Waka Komisi VIII DPR Dukung Ditjen Ponpes Dibentuk: Untuk Lindungi Pesantren

Waka Komisi VIII DPR Dukung Ditjen Ponpes Dibentuk: Untuk Lindungi Pesantren

Muhammad Iqbal Al Fardi - detikJogja
Kamis, 16 Okt 2025 09:56 WIB
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko. Foto diunggah Kamis (16/10/2025).
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko. Foto diunggah Kamis (16/10/2025). Foto: dok. Istimewa
Jogja -

Wakil Ketua (Waka) Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko, mendorong peningkatan status kelembagaan Direktorat Pondok Pesantren (Ponpes) menjadi Direktorat Jenderal (Ditjen) Ponpes. Dia menilai hal tersebut dapat memperkuat kewenangan lembaga untuk melindungi pesantren.

"Di Indonesia ada sekitar 5 juta santri dan lebih dari 42 ribu pondok pesantren aktif. Jika menjadi Ditjen, lembaga ini akan lebih berdaya dalam melindungi, membina, dan memajukan pesantren," jelas Singgih dalam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Kamis (16/10/2025).

Selanjutnya, Singgih menjelaskan insiden robohnya bangunan di Ponpes Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi peringatan atas rentannya tata kelola dan infrastruktur di pesantren. Dia menilai peningkatan kualitas, standar bangunan, dan pengawasan teknis begitu penting agar tragedi serupa tidak terjadi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pesantren memiliki akar sejarah yang kuat dan menjadi benteng pembentukan karakter bangsa. Negara harus hadir memberi dukungan nyata," tegasnya.

ADVERTISEMENT

Singgih turut menyoroti timpangnya penyaluran dana untuk pesantren, terutama Dana Abadi Pesantren yang dikelola bersama LPDP.

Dia mengatakan dana tersebut banyak difokuskan untuk beasiswa. Sedangkan bantuan untuk pembangunan fisik dan rehabilitas dinilainya masih sangat kecil dibanding kebutuhan pesantren.

Sebab itu, Singgih menyebut adanya Ditjen Ponpes bakal menempatkan posisi setara bagi lembaga tersebut dalam struktur Kementerian Agama. Dengan begitu, lanjutnya, penyaluran bantuan, pelatihan, dan audit teknis bangunan dapat terselenggara lebih efektif.

"Kalau ada Ditjen khusus, setiap pesantren bisa mendapat akses langsung ke tenaga ahli, inspeksi bangunan, hingga dana perbaikan yang transparan dan tepat sasaran," ujarnya.

Singgih menyebut Dana Abadi Pendidikan dan Pesantren mencapai Rp 9,3 triliun pada 2023. Namun, hanya Rp 250 miliar dana yang tersalurkan ke pesantren.

Menurutnya, dana sebesar Rp 900 miliar perlu disalurkan untuk 5 juta santri agar manfaatnya lebih luas. Tidak hanya untuk beasiswa, tetapi juga pembangunan dan pemeliharaan fasilitas.

Selain itu, Singgih menilai penguatan sumber daya manusia (SDM) di pesantren begitu mendesak. Dia menyebut pesantren adalah wajah asli pendidikan Islam di Indonesia yang berkontribusi besar dalam mencerdaskan bangsa. Namun, perhatian pemerintah dinilai belum seimbang.

"Masih banyak pesantren yang dikelola secara swadaya dengan fasilitas terbatas, teknologi minim, dan guru yang belum tersertifikasi. Data Balitbang Kemenag mencatat lebih dari 60 persen guru di pesantren belum bergelar sarjana. Ini bukan soal kemampuan, tapi soal akses pendidikan yang belum merata," jelasnya.

Adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, kata Singgih, menjadi dasar hukum yang kuat untuk negara dalam mendukung pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat di ponpes. Namun, dia menilai implementasinya masih lambat.

"Pembentukan Ditjen Pondok Pesantren tidak akan menambah beban Kementerian Agama, karena urusan haji kini sudah ditangani Kementerian Haji. Justru dengan Ditjen ini, pembinaan pesantren akan lebih fokus dan efektif," pungkasnya.




(apu/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads