Ungkrung, atau kepompong mulai bermunculan di Kabupaten Gunungkidul menjelang musim hujan. Jika ingin mencarinya, berikut lokasi dan waktu terbaiknya.
Ungkrung menjadi kuliner yang banyak diburu. Kepompong itu dapat disajikan dengan cara digoreng.
Bahan makanan dari proses metamorfosis ulat itu mudah untuk diolah. Kuliner itu memiliki rasa gurih mirip telur ikan tongkol goreng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harga jual per kilogramnya saat ini lebih mahal dari daging sapi. Berdasarkan penelusuran detikJogja, harganya bisa mencapai Rp 170 ribu per kilogram untuk ungkrung jati, dan Rp 200 ribu per kilogram untuk ungkrung besi. Sayangnya, bagi detikers yang memiliki alergi tertentu tidak disarankan untuk mengonsumsinya.
Tertarik untuk berburu ungkrung di Gunungkidul? Simak tips berikut!
Lokasi dan Waktu Pencarian Ungkrung
Dwi Aprilia (22), warga Padukuhan Ngeblak, mengungkapkan, ungkrung mulai bermunculan di wilayahnya. "Kalau di daerah sini termasuk belum, tapi udah mulai (ditemukan)," ungkap perempuan yang akrab disapa Lia itu kepada detikJogja saat ditemui di rumahnya, Jumat (22/12/2023).
Ulat bermunculan, jelas Lia, menjelang musim hujan. Saat itu, kata Lia, dedaunan pohon jati atau lainnya mulai menghijau.
"Waktunya (ulat mulai bermunculan) harusnya waktu (menjelang) hujan itu ya, Mas. Hujan itu kan pada daun jati itu pada udah hijau-hijau toh. Terus biasanya udah dimakan (ulat)," jelasnya.
Meski sudah bermunculan, ungkap Lia, ulat masih jarang ditemui di sekitar wilayahnya. "Sekarang di daerah saya jarang dimakan (ulat)," katanya.
Warga Ngeblak lainnya, Liyan (30) menuturkan waktu terbaik untuk mencari ungkrung pada pagi hari. Sebab, kata Liyan, ulat bakal turun di waktu tersebut untuk bermetamorfosis menjadi ungkrung.
"Orang kampung biasanya lebih suka pagi (untuk mencari ungkrung). Jadi pagi itu, kalau Subuh itu ulat-ulat pada turun dari pohon. Jadi ulat kan turun mau jadi kepompong di tanah," jelas Liyan kepada detikJogja saat ditemui di rumahnya, Jumat (22/12).
Lia menyebutkan ulat biasa bermetamorfosis di dedaunan yang telah gugur atau di atas pohon. Jenis pohon yang sering menjadi sarang ulat, sebut Lia, yakni jati dan trembesi.
"(Ulat) Buat rumah di bawah tanah, biasanya di daun-daun gitu. Iya itu ulatnya di pohon jati, ada. Terus kalau kemarin kan juga ada pohon besi. Tapi kalau pohon besi kan itu (ulat) cuman di pohonnya, enggak turun ke tanah, enggak turun ke bawahnya," paparnya.
Mencari ulat di pohon trembesi, kata Lia, membutuhkan tongkat atau galah. Beda halnya jika mencari ulat jati, Lia mengungkapkan ulat biasa berada di daun jati yang sudah di tanah.
"Kalau ulat jatinya sih cuman dicari kalau ada daun kering dibuka, biasanya ada gitu. Kalau ulat besinya dipakai alat, pakai galah itu," ujarnya.
Warga sekitar, ungkap Lia, biasa mencari ungkrung di hutan atau di dekat pemukiman. "Warga biasanya nyarinya di hutan-hutan atau di dekat rumah. Ada yang di dekat pemukiman warga juga," ungkapnya.
(apu/sip)
Komentar Terbanyak
Amerika Minta Indonesia Tak Balas Tarif Trump, Ini Ancamannya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa
Catut Nama Bupati Gunungkidul untuk Tipu-tipu, Intel Gadungan Jadi Tersangka