Sebagai informasi, dua SR di DIY ini adalah SRMA 19 yang bertempat di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) DIY di Sonosewu, Kasihan, Bantul. Lalu SRMA 20 di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Purwomartani, Kalasan, Sleman.
"Kita mengawali ini ada dua sekolah rakyat SRMA 19 di Sonosewu dan SRMA 20 di Purwomartani," jelas Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DIY Endang Patmintarsih ditemui di SRMA 19, Senin (14/7/2025).
"Hari ini kami melakukan penerimaan siswa, untuk cek kesehatan, dilanjut dengan pengenalan lingkungan selama 2 bulan," sambungnya.
Endang memaparkan, pada angkatan pertama SR ini telah diterima total 275 siswa yang terbagi di dua SR. 200 siswa berada di SRMA 19, sedangkan di SR 20 ada 75 siswa. Pembagian ini menyesuaikan kapasitas gedung.
"Semua 13 rombel, di sini (SRMA 19) 10 rombel, di Sleman 3 rombel. Satu rombel 25 siswa, cuma yang di Sonosewu 200 siswa itu disesuaikan dengan ruangan, jadi 20 siswa," papar Endang.
"SR ini sama seperti sekolah umum, tapi ini sekolah unggulan boarding school, mereka dapat ijazah, mereka bisa kuliah, mereka bisa bekerja, dan lain sebagainya," imbuhnya.
Siswa SR akan mendapat semua fasilitas untuk menunjang pendidikan selama 3 tahun ke depan. Mereka akan ditempatkan di asrama yang berada tak jauh dari ruang kelas.
"Kebutuhan sandang pangan, dari ujung kaki sampai ujung rambut semua diberikan oleh pemerintah, pendidikan mereka juga dapat fasilitas laptop atau tab atau komputer," ujar Endang.
SRMA 20, Endang menguraikan, memiliki bangunan asrama yang mampu menampung dua siswa per kamar. Sedangkan di SRMA 19, total memiliki 10 bangunan asrama. Bangunan 1-4 untuk siswi dan 5-10 untuk siswa.
Satu bangunan asrama memiliki 6 bed susun baru yang bisa dipakai 12 siswa. Di dalamnya dilengkapi kipas angin dan almari. Selain itu terdapat wali asuh di setiap kelompok asrama. Satu asrama ada satu wali asuh dan wali asrama.
SRMA juga dilengkapi sarana penunjang seperti 10 kelas A, ruang tata usaha, ruang guru, hingga ruang kepala sekolah. Kemudian laboratorium fisika, kimia, serta biologi.
"Untuk waktu jenguk nanti ada aturannya, apakah nanti siswa boleh pulang, kalau orang tua menjenguk boleh. Nanti jamnya diatur," ungkap Endang.
Sementara, salah satu wali murid asal Bantul, Suhardi menceritakan proses pendaftaran putri keduanya ke SRMA 19 ini. Menurutnya, dalam proses pendaftaran ia dibantu oleh pendamping Program Keluarga Harapan (PKH).
"(Alasan mendaftar SR) Pertama anak minat, terus ada keterbatasan ekonomi juga. Informasi dari media, terus ada pendamping PKH itu bantu, syaratnya cuma daftar terus menyiapkan berkas-berkas," terangnya.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai buruh harian lepas dan tani ini mengaku tidak masalah anaknya di asrama. Ia pun berharap anaknya bisa terus melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
"Ini sekalian bawa baju secukupnya. Kebetulan anak itu sudah dari kecil saya bekali berlatih mandiri, masak juga sudah bisa, jadi ndak bergantung orang lain. Ndak masalah," ungkapnya.
Siswi SRMA, Kurnia Vita Anggarani mengatakan alasannya mendaftar di SR adalah untuk mengurangi beban orang tua. Meski mengaku berat harus tinggal di asrama, namun tak masalah baginya demi cita-cita melanjutkan pendidikan di UGM.
"Mau mengurangi beban orang tua, bapak kuli pasir di Sleman, ibu di Srumbung bikin bakso," ungkap Kurnia.
"Ya sedih (nggak ketemu orang tua di asrama), tapi nggak apa apa. Pengin kuliah, cita-cita di Gadjah Mada (UGM)," pungkasnya.
(dil/rih)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa