Guru Besar Antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Profesor Dr Atik Triratnawati, menjabarkan khasiat kerokan dalam meredakan masuk angin. Namun, dia juga membedah pengobatan alternatif sebagai pengganti kerokan.
"Banyak pengobatan sederhana untuk menggantikan kerokan. Misalnya minum kopi panas, jahe panas, teh panas. Terus leren atau berhenti, istirahat. Ada juga yang bilang kalau saya kerokan nggak manjur, bisa diganti pijat. Itu cara sederhana. Karena kalau kerokan itu dia nyeri. Begitu dipijat seluruh tubuh, suhu turun dan sembuh. Jadi pijat itu alternatif juga. Mudah, murah, manjur," ungkap Atik saat dihubungi detikJogja, Senin 916/6/2025).
"Kalau anak muda itu biasanya dipakai tidur. Anak muda itu lebih banyak ilmu pengetahuan, seperti mengonsumsi suplemen, tambah vitamin, mineral, makan yang bergizi. Bisa juga dengan jamu sachet," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Atik tidak menyarankan kerokan dilakukan untuk menyembuhkan masuk angin. Sebab, ketika kulit dikerok, pori-pori kulit akan terbuka yang memudahkan jalan bagi virus untuk masuk. Selain itu, kerokan juga menimbulkan luka pada tubuh.
![]() |
"Kalau pandangan medis selalu menganggap negatif. Pertama, pengobatan kerokan itu tidak diakui oleh medis. Kerokan dicoret karena dianggap tidak rasional. Orang medis menganggap kerokan itu menimbulkan perlukaan," jelasnya.
"Kemudian akan membuka pori-pori lebih lebar sehingga malah memudahkan virus baru untuk masuk. Padahal kalau medis tradisional tidak seperti itu. Kerokan membuka ruang-ruang, tidak ada perlukaan dari akibat kerokan," ucap Atik.
Kepala Program Studi Antropologi UGM tersebut menjelaskan, kerokan jadi favorit saat masuk angin karena jadi cara tercepat menaikkan suhu tubuh.
"Kerokan itu penyembuhan yang sangat cepat. Dari data yang saya dapat, satu sampai dua jam pascadikerok, suhu sudah bisa naik dan akan menciptakan harmoni antara panas dan dingin di tubuh manusia," tuturnya.
"Orang Jawa punya konstruksi budaya terkait dengan masuk angin bahwa masuk angin diakibatkan tubuh terlalu dominan, terlalu kebanyakan kemasukan angin. Sehingga sehat itu harmoni antara panas dan dingin," tambahnya.
Biasanya, kata Prof Atik, kerokan menggunakan koin yang dipadukan balsam atau minyak. Saat koin tersebut digosokkan ke tubuh, bakal menyebabkan warna merah keunguan.
"Maka kerokan difungsikan untuk menurunkan unsur dingin yang dominan di tubuh si sakit dengan cara menggores atau menggosok dengan koin kuno dengan balsam atau minyak yang lain. Semua goresan atau gosokan akan menimbulkan panas," ungkapnya.
"Jadi dengan kerokan maka unsur panas dingin di tubuh manusia cepat terbentuk," lanjut Atik.
Atik melanjutkan, setelah kerokan, biasanya suhu tubuh akan meningkat. Sehingga, membuat tubuh menjadi lebih rileks saat masuk angin.
"Di riset yang dilakukan peneliti sebelumnya, kerokan itu mengakibatkan suhu tubuh naik setengah sampai dua derajat. Pascakerokan, pasti tubuh dinginnya akan hilang diganti dengan unsur panas," jelasnya.
"Karena panas di tubuh penderita naik. Itu yang menyebabkan keseimbangan terbentuk dan muncul rasa segar, enak, dan sakit hilang. Kemudian mereka merasa sembuh," tambahnya.
Atik menerangkan, masuk angin adalah fenomena sosial budaya yang tumbuh di masyarakat. Sehingga, dikonstruksikan sebagai penyakit oleh komunitas itu.
"Maka penyakit menurut fenomena sosial budaya itu penyakit dilihatnya dari sisi si sakit, apa yang dirasakan si sakit, apa yang dikonstruksikan penyakitnya itu oleh si sakit. Pendeknya semua basisnya itu dari pasien dan komunitasnya. Karena pasien dibentuk oleh komunitas," jelasnya.
Sebab, masuk angin sendiri tak tercatat sebagai penyakit resmi di dunia medis modern. Dalam medis, gejala-gejala masuk angin lebih mengerucut ke penyakit flu.
"Karena masuk angin itu tidak ada di dalam kamus medis modern. Jadi tidak ada penyakit masuk angin, kata dokter. Adanya common cold atau flu. Sehingga dokter menyembuhkan masuk angin dengan obat flu atau obat common cold, panas dingin itu," tuturnya.
(apu/dil)
Komentar Terbanyak
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK
Kasus Kematian Diplomat Kemlu, Keluarga Yakin Korban Tak Bunuh Diri
Reunian Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM demi Meredam Isu Ijazah Palsu