Heboh soal Bakso Babi di Kasihan Bantul, Ini Faktanya

Heboh soal Bakso Babi di Kasihan Bantul, Ini Faktanya

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Senin, 27 Okt 2025 22:07 WIB
Bakso babi di Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Senin (27/10/2025).
Bakso babi di Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Senin (27/10/2025). (Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja)
Bantul -

Keberadaan bakso babi di Ngestiharjo, Kasihan, Bantul menuai polemik di media sosial (Medsos), apalagi pada spanduknya tertera tulisan Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ternyata spanduk itu untuk mempertegas jenis bakso yang dijual dan agar pembeli, khususnya umat muslim mengetahuinya sebelum membeli.

Pantauan detikJogja, tampak spanduk berlatar belakang warna merah dengan tulisan bakso babi (tidak halal). Selain itu di bawahnya terdapat tulisan informasi ini disampaikan oleh DMI Ngestiharjo dan MUI Kapanewon Kasihan.

Tampak pula seorang pria tengah meracik bakso tersebut. Namun ketika ditanya terkait viralnya usaha bakso miliknya, pria tua ini enggan menanggapinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Susah, pilih tidak viral," kata pria tersebut kepada wartawan, Senin (27/10/2025).

ADVERTISEMENT

Pemilik kios yang dikontrak sebagai tempat jualan bakso babi, Blorok menjelaskan bahwa penjual bakso berinisial S sudah berjualan bakso babi sejak lama. Blorok menyebut bahwa dahulu S berjualan dengan cara berkeliling kampung.

"Dulunya beliau keliling kampung-kampung dan laris sekali," ujarnya.

Seiring berjalannya waktu, S akhirnya tidak berkeliling dan berjualan di simpang tiga dekat tempat jualannya saat ini. Akan tetapi, keberadaannya membuat banyak kendaraan bermotor parkir di simpang tiga tersebut.

"Dulu di dekat simpang tiga yang ada pohon beringin, tapi karena yang parkir memenuhi jalan beliau minta izin (mengontrak kios) ke bapak saya dan diizinkan. Jadi di sini itu sejak tahun 2009 dan kontrakan itu habis bulan November 2026," ucapnya.

Selama berjualan di kios miliknya, Blorok mengaku warga sama sekali tidak mempermasalahkannya. Bahkan, Blorok mengungkapkan bahwa S kerap memberitahu pembeli yang mengenakan hijab terkait bakso yang dijualnya.

"Tidak masalah warga itu sebenarnya. Beliau pun kalau ada pembeli berjilbab dibilangin maaf ini bakso babi, dan ada yang nurut ada yang tetap beli. Jadi pembeli yang muslim sudah diberitahu," katanya.

Hingga akhirnya keberadaan bakso babi itu menjadi viral dan ada pemasangan spanduk bertuliskan bakso babi. Padahal, Blorok mengatakan bahwa S pernah menulisi gerobaknya dengan tulisan bakso babi.

"Dulu sama penjual bakso ditulisi bakso babi di gerobaknya. Kalau adanya pemasangan spanduk bakso babi ini juga tidak masalah. Karena dengan adanya spanduk ini malah benar, biar yang mau beli tahu kalau itu bakso babi," ujarnya.

Sementara itu, Ketua DMI Ngestiharjo, Arif Widodo membenarkan bahwa pihaknya memasang spanduk terkait dengan penjualan bakso babi. Menurutnya, hal tersebut merupakan satu pemberitahuan kepada seluruh pembeli supaya bisa membaca spanduk itu terlebih dahulu sebelum menentukan membeli atau tidak.

"Karena selama ini sangat miris di hati kami, prihatin juga saat melewati jalan ini (lokasi bakso babi) yang berjilbab makan bakso ini," ucapnya.

"Sehingga kita perlu satu penegasan untuk menyampaikan kepada penjual, formatnya adalah spanduk bertuliskan bakso babi dan bawahnya kita kasih tulisan DMI. Itu bentuk kepedulian kepada umat agar jangan sampai yang mengkonsumsi bakso dan agar masyarakat tahu di sana jual bakso babi," lanjut Arif.

Arif pun menegaskan DMI Ngestiharjo sama sekali tidak melarang adanya warung bakso babi. Namun, Arif ingin ada informasi lengkap yang bisa disampaikan terkait keberadaan bakso babi itu dan direalisasikan melalui spanduk tersebut.

"Sama sekali tidak betul bahwa DMI kemudian melarang penjualan (bakso babi). Kami betul-betul memikirkan bagaimana seorang penjual, sumonggo (silakan), hanya kita menyarankan kepada pihak penjual jualah dengan informasi yang lengkap kalau memang ini bakso babi ya sampaikanlah," ujarnya.

Sedangkan Ketua MUI Kapanewon Kasihan, Armen Siregar mengungkapkan bahwa pemasangan spanduk bakso babi dari DMI Ngestiharjo sudah berlangsung sejak bulan Januari 2025.

"Sebelumnya sudah ada spanduk bertuliskan bakso babi dan bawahnya logo DMI, itu yang menimbulkan multi tafsir. Padahal itu dipasang Januari 2025 oleh DMI Ngestiharjo, tapi gara-gara viral itu malah geger," ucapnya.

Namun, karena viral dan adanya kata DMI pada spanduk bisa memicu multi tafsir. Hal tersebut membuat Forkopimkap Kasihan menggelar rapat koordinasi untuk membahasnya.

"Kita rapat koordinasi dengan Forkopimkap Kasihan pekan lalu untuk membahas spanduk itu. Karena tidak mungkin DMI menjadi sponsor oleh beberapa orang yang memaknai dan akhirnya viral. Padahal maksud DMI memberi informasi jika itu bakso babi," katanya.

Berdasarkan rapat tersebut, akhirnya muncul keputusan untuk mengganti spanduk. Semua itu untuk menunjukkan satu makna dan tidak menimbulkan makna lainnya. Apalagi S sudah berjulan bakso babi sejak tahun 1980-an.

"Jadi ditambahi kata-kata informasi ini disampaikan oleh MUI Kasihan dan DMI Ngestiharjo. Sehingga tidak ada yang menafsirkan DMI jadi sponsor (Bakso babi)," ujarnya.

Terlebih, MUI merupakan instansi yang memiliki kewenangan menentukan makanan itu halal atau haram. Selain itu, MUI tidak bisa melarang penjualan bakso babi karena tidak ada dasar berupa undang-undang yang mengaturnya.

"Intinya menyampaikan informasi agar masyarakat tidak terjebak. Karena kalau kita melarang menjual juga tidak bisa karena tidak ada undang-undangnya. Tapi tujuan kita melindungi konsumen karena banyak yang berjilbab beli bakso tersebut," ucapnya.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Video: Heboh Spanduk Bakso Babi Berlogo MUI-DMI"
[Gambas:Video 20detik]
(aap/afn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads