.

"Dulu iurannya Rp 12 ribu per hari. Setelah setahun, naik jadi Rp 382.000 per bulan. Sekarang Rp 500.000. Tiba-tiba kalau telat bayar dikenakan denda Rp 5.000 per hari tanpa pemberitahuan atau musyawarah," ujar Udin kepada detikKalimantan, Kamis (3/7/2025).

Udin merasa keberatan, terlebih fasilitas kebersihan seperti pengelolaan sampah yang awalnya disediakan kini sudah tidak ada, sehingga pedagang hanya diminta membayar iuran tanpa layanan tambahan.

Ia juga menyayangkan regulasi pengalihan rombong yang disampaikan petugas kelurahan. Udin berharap pemerintah membuka ruang diskusi dengan pedagang.

"Mereka bilang kalau telat bayar, rombong dialihkan ke orang lain. Pendapatan kami sedang turun, ditambah beban iuran dan denda ini membuat pusing," keluhnya.

"Harga bahan jualan naik, tapi fasilitas malah mempersulit. Kelurahan harus dengar kesulitan pedagang, bukan hanya fokus narik iuran dengan ancaman," tambah dia.

Sementara itu Lurah Sebengkok, Aji Dedy Effendi Aspiannur menegaskan bahwa regulasi UMKM tersebut tidak diciptakan sepihak. Menurutnya, sosialisasi sudah dilakukan pada 2024.

Pedagang juga menandatangani surat pernyataan sebelum menggunakan rombong, termasuk poin bahwa izin penggunaan dapat dicabut jika menunggak dua bulan berturut-turut.

"Jadi, tidak tepat kalau dibilang ancaman," ujar Aji saat dikonfirmasi detikKalimantan di kantor Kelurahan Sebengkok, Selasa (8/7/2025).

Aji menambahkan, kebijakan ini juga merespons temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait keterlambatan setoran retribusi. Terkait hal tersebut, pihaknya hanya menjalankan aturan. Secara tegas jika ada tunggakan, kami berikan teguran dan toleransi waktu sebelum mengambil tindakan.

"Banyak peminat rombong, jadi kalau tidak dipatuhi, kami alihkan ke yang membutuhkan," jelasnya.

Menurut Aji, dari 52 rombong yang dikelola, semua terisi penuh. Namun, ada tunggakan sejak 2021 karena beberapa pedagang tidak membayar atau bahkan meninggalkan rombong tanpa kabar.

"Kami laporkan realisasi anggaran ke camat setiap bulan. Kalau ada tunggakan, kami ditegur karena target tidak tercapai," ungkapnya.

Problem UMKM di wilayah tersebut tak sampai di situ. Aji juga menyinggung potensi pengembangan kawasan kuliner, tetapi terkendala keterbatasan lahan.

"Kami usulkan ke pemerintah kota untuk mencari lahan baru guna menampung pedagang yang mengantre. UMKM di Sebengkok tumbuh pesat, tapi lahan di sini sudah penuh," katanya.

Terkait pedagang UMKM di luar kawasan resmi yang berjualan di pinggir jalan, Aji menyebut ada sekitar 40-an rombong tidak terdaftar. Aji menegaskan kesiapan kelurahan untuk memfasilitasi keluhan pedagang.

"Kami hanya bisa menghimbau mereka mundur ke dalam agar tidak mengganggu fasilitas umum. Untuk retribusi, itu wewenang Satpol PP dan Dinas Aset," ucap dia.

"Jangan buat pernyataan di medsos yang memicu polemik. Datang ke kelurahan, kami siap mediasi dan beri solusi. Kami juga rutin pantau kawasan kuliner untuk menjaga ketertiban," tambahnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Tanggapan Driver soal Rencana Ojek Online Masuk Kategori UMKM"
[Gambas:Video 20detik]
(aau/aau)

Hide Ads