Singgung Nusron Wahid, Pakar UGM Bagi Tips Komunikasi Biar Nggak Blunder

Singgung Nusron Wahid, Pakar UGM Bagi Tips Komunikasi Biar Nggak Blunder

Serly Putri Jumbadi - detikJogja
Rabu, 13 Agu 2025 16:49 WIB
Ilustrasi orang sedang berpidato, ceramah, atau menyampaikan khutbah Jumat
Ilustrasi komunikasi publik pejabat. (Foto: Freepik/wirestock)
Sleman -

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, minta maaf soal guyonannya yang menyatakan semua tanah milik negara. Pakar Universitas Gadjah Mada (UGM) membagikan tips biar komunikasi pejabat nggak blunder.

Guru Besar Komunikasi Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM, Prof Nyarwi Ahmad, menyebut gaya komunikasi politikus seperti ini sudah sering terjadi dalam 10 tahun terakhir.

"Komunikasi publik dan komunikasi politik para pejabat sudah tren lebih dari 10 tahun terakhir, mengarah ke cenderung ekspresif, informal. Kemudian mungkin dengan bahasa-bahasa yang populis sehingga cenderung tidak hati-hati," kata Nyarwi saat dihubungi detikJogja, Rabu (13/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Akibatnya seringkali terjadi karakter personal tokoh itu lebih menonjol dibandingkan karakter komunikasi profesionalnya dia yang seharusnya ada di jabatannya," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Nyarwi juga menyebut tren komunikasi informal seperti ini biasanya memiliki tujuan tertentu. Seperti agar materi yang disampaikan lebih menarik. Namun, bahayanya, gaya komunikasi tersebut bisa menjadi tidak terkontrol dan berakibat blunder.

"Sehingga seringkali banyak argumen yang disampaikan itu tidak didasarkan pada norma atau kebetulan atau bahkan regulasi atau peraturan yang ada. Atau dengan mempertimbangkan nilai dan etika dan kepatutan yang ada. Ini ada plus minusnya," jelasnya.

"Kalau pejabat kemudian berkomunikasi dengan cara yang terlalu formal, kemudian kan jadi tidak menarik, bahkan tidak viral, tidak menjadi perhatian publik. Seringkali ini kebablasan, terus lost control," tutur Nyarwi.

Tips Biar Nggak Blunder

Karena itu, Nyarwi memberikan beberapa saran kepada pejabat publik dalam berkomunikasi dengan publik. Tentu agar tidak terjadi blunder dalam penyampaian di kemudian hari.

"Pertama, harus dipikirkan keberadaan dia sebagai pejabat publik yang menjalankan komunikasi publik dengan keberadaan dia sebagai individu politisi atau tokoh. Ketika kemunculannya di ruang publik, dia itu sebagai apa? Kalau dia sebagai pejabat publik yang ada di jabatannya, ya tentu style kayak komunikasi publik dan komunikasi politiknya harus disesuaikan," jelas dosen political branding dan pemasaran politik ini.

Dia juga menyarankan harus ada tim yang mengelola manajemen komunikasi pejabat tersebut. Tujuannya untuk mengelola strategi komunikasi publik.

"Dalam proses komunikasi publik karena menyangkut banyak hal banyak ruang lingkungan bahkan berkait banyak teknis dan lain-lain, tentu bisa membentuk tim-tim yang mendukung komunikasi publik," katanya.

"Bisa tim ahli ini dan seterusnya termasuk bisa jadi public speaker orang-orang yang dipenuhi sebagai juru bicara di lembaga tersebut," ujar pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) itu.

Nusron Minta Maaf

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, meminta maaf terkait pernyataannya soal pernyataannya yang menyatakan semua tanah milik negara. Dia mengakui pernyataan itu tak pantas diucap oleh pejabat negara.

"Saya atas nama Menteri ATR BPN Nusron Wahid menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia, kepada publik, kepada netizen atas pernyataan saya beberapa waktu yang lalu yang viral dan menimbulkan polemik di masyarakat dan memicu kesalahpahaman," kata Nusron dalam konferensi persnya di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Selasa (12/8), dilansir detikFinance.



Nusron mengakui pernyataannya sempat menjadi polemik. Dia kemudian menjelaskan jika candaannya menimbulkan persepsi yang keliru.

Nusron berkomitmen akan lebih hati-hati dalam memilih kata agar pesan kebijakan pemerintah tersampaikan dengan baik.

"Namun setelah saya menyaksikan ulang, kami menyadari dan kami mengakui bahwa pernyataan tersebut, candaan sebut tidak tepat, tidak sepantasnya, dan tidak selayaknya untuk kami sampaikan, apalagi disampaikan oleh seorang pejabat publik, sehingga dapat menimbulkan persepsi yang keliru dan liar di masyarakat," ujar dia.




(ams/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads